Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Ajwibatul Istiftaat

  • TAQLID
  • THAHÂRAH (KESUCIAN)
  • SHALAT
  • PUASA
  • KHUMUS
  • JIHAD
  • AMAR MA'RUF & NAHI MUNKAR
  • MEMPERDAGANGKAN BENDA-BENDA NAJIS
  • MASALAH LAIN-LAIN SEPUTAR MATA PENCAHARIAN
  • MENGAMBIL UPAH DARI PERBUATAN YANG WAJIB
  • CATUR
  • ALAT-ALAT JUDI
  • MUSIK DAN NYANYIAN
  • TARIAN
  • APLAUS (TEPUK TANGAN)
  • GAMBAR (FOTO) DAN FILM
  • PARABOLA
  • DRAMA DAN BIOSKOP
  • MELUKIS DAN MEMAHAT
  • SIHIR, SULAP, MENDATANGKAN ROH DAN JIN
  • UNDIAN DAN SAYEMBARA
  • SUAP
  • Hukum-hukum Kedokteran
    • MENCEGAH KEHAMILAN
    • ABORSI
    • BAYI TABUNG
      Berkas yang Dicetak  ;  PDF

      BAYI TABUNG

      SOAL 1220: Apakah bayi tabung diperbolehkan bila sperma dan sel telur dari pasangan suami-istri yang sah?
      Jika boleh, bolehkah operasi ini ditangani oleh dokter non-muhrim? Dan apakah anak yang dilahirkan adalah anak suami-istri, pemilik sperma dan sel telur?
      Jika tidak diperbolehkan, apakah ada pengecualian jika hal itu menentukan kelangsungan kehidupan rumah tangga pasangan tersebut?
      JAWAB: Praktek itu sendiri tidak dilarang. Namun, segala tindakan pendahuluan yang haram secara syar’i wajib dihindari, seperti perbuatan menyentuh dan melihat (aurat) yang diharamkan.
      Bayi yang dilahirkan melalui operasi tersebut dianggap sebagai anak pasangan suami-istri pemilik sperma dan sel telur.
      Hukum tentang diperbolehkannya operasi tersebut telah dijelaskan di atas.


      SOAL 1221: Sebagian wanita (istri) dikarenakan tidak memiliki sel telur yang dibutuhkan untuk proses pembuahan, terpaksa berpisah atau menghadapi problem rumah tangga dan psikologis karena tidak mampu mengatasi penyakit tersebut dan mandul (tidak dapat hamil).
      Bolehkah menggunakan sel telur perempuan lain untuk melakukan pembuahan dengan sel sperma suami di luar rahim melalui metode saintis kemudian memindahkannya ke dalam rahim istri?
      JAWAB: Walaupun perbuatan itu sendiri tidak bermasalah secara syar’i, namun bayi yang lahir  dengan cara ini menjadi anak pemilik sperma (suami wanita yang mandul) dan pemilik  sel telur (wanita lain). Bayi tidak dianggap sebagai anak si pemilik rahim (istrinya sendiri). Oleh sebab itu, keduanya hendaknya memperhatikan prinsip ihtiyath (kehati-hatian) berkenaan dengan hukum syar’i yang berhubungan dengan nasab (keturunan).

      SOAL 1222: Jika sperma suami telah tersimpan, dan setelah kematiannya dikawinkan dengan sel telur istri, lalu diletakkan di rahimnya, maka 1) Apakah perbuatan tersebut boleh dilakukan secara syar’i?, 2) Apakah yang lahir itu adalah anak suaminya (yang telah wafat) dan terkait dengannya secara syar’i?, dan 3) Apakah bayi tersebut menjadi pewaris pemilik sperma?
      JAWAB: Perbuatan itu sendiri diperbolehkan. Bayi yang lahir menjadi anak pemilik sel telur dan rahim. Begitu juga menjadi anak pemilik sel sperma, namun tidak mewarisinya.

      SOAL 1223: Bolehkah mengawinkan sel telur istri seorang lelaki mandul dengan sperma lelaki non-muhrim (lain) dan meletakkannya dalam rahimnya?
      JAWAB: Tidak ada halangan syar’i -pada dasarnya- mengawinkan sel telur si wanita dengan sperma lelaki non-muhrim. Namun, wajib menghindari tindakan-tindakan pendahuluan yang diharamkan, seperti memandang dan menyentuh dengan cara yang haram dan lain sebagainya. Dalam kondisi bagaimana pun, jika bayi lahir dengan cara ini, maka dia bukanlah anak suaminya, melainkan anak pemilik sperma dan wanita pemilik sel telur dan rahim itu sendiri.

      SOAL 1224: Bolehkah wanita bersuami yang tidak mempunyai sel telur karena telah memasuki usia manoupouse, atau sebab lainnya, memindahkan sel telur istri kedua (madunya) setelah dikawinkan dengan sperma suaminya ke dalam rahimnya? Dan adakah perbedaan antara istri kedua dalam perkawinan permanen dan istri dalam perkawinan temporal?
      Anak siapakah bayi yang dilahirkan, wanita pemilik sel telur, ataukah wanita pemilik rahim?
      Dan bolehkah perbuatan tersebut dilakukan, jika sel telur istri lain diperlukan karena sel telur wanita pemilik rahim sangat lemah sehingga dikhawatirkan jika dibuahi dengan sperma suami, anaknya akan lahir cacat?
      JAWAB: Tidak ada halangan syar’i untuk pembuatan itu sendiri, dan tidak ada perbedaan hukum antara keduanya baik keduanya merupakan istri permanen atau pun istri temporal, atau salah satunya istri permanen dan yang lain istri temporal.
      Bayi menjadi anak sang pemilik sperma dan pemilik sel telur, dan juga bukan sebagai anak pemilik rahim. Karenanya, pemililk rahim hendaknya memperhatikan prinsip ihtiyath (kehati-hatian) dalam menerapkan konsekuensi hukum keturunan atas dirinya.
      Hukum tentang diperbolehkannya tindakan ini telah dijelaskan di atas.


      SOAL 1225: Bolehkah mengawinkan sel telur istri dengan sperma suaminya yang telah wafat dalam situasi-situasi berikut:
      • Setelah suami wafat dan masa “iddah” istri belum berakhir?
      • Setelah suami wafat dan masa “iddah” istri telah berakhir?
      • Jika ia (wanita) kawin dengan suami yang lain setelah suami pertama wafat, apakah ia boleh mengawinkan sel telurnya dengan sperma suami pertamanya yang telah wafat?
      • Apakah ia diperbolehkan mengawinkan sel telurnya dengan sperma suami pertama setelah suami kedua wafat?
      JAWAB: Perbuatan itu sendiri tidak dilarang, tanpa membedakan masa iddahnya belum atau telah berakhir, sudah atau tidak kawin lagi, juga dengan sperma suami pertama setelah wafatnya suami kedua atau saat dia masih hidup. Namun, jika suami kedua masih hidup, dia harus memperoleh izin dan restu darinya.

      SOAL 1226:  Saat ini sel telur yang subur di luar rahim dapat dipelihara dalam tabung-tabung khusus agar tetap hidup dan agar dapat diletakkan dalam rahim pemilik sel telur saat dibutuhkan. Apakah pekerjaan semacam ini diperbolehkan?
      JAWAB: Tindakan itu sendiri diperbolehkan.
    • GANTI KELAMIN
    • OTOPSI DAN CANGKOK ORGAN
    • KHITAN
    • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR
  • ETIKA BELAJAR DAN MENGAJAR
  • HAK CIPTA
  • TRANSAKSI DENGAN NON-MUSLIM
  • BEKERJA DI NEGARA ZALIM
  • BUSANA
  • MENIRU NON MUSLIM DAN MENYEBARKAN BUDAYA MEREKA
  • BERHIJRAH
  • ROKOK DAN NARKOTIKA
  • JENGGOT DAN KUMIS
  • BERADA DI LOKASI DAN TEMPAT MAKSIAT
  • JIMAT DAN ISTIKHARAH
  • MENGHIDUPKAN ACARA KEAGAMAAN
  • Jual-beli Fudhuli
  • Para Pemilik dan Hak Menjual
  • Syara-syarat Barang yang Diperjual-belikan
  • Syarat-syarat Akad (Kontrak Transaksi)
  • Barang-barang yang Diikutsertakan dalam Jual-beli (Tawabi’)
  • Serah Terima Barang dan Uang
  • Jual-beli Tunai dan Kredit
  • Jual-beli Salaf
  • Jual-beli Emas, Perak dan Uang
  • Berbagai Masalah Perniagaan
  • KHIYAR
  • RIBA
  • KEPEMILIKAN BERSAMA (SYUF’AH)
  • SEWA-MENYEWA
  • GADAI (RAHN)
  • PATUNGAN MODAL (SYIRKAH)
  • HIBAH
  • HUTANG-PIUTANG
  • SHULUH
  • AGENSI, PERWAKILAN DAN PENGACARA
  • SEDEKAH
  • PINJAMAN DAN PENITIPAN
  • WASIAT
  • GHASAB
  • MAHJUR DAN TANDA-TANDA BALIG
  • MUDHARABAH
  • PERBANKAN
  • Hadiah Bank
  • Bekerja di Bank
  • Hukum Cek dan Giro
  • ASURANSI
  • ASET NEGARA
  • Pegawai Negeri
  • WAKAF
  • Hukum-hukum Wakaf
  • Syarat-syarat Wakaf
  • Syarat-syarat Penanggung jawab Wakaf
  • Syarat-Syarat Barang Yang Diwakafkan
  • Syarat-Syarat Penerima Wakaf
  • Sigat (pernyataan) Wakaf
  • Menjual Barang Wakaf dan Mengubahnya
  • KUBURAN
700 /