Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Ajwibatul Istiftaat

  • TAQLID
  • THAHÂRAH (KESUCIAN)
  • SHALAT
  • PUASA
  • KHUMUS
  • JIHAD
  • AMAR MA'RUF & NAHI MUNKAR
  • MEMPERDAGANGKAN BENDA-BENDA NAJIS
  • MASALAH LAIN-LAIN SEPUTAR MATA PENCAHARIAN
  • MENGAMBIL UPAH DARI PERBUATAN YANG WAJIB
  • CATUR
  • ALAT-ALAT JUDI
  • MUSIK DAN NYANYIAN
  • TARIAN
  • APLAUS (TEPUK TANGAN)
  • GAMBAR (FOTO) DAN FILM
  • PARABOLA
  • DRAMA DAN BIOSKOP
  • MELUKIS DAN MEMAHAT
  • SIHIR, SULAP, MENDATANGKAN ROH DAN JIN
  • UNDIAN DAN SAYEMBARA
  • SUAP
  • Hukum-hukum Kedokteran
  • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR
  • HAK CIPTA
  • TRANSAKSI DENGAN NON-MUSLIM
  • BEKERJA DI NEGARA ZALIM
  • BUSANA
  • MENIRU NON MUSLIM DAN MENYEBARKAN BUDAYA MEREKA
  • BERHIJRAH
  • ROKOK DAN NARKOTIKA
  • JENGGOT DAN KUMIS
  • BERADA DI LOKASI DAN TEMPAT MAKSIAT
  • JIMAT DAN ISTIKHARAH
  • MENGHIDUPKAN ACARA KEAGAMAAN
  • Jual-beli Fudhuli
  • Para Pemilik dan Hak Menjual
  • Syara-syarat Barang yang Diperjual-belikan
  • Syarat-syarat Akad (Kontrak Transaksi)
  • Barang-barang yang Diikutsertakan dalam Jual-beli (Tawabi’)
  • Serah Terima Barang dan Uang
  • Jual-beli Tunai dan Kredit
  • Jual-beli Salaf
  • Jual-beli Emas, Perak dan Uang
  • Berbagai Masalah Perniagaan
  • KHIYAR
  • RIBA
  • KEPEMILIKAN BERSAMA (SYUF’AH)
  • SEWA-MENYEWA
  • GADAI (RAHN)
  • PATUNGAN MODAL (SYIRKAH)
  • HIBAH
  • HUTANG-PIUTANG
  • SHULUH
  • AGENSI, PERWAKILAN DAN PENGACARA
  • SEDEKAH
  • PINJAMAN DAN PENITIPAN
  • WASIAT
  • GHASAB
  • MAHJUR DAN TANDA-TANDA BALIG
  • MUDHARABAH
  • PERBANKAN
    Berkas yang Dicetak  ;  PDF
    PERBANKAN

    SOAL 1801:
    Jika bank di saat memberi pinjaman kepada kreditir mensyaratkan agar membayar lebih dari yang ia terima. Apakah seorang mukalaf yang akan meminjam berkewajiban untuk meminta izin dari hakim syar’i atau wakilnya? Bolehkah mengambil hutang dengan cara demikian pada kondisi tidak mendesak (tidak darurat)?

    JAWAB:
    Pada dasarnya untuk mendapatkan pinjaman tidak ada syarat adanya izin dari hakim syar’i, sekalipun pinjaman itu dari bank pemerintah. Secara hukum wadh’i perbuatan itu sah hukumnya, walaupun dianggap sebagai pinjaman riba yang secara hukum taklifi haram hukumnya, baik dengan seorang Muslim atau non-Muslim dari (bank) pemerintah Islam atau tidak, kecuali pada kondisi yang mengharuskan hal itu (darurat) di mana seseorang boleh untuk melakukan yang haram. Meminjam yang hukumnya haram tidaklah menjadi halal dengan izin hakim syar’i. Bahkan izinnya tidak memiliki objek apa pun dalam hal ini. Yang bisa dilakukan oleh seorang mukalaf sehingga tidak melakukan yang haram adalah dengan tidak meniatkan pembayaran tambahan, sekalipun dia tahu, bahwa pemberi pinjaman pasti mengambil hal itu darinya. Hukum meminjam yang tidak riba tidaklah khusus pada kondisi darurat saja.

    SOAL 1802:
    Bank Perumahan RII memberikan hutang kepada masyarakat untuk membangun rumah, merenovasi atau membelinya. Setelah rumah dibeli, dibangun atau direnovasi, maka bank mengharuskan mereka membayarnya dengan menyicil (mengangsur) yang jumlahnya lebih besar dari yang mereka terima. Apakah kelebihan bayaran ini ada pembenarannya di dalam syariat?

    JAWAB:
    Uang yang diberikan oleh bank perumahan untuk membeli rumah atau membangunnya bukanlah uang pinjaman, namun ia diberikan dengan salah satu akad yang benar di dalam syariat, seperti ju’alah11 (sayembara), sewa dan sejenisnya, yang mana jika syarat-syarat akad tersebut dipenuhi, maka tidaklah bermasalah atas keabsahannya.

    SOAL 1803:
    Bank biasanya memberikan keuntungan (bunga) pada uang masyarakat yang disimpan padanya antara 3-20 %. Apakah boleh bunga tersebut dianggap sebagai ganti dari adanya inflasi yang menyebabkan turunnya nilai beli mata uang pada saat diambil oleh nasabah dibandingkan dengan nilai di saat menyerahkan, sehingga dengan demikian keluar dari hukum riba?

    JAWAB:
    Jika kelebihan (bunga) dan keuntungan yang diberikan oleh bank merupakan hasil dari pemutaran bank sebagai wakil dari para nasabah di bawah salah satu akad yang dibenarkan dan syar’i, maka itu bukanlah riba, namun keuntungan dari sebuah muamalah syar’i yang tidak bermasalah.

    SOAL 1804:
    Apa hukum bekerja di bank dengan sistem riba, bagi orang yang terpaksa bekerja di tempat tersebut karena tidak adanya pekerjaan di tempat lain yang dapat melangsungkan kehidupannya?

    JAWAB:
    Jika ia bekerja di bagian yang berhubungan dengan riba atau ada andil dalam merealisasikan transaksi riba, maka hukumnya tidak boleh. Sekadar tidak ada pekerjaan halal lain untuk melangsungkan kehidupannnya bukanlah pembenar untuk bermata pencaharian haram.

    SOAL 1805:
    Bank perumahan membelikan sebuah rumah bagi saya dengan syarat saya membayar kepadanya dengan cara menyicil (mengangsur). Apakah muamalah ini benar dan saya menjadi pemilik rumah tersebut?

    JAWAB:
    Jika bank membeli rumah tersebut untuk dirinya dan menjualnya kepada Anda dengan cara menyicil (mengangsur) dalam pembayarannya, maka tidaklah bermasalah.

    SOAL 1806:
    Beberapa bank memberi pinjaman untuk membangun bangunan dengan cara ikut serta dalam kepemilikan dengan salah satu akad yang ada. Kemudian mereka menetapkan adanya kelebihan (bunga) dalam pembayaran sekitar 5-8 %. Apa hukumnya?

    JAWAB:
    Mengambil pinjaman dari bank dengan niat kerjasama atau akad lain dari akad-akad yang benar secara syar’i tidaklah masuk dalam hukum hutang-piutang. Keuntungan yang diambil oleh bank dari muamalah semacam ini tidaklah dihukumi riba. Dengan demikian, mengambil uang dari bank di bawah salah satu akad yang dibenarkan untuk membangun atau membeli rumah tidak lah bermasalah. Jika uang tersebut didapatkan sebagai hutang dan adanya syarat untuk mengembalikannya dengan tambahan, maka sekalipun itu adalah riba dan haram hukumnya secara hukum taklifi, namun secara hukum wadh’i hutang-piutang itu adalah benar dan sah. Oleh karenanya, boleh hukumnya -mempergunakan uang hasil pinjaman tersebut.

    SOAL 1807:
    Apakah bunga yang diwajibkan untuk dibayar oleh kreditir (penerima kredit) di saat melunasi hutangnya kepada Bank RII halal hukumnya?

    JAWAB:
    Jika memang benar bahwa bank memberikan pinjaman kepada masyarakat (nasabah) untuk membeli atau membangun rumah, atau pun untuk hal-hal lain sebagai hutang, maka tidak diragukan lagi akan keharaman praktik pengambilan bunga tersebut dan bank tidak berhak untuk menuntut hal itu. Namun sehemat kami, bank tidak memberinya sebagai hutang. Praktik yang dilakukan oleh bank adalah memberikan uang tersebut dengan salah satu akad muamalah seperti kerjasama, mudharabah, sewa, ju’alah atau pun yang semisal dengannya. Sebagai contoh, bank menyerahkan sebagian biaya membangun sebuah rumah sehingga bank menjadi mitra dalam kepemilikan rumah tersebut. Kemudian bank menjual bagian yang dimilikinya kepada mitranya itu dengan menyicil (mengangsur) selama 20 bulan atau menyewakan bagian miliknya kepada mitranya dengan harga sewa tertentu. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh bank dan keuntungan yang diperolehnya dengan muamalah-muamalah tersebut tidaklah bermasalah dan tidak ada hubungannya dengan hutang-piutang dan bunga.

    SOAL 1808:
    Setelah bank memberikan kepada saya sejumlah uang untuk bekerjasama dalam sebuah proyek, setengah darinya saya serahkan kepada teman saya dengan syarat dia yang melunasi “bunga” yang harus dibayarkan kepada bank. Apa kewajiban saya?

    JAWAB:
    Jika bank memberikannya pada Anda sehingga ia memiliki saham dan bagian serta berkerjasama dengan Anda dalam proyek yang telah ditentukan, maka Anda tidak berhak untuk mempergunakannya untuk kepentingan lain, apalagi meminjamkannya kepada orang lain sebagai hutang. Namun, uang tersebut adalah amanat di tangan Anda yang harus Anda gunakan untuk keperluan yang telah ditentukan atau mengembalikannya kepada bank.

    SOAL 1809:
    Seseorang menerima sejumlah uang untuk kegunaan mudharabah dengan sebuah dokumen palsu, dengan syarat setelah berlalunya waktu tertentu ia harus mengembalikannya kepada bank dan ditambah dengan “bunganya.” Pertanyaannya, ketika bank tidak mengetahui akan kepalsuan dokumen tersebut, maka apakah hal itu dianggap sebagai hutang dan bunga yang harus ia bayar adalah riba? Apa hukumnya jika bank mengetahui hal itu, namun ia tetap memberinya?

    JAWAB:
    Jika pelaksanaan akad mudharabah yang dilakukan oleh bank salah satu syaratnya adalah keabsahan dan keaslian dokumen tersebut, di mana akad dilakukan atasnya, maka dengan asumsi, bahwa dokumen tersebut adalah dokumen palsu, maka akad itu batal hukumnya. Konsekuensinya, uang yang diterima dari bank bukanlah hutang dan bukan pula mudharabah, namun dari hukum kewajiban menanggungnya adalah sama dengan sesuatu yang diterima dengan akad yang tidak benar (salah), maka semua keuntungan yang didapat darinya adalah milik bank. Ini semua jika pihak bank tidak tahu akan kepalsuan dokumen tersebut. Namun, jika bank mengetahui hal itu, maka uang yang diambil dihukumi sebagai barang gasab.

    SOAL 1810:
    Para nasabah yang menabung di bank dengan niat agar uang tersebut diputar oleh bank dengan salah satu akad muamalah, tanpa mengetahui secara terperinci bagiannya dari keuntungan, hanya saja disepakati agar setiap 6 bulan bagiannya dari keuntungan dibayarkan kepadanya. Bolehkah praktik semacam ini?

    JAWAB:
    Jika para nasabah yang menyimpan (mendeposit) uangnya di bank dengan cara, mereka telah mewakilkan kepada bank seluruh kebijakan dan wewenang termsauk menentukan jenis proyek pemutaran uangnya, serta penentuan bagiannya dari keuntungan, maka apa yang dilakukan oleh mereka dengan mendeposit uangnya di bank dan apa yang mereka dapatkan dari keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan uang tersebut dalam muamalah yang halal di dalam syariat, maka tidaklah bermasalah. Ketidaktahuan mereka akan bagian dan miliknya tidaklah merusak keabsahannya.

    SOAL 1811:
    Bolehkah menyimpan uang dengan niat deposito jangka panjang di bank-bank negara non-Islam yang merupakan musuh kaum Muslim atau menjalin persahabatan dan perdamaian dengan musuh kaum Muslim?

    JAWAB:
    Menyimpan di bank-bank negara non-Islam pada dasarnya tidaklah bermasalah dengan syarat tidak akan memperkuat perekonomian dan kekuatan politik mereka yang akan dipergunakan dalam rangka memusuhi Islam dan kaum Muslim. Jika tidak demikian (memang akan memperkuat-peny.) maka tidak diperbolehkan.

    SOAL 1812:
    Dengan memerhatikan sebagian bank yang ada di negara-negara Islam dimiliki oleh para tiran yang zalim dan sebagiannya adalah milik negara-negara kafir atau perusahaan-perusahaan swasta kaum Muslim atau non-Muslim, maka apa hukum melakukan praktik perbankan dengan masing-masing mereka?

    JAWAB:
    Melakukan transaksi yang halal di dalam syariat dengan bank-bank tersebut tidaklah bermasalah, namun praktik riba dan mengambil keuntungan dari hutang-piutang dengan bank-bank kaum Muslim tidaklah diperbolehkan, kecuali pemilik modalnya adalah para nasabah non-Muslim.

    SOAL 1813:
    Bank-bank Islami sesuai dengan aturan yang berlaku menerima deposito para nasabah dan mempergunakannya di salah satu muamalah yang benar dalam berbagai bidang perekonomian yang memberikan keuntungan kepada mereka dan hal itu halal hukumnya. Bolehkah seperti praktik yang sama, sejumlah uang diserahkan kepada orang yang dapat dipercaya untuk mempergunakannya dalam berbagi bidang perekonomian seperti bank?

    JAWAB:
    Jika uang yang diserahkan kepada pihak lain itu sebagai hutang, yang disyaratkan agar pelaku perdagangan membayar kepadanya keuntungannya dalam jumlah prosentase tertentu setiap bulan atau setiap tahun, maka secara hukum taklifi haram hukumnya, sekalipun hutang-piutang itu sendiri pada dasarnya secara hukum wadh’i sah. Keuntungan yang didapatkan dari sebuah hutang adalah riba yang haram hukumnya secara syar’i. Namun, jika uang yang diserahkan kepada pihak lain (mitra kerja) dengan tujuan agar ia mempergunakannya di dalam sebuah pekerjaan halal, dengan syarat dan kesepakatan di dalam sebuah akad yang benar prosentasi tertentu dari keuntungan diberikan kepada pemilik uang, maka muamalah semacam ini sah dan keuntungan yang didapatkan halal hukumnya dan tidak ada perbedaan di dalam hukum antara bank atau personal.

    SOAL 1814:
    Jika sistem yang berlaku di dalam praktik sebuah bank adalah sistem riba, apa hukum menanam saham (deposito) di bank tersebut? Dan apa hukum mendapatkan kredit darinya?

    JAWAB:
    Menyimpan uang dengan niat simpanan kebaikan (qardhul hasanah tanpa bunga) atau menerima pinjaman dengan pinjaman kebaikan (tanpa bunga) tidaklah bermasalah. Namun, meminjamkan uang dengan sistem riba secara mutlak dari segi hukum taklifi haram hukumnya, sekalipun hutang-piutang itu sendiri secara hukum wadh’i sah.

    SOAL 1815:
    Sejumlah uang saya terima dari bank sebagai modal mudharabah. Bolehkah saya membeli rumah dari uang tersebut?

    JAWAB:
    Modal mudharabah adalah amanat pemiliknya di tangan pelaku pekerjaan dan usaha. Dia tidak berhak untuk mempergunakannya kecuali untuk perdagangan seperti yang disepakati. Dengan demikian jika ia mempergunakannya secara sepihak untuk kegunaan lain, maka hukumnya adalah hukum gasab.

    SOAL 1816:
    Seseorang yang mengambil uang dari bank untuk tujuan bisnis dengan syarat dia dan bank sama-sama berhak dalam keuntungan, jika orang tersebut mengalami kerugian, apakah bank juga bersamanya menanggung kerugian tersebut?

    JAWAB:
    Di dalam mudharabah kerugian yang menimpa modal adalah ditanggung pemiliknya dan ditutup dengan keuntungan yang didapatkan. Namun, tidaklah bermasalah jika disepakati, bahwa pelaku bisnis itulah yang menanggung semua kerugian.

    SOAL 1817:
    Seseorang membuka rekening di sebuah bank. Setelah berlalu beberapa waktu ada tambahan “bunga” pada rekeningnya. Apa hukum mengambil uang tersebut?

    JAWAB:
    Jika uang tersebut ia simpan dengan niat menghutangkan dengan syarat mendapatkan bunga atau itulah yang ada di dalam benaknya atau memang ia menabung dan menyimpan dengan tujuan mendapatkan bunga, maka tidaklah diperbolehkan, karena bunga itu merupakan riba yang haram hukumnya di dalam syariat. Namun, jika ia lakukan tidak untuk itu maka tidaklah bermasalah.

    SOAL 1818:
    Pada sebagian bank dilakukan sebuah praktik demikian, siapa yang menabung setiap bulan dengan jumlah tertentu di rekeningnya dan ia tidak pernah mengambilnya selama 5 tahun, maka setelah 5 tahun bank akan memberikan sejumlah uang kepadanya seumur hidupnya. Apa hukum praktik semacam ini?

    JAWAB:
    Praktik demikian tidak memiliki pembenaran di dalam hukum syariat, bahkan itulah dia praktik riba.

    SOAL 1819:
    Apa hukum deposito jangka panjang yang memiliki keuntungan prosentase tertentu?

    JAWAB:
    Tidaklah bermasalah jika para nasabah melakukan hal itu dengan niat akan dipergunakan dalam salah satu akad muamalah yang halal.

    SOAL 1820:
    Jika seseorang mengambil sejumlah uang dari bank dengan dalih akan dipergunakan pada kegunaan khusus, yang mana hal itu ia lakukan sekadar formalitas saja, karena yang penting baginya adalah mendapatkan uang tersebut untuk ia pergunakan pada urusan-urusan lain atau setelah ia menerima uang tersebut ia bertekad untuk mempergunakannya pada urusan yang lebih penting. Apa hukum hal ini?

    JAWAB:
    Jika penyerahan dan penerimaan uang dilakukan sebagai hutang-piutang, maka dalam semua asumsi di atas benar dan sah. Uang itu menjadi milik peminjam. Oleh karenanya, penggunaannya bergantung pada keinginannya, sekalipun disyaratkan ia menggunakannya pada urusan tertentu, maka ia wajib secara hukum taklifi untuk melakukannya sesuai dengan yang disepakati. Namun, jika penerimaan dan penyerahan itu dilakukan dengan niat mudharabah, misalnya atau sebagai bentuk kerjasama, maka akad yang dilakukan hanya sekadar formalitas saja maka itu tidak benar dan tidak sah hukumnya. Konsekuensinya, uang tersebut adalah milik bank, maka siapasaja yang merimanya tidak memiliki hak untuk mempergunakannya. Begitu juga jika uang yang diterima tersebut diterima dengan niat akad sungguh-sungguh, maka uang tersebut nmerupakan amanat di tangannya yang mana ia tidak berhak untuk mempergunakannya untuk urusan lainnya.

    SOAL 1821:
    Seseorang menerima sejumlah uang untuk tujuan mudharabah dari sebuah bank. Setelah berlalu beberapa waktu, uang yang ia terima dan bagian bank dari keuntungan ia bayarkan kepada bank dengan cara menyicil (mengangsur). Namun, pegawai bank yang bertugas yang menerima cicilan tersebut mengambilnya untuk dirinya dan membatalkan dokumen yang ada sebagai formalitas. Di pengadilan ia mengakui hal itu. Apakah sampai saat ini pelaku perdagangan berkewajiban untuk menyerahkannya kepada bank?

    JAWAB:
    Jika cicilan kepada bank telah dilakukan sesuai aturan yang berlaku dan penggelapan uang yang dilakukan oleh pegawai bank tidak disebabkan oleh kesalahan kreditir dalam melaksanakan aturan pembayaran, maka setelah ia bayarkan cicilan itu, ia tidak berkewajiban untuk menanggung apa-apa. Namun, pegawai itulah yang berkewajiban untuk membayarkan hal itu.

    SOAL 1822:
    Apakah bank wajib memberitahu pemilik rekening yang mendapatkan undian, bahwa dia mendapatkannya?

    JAWAB:
    Bergantung pada aturan bank. Jika pemberian hadiah bergantung pada hal itu, sehingga si pemilik rekening datang untuk mengambilnya, maka bank wajib memberitahu padanya.

    SOAL 1823:
    Bolehkah secara syar’i para pegawai bank mengambil sebagian keuntungan yang didapat oleh para nasabah, baik secara pribadi atau lembaga?

    JAWAB:
    Jika keuntungan itu adalah milik bank, maka hukumnya bergantung pada aturan yang berlaku. Namun, bila keuntungan itu milik para nasabah, maka haruslah mendapatkan izin dari pemiliknya.

    SOAL 1824:
    Beberapa bank setiap bulan mmberikan “bunga” kepada para nasabah yang menyimpan uangnya padanya. Dengan memerhatikan kadar bunga itu sudah dipastikan sekalipun sebelum dijalankan dalam bidang perekonomian tertentu. Selain itu, pemilik modal tidak ikut serta dalam kerugian yang ditimbulkan karena pekerjaan. Bolehkah menyimpan uang di bank dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan? Ataukah karena yang dilakukan adalah riba, maka transaksi itu haram hukumnya?

    JAWAB:
    Jika penyerahan uang tersebut kepada bank dilakukan sebagai hutang kepada bank dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, maka jelaslah, bahwa itu adalah hutang-piutang riba yang secara hukum taklifi haram hukumnya. Keuntungan yang didapatkan juga adalah riba dan haram hukumnya. Namun, jika deposito yang dilakukan bukan untuk hutang-piutang, melainkan dengan tujuan agar uang tersebut dipergunakan oleh bank dalam salah satu transaksi perkonomian yang syar’i, maka tidaklah bermasalah. Penentuan bank akan keuntungan sebelum dimulainya transaksi dan pemutaran uang, begitu pula tidak ikut sertanya pemilik uang akan kerugian yang mungkin terjadi, tidaklah merusak keabsahan transaksi tersebut.

    SOAL 1825:
    Jika seorang mukalaf mengetahui, bahwa aturan yang berlaku dan berjalan di sebuah bank berkenaan dengan mudharabah dan penjualan dengan kredit tidak dilakukan dengan cara yang benar oleh pegawai bank, apakah boleh menyimpan uang dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan?

    JAWAB:
    Jika kita asumsikan, seorang mukalaf mengetahui, bahwa para pegawai bank menjalankan uang dalam muamalah yang tidak benar, maka menyerahkan uang dan mengambil keuntungan darinya tidaklah boleh. Namun, dengan memerhatikan banyaknya uang yang disimpan di bank oleh pemiliknya dan banyaknya jenis muamalah yang dilakukan oleh bank, pada saat yang sama kita tahu, bahwa banyak juga di antara muamalah itu dilakukan dengan benar secara syar’i, maka untuk mendapatkan pengetahuan seperti itu tentu sangatlah sulit.

    SOAL 1826:
    Sebuah perusahaan atau lembaga pemerintah melakukan kesepakatan dengan para pegawainya, setiap bulannya mereka mengurangi gaji karyawannya untuk dijadikan deposito di salah satu bank dan keuntungan yang diperoleh dibagikan kepada mereka sesuai jumlah kepemilikan modal masing-masing. Sahkah apa yang mereka lakukan? Dan apa hukum keuntungan yang didapatkan?

    JAWAB:
    Jika penyerahan kepada bank dilakukan sebagai hutang kepada bank dengan syarat adanya keuntungan atau dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, atau itulah yang mendasarinya, maka hukumnya haram dan keuntungan yang didapat adalah riba yang haram hukumnya. Konsekuensinya, menerima dan menggunakan uang tersebut tidak diperbolehkan. Namun, jika simpanan di bank itu dilakukan untuk tujuan lain yang halal, seperti menjaga keamanan uang mereka, mereka pun tidak mensyaratkan adanya keuntungan (bunga), dan tidak pula mengharapkan hal itu, melainkan bank sendiri yang memberikan bunga itu kepada mereka sebagai hasil keuntungan bank atas pekerjaan yang melakukan dalam muamalah yang benar, maka mengambil bunga dan keuntungan itu tidaklah bermasalah dan menjadi milik mereka.

    SOAL 1827:
    Benarkah apa yang dilakukan oleh bank dalam rangka mendorong orang agar menyimpan padanya, dengan menjanjikan para nasabah yang tidak mengambil uangnya dari rekeningnya selama enam bulan, maka ia akan mendapatkan berbagai kemudahan dari bank?

    JAWAB:
    Memberikan janji-janji semacam ini dan memberikan berbagai kemudahan yang dilakukan oleh bank dalam rangka mendorong orang untuk menyimpan uangnya, tidaklah bermasalah.

    SOAL 1828:
    Kadang-kadang di saat melakukan pembayaran rekening listrik, air atau lainnya selain jumlah yang harus dibayarkan, ada lagi sejumlah uang yang tersisa (kembalian) pada bank, misalnya jumlah yang harus dibayarkan 80 tuman, namun orang menyerahkan uang 100 tuman, sisanya dia tidak memintanya dan pegawai bank juga tidak mengembalikannya. Bolehkah pegawai bank mengambil uang tersebut untuk dirinya?

    JAWAB:
    Uang-uang itu adalah milik orang-orang yang membayar yang mana pegawai yang menerimanya berkewajiban untuk mengembalikannya kepada mereka, jika diketahui dengan jelas pemiliknya. Jika tidak diketahui lagi, maka uang tersebut hukumnya adalah hukum uang yang tidak jelas pemiliknya dan pegawai tersebut tidak boleh mengambilnya untuk dirinya sendiri, kecuali dipastikan, bahwa mereka telah memberikan kepadanya uang-uang tersebut atau mereka tidak menginginkannya lagi.
  • Hadiah Bank
  • Bekerja di Bank
  • Hukum Cek dan Giro
  • ASURANSI
  • ASET NEGARA
  • Pegawai Negeri
  • WAKAF
  • Hukum-hukum Wakaf
  • Syarat-syarat Wakaf
  • Syarat-syarat Penanggung jawab Wakaf
  • Syarat-Syarat Barang Yang Diwakafkan
  • Syarat-Syarat Penerima Wakaf
  • Sigat (pernyataan) Wakaf
  • Menjual Barang Wakaf dan Mengubahnya
  • KUBURAN
700 /