Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Ajwibatul Istiftaat

  • TAQLID
  • THAHÂRAH (KESUCIAN)
  • SHALAT
    • SYARAT-SYARAT DAN PENTINGNYA SHALAT
    • WAKTU-WAKTU SHALAT
    • HUKUM KIBLAT
    • HUKUM TEMPAT SHALAT
    • HUKUM TEMPAT-TEMPAT KEAGAMAAN LAIN
    • SEPUTAR PAKAIAN PELAKU SHALAT
    • MEMAKAI DAN MENGGUNAKAN EMAS DAN PERAK
    • AZAN DAN IQAMAH
    • ZIKIR
    • SUJUD
    • HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT
    • MEMBALAS SALAM
    • KERAGUAN-KERAGUAN DALAM SHALAT
    • SHALAT QADHA’
    • SHALAT QADHA’ PUTRA SULUNG
    • SHALAT JAMAAH
    • HUKUM BACAAN IMAM YANG SALAH
    • IMAM YANG CACAT
    • KEIKUTSERTAAN WANITA DALAM SHALAT JAMAAH
    • BERMAKMUM DENGAN AHLUS SUNNAH
    • SHALAT JUM'AT
    • SHALAT IDUL FITRI DAN IDUL ADHA
    • SHALAT MUSAFIR
    • ORANG YANG PEKERJAANNYA SAFAR (PERJALANAN) ATAU MEMERLUKAN SAFAR
      Berkas yang Dicetak  ;  PDF

      ORANG YANG PEKERJAANNYA SAFAR (PERJALANAN) ATAU MEMERLUKAN SAFAR

      SOAL 631:
      Apakah orang yang pekerjaannya memerlukan perjalanan harus melakukan shalat secara tamam (sempurna) dalam perjalanannya, ataukah hal itu (kewajiban shalat sempurna) hanya berlaku atas orang yang memang pekerjaannya adalah perjalanan? Apa yang dimaksud dengan ucapan marja’ seperti Imam Khomeini Qs, “Orang yang pekerjaannya adalah perjalanan”? Dan apakah ada di antara kita orang yang menjadikan perjalanan itu sendiri sebagai pekerjaan ? Sebab menggembala adalah kerja penggembala, mengendara adalah pekerjaan sopir, berlayar adalah pekerjaan pelayar (pelaut) dan seterusnya. Pada dasarnya, tidak ada orang yang menetapkan untuk menjadikan perjalanan sebagai pekerjaan.
      JAWAB:
      Jika orang yang pekerjaannya memerlukan perjalanan mondar mandir selama 10 hari sedikitnya satu kali dari dan ke tempat kerjanya untuk keperluan kerja, maka ia harus melakukan shalat secara utuh (tamam) dan sahlah puasanya.
      Yang dimaksud dengan “orang yang pekerjaannya adalah perjalanan” dalam perkataan para ahli fiqh ialah orang yang pekerjaannya tidak bisa berdiri sendiri tanpa perjalanan, seperti pekerjaan-pekerjaan yang telah anda sebutkan dalam soal di atas.

      SOAL 632:
      Apa pendapat YM tentang shalat dan puasa orang-orang yang menetap di sebuah kota untuk kerja dalam batas waktu tertentu lebih dari 1 tahun, atau para prajurit yang menetap di sebuah kota selama satu atau dua tahun untuk menunaikan wajib militer? Apakah mereka wajib berniat menetap 10 hari setelah setiap kali melakukan perjalanan agar dapat melakukan shalat secara utuh dan berpuasa, ataukah tidak? Bila mereka berniat untuk menetap kurang dari 10 hari, maka apakah hukum shalat dan puasa mereka?
      JAWAB:
      Apabila ia melakukan perjalanan minimal setiap sepuluh hari sekali lantaran pekerjaannya, selain perjalanan pertama dan perjalanan kedua shalatnya harus dikerjakan sempurna dan puasanya sah. Akan tetapi pada perjalanan pertama dan kedua ia dihukumi sebagai musafir, artinya sepanjang ia tidak memiliki niat untuk tinggal selama sepuluh hari, shalatnya qhasar dan puasanya tidak sah.
      Dalam kasus yang ditanyakan di atas, mereka diperlakukan secara hukum sebagaimana musafir lainnya berkenaan dengan meng-qashr shalat dan ketidak-absahan puasa apabila mereka tidak berniat untuk menetap selama 10 hari.

      SOAL 633:
      Apa hukum shalat dan puasa para pilot pesawat tempur yang hampir setiap hari melakukan penerbangan dari pangkalan-pangkalan udara dan menempuh jarak jauh lebih panjang dari (masafah) syar'i, lalu kembali lagi?
      JAWAB:
      Mereka dalam kasus demikian diperlakukan sebagaimana para pengendara mobil, pelaut dan pilot berkenaan dengan (kewajiban) melakukan shalat secara utuh (tamam) dan keabsahan puasa dalam perjalanan.

      SOAL 634:
      Para kabilah (suku) yang berpindah-pindah selama 1 atau 2 bulan dari tempat tinggalnya, namun mereka menetap pada sisa tahun pada musim panas atau musim dingin. Apakah kedua tempat musim panas dan musim dingin digolongkan sebagai wathan (tempat tinggal) mereka? Dan apa hukum perjalanan-perjalanan yang mereka lakukan selama menetap di kedua tempat tersebut berkenaan dengan hukum qashr dan tamam-nya shalat?
      JAWAB:
      Jika mereka menetapkan untuk terus berpindah-pindah dari tempat musim panas ke tempat musim dingin, dan sebaliknya, untuk menghabiskan hari-hari mereka dalam setiap tahun di salah satu tempat itu sedangkan hari-hari lainnya di tempat yang lain, dan memilih kedua tempat tersebut untuk menjalani kehidupan secara permanen, maka kedua tempat tersebut dianggap sebagai wathan dan di kedua tempat tersebut berlaku hukum wathan atas mereka. Jika jarak antara kedua tempat tersebut mencapai masafah syar'i, maka dalam perjalanan dari satu wathan ke wathan yang lain mereka diperlakukan secara hukum sebagaimana para musafir.

      SOAL 635:
      Saya adalah pegawai di sebuah instansi pemerintah di kota Simnan. Jarak antara tempat tinggal dan tempat kerja saya kira-kira 35 Km. Setiap hari saya menempuh jarak ini untuk mencapai tempat kerja. Bagaimana saya wajib shalat ketika saya harus menyelesaikan pekerjaan khusus dan saya bermaksud untuk menetap di kota tempat saya bekerja selama beberapa malam? Apakah saya wajib melakukan sahalat secara tamam (utuh) ataukah tidak?
      JAWAB:
      Jika perjalanan yang Anda lakukan itu tidak dalam rangka kerja yang biasanya anda lakukan setiap hari, maka hukum perjalanan untuk keperluan kerja tidaklah berlaku atas perjalanan itu. Namun, bila perjalanan tersebut untuk keperluan kerja itu sendiri, dan di pertengahannya anda melakukan hal-hal tertentu seperti mengunjungi kerabat dan rekan, dan kadang kala Anda menginap satu atau beberapa malam di sana, maka hukum perjalanan demi pekerjaan tidaklah berobah dan anda shalat secara tamam (utuh) dan tetap berpuasa.

      SOAL 636:
      Jika saya melakukan pekerjaan pekerjaan pribadi di tempat dinas seusai waktu dinas kantor dimana saya melakukan perjalanan untuk keperluan tersebut, misalnya dari pukul 7 pagi sampai pukul 2 siang saya melakukan pekerjaan kantor, sedangkan dari pukul 2 saya melakukan pekerjaan pribadi. Apakah hukum shalat dan puasa saya?
      JAWAB:
      Melakukan pekerjaan pribadi dalam perjalanan dinas kantor setelah usai dinas tidak mengubah hukum perjalanan untuk tugas kantor.

      SOAL 637:
      Apa hukum shalat dan puasa para prajurit yang mengetahui bahwa mereka akan menetap di sebuah tempat lebih dari 10 hari, hanya saja keputusan tidak berada di tangan mereka? Kami mohon Anda YM menerangkan juga fatwa Imam Khomaini ?
      JAWAB:
      Dalam kasus yang ditanyakan di atas, karena mereka yakin akan menetap di satu tempat 10 hari atau lebih, mereka diwajibkan shalat secara utuh dan tetap berpuasa. Fatwa Imam Khomaini (qs) juga demikian.

      SOAL 638:
      Apa hukum shalat dan puasa para personel tentara dan pasukan pengawal revolusi yang menetap lebih dari 10 hari di kamp-kamp dan daerah-daerah perbatasan? Kami mohon juga penjelasan fatwa Imam Khomaini?
      JAWAB:
      Bila mereka memutuskan untuk menetap 10 hari atau lebih di suatu tempat, atau bila mereka tahu akan hal itu, mereka wajib melakukan shalat secara tamam di sana, dan berpuasa. Fatwa Imam Khomaini (qs) juga demikian.

      SOAL 639:
      Dalam buku pedoman fatwa (risâlah ‘amaliyah) Imam Khumainiy (qs), bab shalat musafir, kasus ke 1306, disebutkan syarat ketujuh sebagai berikut:
      “Sopir di selain perjalanan pertama wajib melakukan shalat secara utuh (tamam), sedangkan pada perjalanan pertama, wajib shalat secara qashr, meskipun lama.
      Apakah yang dimaksud dengan “perjalanan pertama” ialah awal perjalanan dari wathan (tempat tinggal) sampai kembali lagi, meskipun memakan waktu satu bulan atau lebih, kendati bila ia memindahkan barang-barang sepuluh kali atau lebih dari kota ke kota lainnya yang bukan merupakan wathan asal selama waktu tersebut?

      JAWAB:
      Perjalanannya yang pertama berakhir pada saat ia sampai ke tempat tujuan yang ia tuju sejak keluar dari tempat tinggal (wathan) atau tempat ia menetap untuk menaikkan penumpang, atau untuk mengangkut barang ke tujuan tersebut. Kepulangan ke tempat awal bukanlah bagian dari ‘perjalanan pertama’, kecuali jika perjalanannya ke tempat tujuan adalah untuk mengangkut para penumpang atau barang-barang dari situ ke tempat awal keberangkatan.


      SOAL 640:
      Jika mengendarai mobil bukanlah pekerjaan tetapnya, namun dalam jangka waktu pendek, itu menjadi tugasnya, seperti para tentara yang ditugaskan untuk mengendarai mobil-mobil di barak-barak atau kamp-kamp dan sebagainya, apakah mereka dihukumi sebagai musafir, ataukah mereka wajib shalat secara tamam dan tetap berpuasa?

      JAWAB:
      Jika mengendarai mobil dianggap sebagai pekerjaan mereka menurut pandangan masyarakat umum (urf) dalam waktu yang bersifat sementara itu, maka dalam melakukan pekerjaan tersebut mereka diperlakukan secara hukum sebagaimana para sopir mobil lainnya.


      SOAL 641:
      Jika mobil yang dikendarai oleh sopir mogok, lalu ia melakukan perjalanan ke sebuah kota untuk membeli suku cadang dalam rangka memperbaikinya, apakah ia (wajib) shalat secara tamam (utuh) ataukah secara qashr (terpenggal) selama perjalanan tersebut, padahal ia tidak sedang mengendarai mobilnya?

      JAWAB:
      Jika pekerjaannya dalam perjalanan tersebut bukan mengendarai mobil, maka ia diperlakukan secara hukum sebagaimana musafir lainnya.
    • PERJALANAN PELAJAR
    • KEINGINAN MENEMPUH MASAFAH DAN NIAT MENETAP 10 HARI
    • BATAS TARAKHKHUSH
    • PERJALANAN DOSA (MAKSIAT)
    • WATHAN (TEMPAT TINGGAL)
    • IKUT SUAMI
    • HUKUM KOTA-KOTA BESAR
    • SHALAT SEWAAN (ISTIJARAH)
    • SHALAT AYAT
    • SHALAT-SHALAT NAFILAH
    • LAIN-LAIN
  • PUASA
  • KHUMUS
  • JIHAD
  • AMAR MA'RUF & NAHI MUNKAR
  • MEMPERDAGANGKAN BENDA-BENDA NAJIS
  • MASALAH LAIN-LAIN SEPUTAR MATA PENCAHARIAN
  • MENGAMBIL UPAH DARI PERBUATAN YANG WAJIB
  • CATUR
  • ALAT-ALAT JUDI
  • MUSIK DAN NYANYIAN
  • TARIAN
  • APLAUS (TEPUK TANGAN)
  • GAMBAR (FOTO) DAN FILM
  • PARABOLA
  • DRAMA DAN BIOSKOP
  • MELUKIS DAN MEMAHAT
  • SIHIR, SULAP, MENDATANGKAN ROH DAN JIN
  • UNDIAN DAN SAYEMBARA
  • SUAP
  • Hukum-hukum Kedokteran
  • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR
  • HAK CIPTA
  • TRANSAKSI DENGAN NON-MUSLIM
  • BEKERJA DI NEGARA ZALIM
  • BUSANA
  • MENIRU NON MUSLIM DAN MENYEBARKAN BUDAYA MEREKA
  • BERHIJRAH
  • ROKOK DAN NARKOTIKA
  • JENGGOT DAN KUMIS
  • BERADA DI LOKASI DAN TEMPAT MAKSIAT
  • JIMAT DAN ISTIKHARAH
  • MENGHIDUPKAN ACARA KEAGAMAAN
  • Jual-beli Fudhuli
  • Para Pemilik dan Hak Menjual
  • Syara-syarat Barang yang Diperjual-belikan
  • Syarat-syarat Akad (Kontrak Transaksi)
  • Barang-barang yang Diikutsertakan dalam Jual-beli (Tawabi’)
  • Serah Terima Barang dan Uang
  • Jual-beli Tunai dan Kredit
  • Jual-beli Salaf
  • Jual-beli Emas, Perak dan Uang
  • Berbagai Masalah Perniagaan
  • KHIYAR
  • RIBA
  • KEPEMILIKAN BERSAMA (SYUF’AH)
  • SEWA-MENYEWA
  • GADAI (RAHN)
  • PATUNGAN MODAL (SYIRKAH)
  • HIBAH
  • HUTANG-PIUTANG
  • SHULUH
  • AGENSI, PERWAKILAN DAN PENGACARA
  • SEDEKAH
  • PINJAMAN DAN PENITIPAN
  • WASIAT
  • GHASAB
  • MAHJUR DAN TANDA-TANDA BALIG
  • MUDHARABAH
  • PERBANKAN
  • Hadiah Bank
  • Bekerja di Bank
  • Hukum Cek dan Giro
  • ASURANSI
  • ASET NEGARA
  • Pegawai Negeri
  • WAKAF
  • Hukum-hukum Wakaf
  • Syarat-syarat Wakaf
  • Syarat-syarat Penanggung jawab Wakaf
  • Syarat-Syarat Barang Yang Diwakafkan
  • Syarat-Syarat Penerima Wakaf
  • Sigat (pernyataan) Wakaf
  • Menjual Barang Wakaf dan Mengubahnya
  • KUBURAN
700 /