Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Fikih Praktis Shalat dan Puasa

  • Shalat
    • Shalat-Shalat Wajib
    • Shalat-shalat Harian
    • Waktu Shalat Subuh
    • Waktu Shalat Dhuhur dan Ashar
    • Waktu Shalat Maghrib dan Shalat Isya
    • Hukum-hukum Waktu Shalat
    • Ketertiban Shalat
    • Shalat-shalat Sunnah atau Mustahab
    • Kiblat
    • Pakaian dalam Shalat
    • Syarat-syarat Tempat Shalat
    • Hukum-hukum Masjid
    • Adzan dan Iqamah
    • Kewajiban-kewajiban Shalat
    • Qunut
    • Bacaan-bacaan Selepas Shalat (Ta’qibat)
    • Terjemahan Shalat
    • Hal-hal yang Membatalkan Shalat
    • Keraguan-keraguan Shalat
    • Sujud Sahwi
    • Mengganti (qadha) sujud dan tasyahud yang lupa
    • Shalat Musafir (dalam Perjalanan)
      • Syarat pertama: jarak syar’i
      • Syarat kedua: Niat Menempuh Jarak Syar’i
      • Syarat ketiga: Kesinambungan niat menempuh jarak syar’i
      • Syarat keempat: Tidak melintasi wathan atau tempat tinggal
      • Syarat kelima: Perjalanannya Diperbolehkan (bukan perjalanan haram)
        • Kebolehan Perjalanan bersifat kontinuitas
          Berkas yang Dicetak  ;  PDF
           
          Kebolehan Perjalanan bersifat kontinuitas
           
          Masalah 457) Syarat kebolehan bepergian untuk shalat qashar tidak hanya di awal perjalanan, tetapi harus ada selama perjalanan. Oleh karena itu, jika dalam perjalanan seseorang merubah niatnya menjadi niat maksiat, maka perjalanannya menjadi haram dan shalatnya harus dikerjakan dengan sempurna; meskipun telah menempuh jalan sejauh jarak syar’i.
          Masalah 458) Jika seseorang memulai dengan perjalanan mubah (boleh) dan di tengah perjalanan (sebelum mencapai delapan farsakh) ia melakukan shalat qashar sesuai dengan kewajibannya, lalu niatnya berubah menjadi niat perjalanan haram, maka shalat qashar yang telah dilakukannya harus diulang dengan shalat sempurna pada waktu pengulangan dan meng-qadhanya jika di luar waktu.*
          * Namun, jika mengganti niat setelah mencapai delapan farsakh, maka shalat yang dikerjakannya dalam bentuk qashar adalah benar dan sah.
          Masalah 459) Jika seseorang melakukan perjalanan mubah dan setelah sampai di tujuan ia berniat untuk melakukan perjalanan baru yang terlarang atau haram (misalnya, kembali ke rumahnya dengan niat melarikan diri dari medan jihad), maka dalam kasus ini shalatnya sempurna dari sejak ia berniat melakukan perjalanan haram (melarikan diri dari medan jihad). Meskipun, dalam selang waktu antara niat haram hingga dimulainya perjalanan, berdasarkan ihtiyat mustahab untuk menggabungkan antara shalat qashar dan shalat sempurna.
          Masalah 460) Jika seseorang memulai perjalanan dengan niat mubah (diperbolehkan), dan setelah menempuh jarak syar’i di tempat ia berhenti, niatnya berubah menjadi haram, jika ia ingin menunaikan shalat sebelum berangkat, maka ia harus menunaikan shalat secara sempurna; meskipun ihtiyat mustahab untuk menunaikan shalat secara sempurna dan juga secara qashar.
          Masalah 461) Jika seseorang memulai perjalanan dengan niat mubah, dan setelah menempuh sebagian rute, ia berniat maksiat dan menempuh sebagian rutenya dengan niat ini, lalu menyesal dan kembali berniat mubah, jika total jarak -selain jumlah yang ditempuh dengan niat maksiat– sebanyak delapan farsakh, maka yang lebih kuat ialah shalat dikerjakan secara qashar.
          Masalah 462) Jika seseorang bepergian untuk tujuan mubah, seperti untuk melakukan bisnis atau pariwisata, tetapi di tengah perjalanan ketika telah menempuh jarak tertentu selain berniat yang mubah ia juga berniat yang haram, maka shalatnya sempurna pada bagian perjalanan tersebut yang merupakan gabungan dari yang haram dan mubah; kendatipun ahwath (lebih hati-hatinya) ialah juga wajib menunaikan shalat dengan cara qashar; dan pada sisa perjalanan, yang hanya sifatnya mubah, jika sesuai dengan jarak syar’i (walaupun digabungkan dengan bagian pertama perjalanan yang sifatnya mubah itu) maka shalatnya qashar.
          Masalah 463) Seseorang yang berniat melakukan maksiat di awal perjalanan, jika ia menyesalinya di tengah perjalanan dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan untuk tujuan yang diperbolehkan (mubah), jika sisa perjalanannya delapan farsakh (memanjang atau gabungan), maka shalat dilakukan secara qashar, jika tidak maka shalat dilakukan secara sempurna; kecuali jika (jarak) kembali adalah delapan farsakh, dimana pada kondisi ini shalatnya sejak ia kembali berniat mubah adalah shalat qashar.
          Masalah 464) Pada asumsi masalah sebelumnya, jika di tempat ia berhenti membatalkan niat maksiatnya, ia ingin menunaikan shalat di sana (sebelum bergerak berangkat), maka shalatnya sempurna, meskipun dalam hal ini ihtiyat untuk melakukan keduanya yaitu menggabungkan antara shalat qashar dan sempurna.
          Masalah 465) Bepergian untuk bersenang-senang hukumnya tidak haram, dan shalat pada kondisi ini dilakukan secara qashar.
          Masalah 466) Dalam perjalanan maksiat dan dosa, nafilah (shalat sunnah) untuk shalat Dzuhur, Ashar dan Maghrib tidak gugur dan boleh dikerjakan.
          Masalah 467) Dalam perjalanan maksiat menghadiri shalat Jumat tidak menjadi gugur.

           

        • Pulang dari perjalanan maksiat
        • Perjalanan Untuk Berburu
      • Syarat Keenam: Memiliki Tempat Tetap
      • Syarat Ketujuh: Perjalanan Bukan Merupakan Pekerjaan atau Profesinya
      • Syarat kedelapan: Tiba di Batas Tarakhkhush
      • Hal-hal yang Memutus Perjalanan
      • Hukum Shalat-shalat Nafilah dalam Perjalanan
      • Hukum Mengerjakan Shalat Sempurna di Tempat yang Kewajibannya Shalat Qashar
      • Hukum Menunaikan Shalat Qashar di Tempat yang Kewajibannya Shalat Sempurna
      • Berbagai Masalah
    • Shalat Qadha
    • Shalat Istijarah
    • Shalat Qadha untuk Orang Tua
    • Shalat-Shalat Ayat
    • Shalat Idul Fitri dan Idul Qurban
    • Shalat Berjamaah
    • Shalat Jumat
  • Ibadah Puasa
700 /