Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Fikih Praktis Shalat dan Puasa

  • Shalat
    • Shalat-Shalat Wajib
    • Shalat-shalat Harian
    • Waktu Shalat Subuh
    • Waktu Shalat Dhuhur dan Ashar
    • Waktu Shalat Maghrib dan Shalat Isya
    • Hukum-hukum Waktu Shalat
    • Ketertiban Shalat
    • Shalat-shalat Sunnah atau Mustahab
    • Kiblat
    • Pakaian dalam Shalat
    • Syarat-syarat Tempat Shalat
    • Hukum-hukum Masjid
    • Adzan dan Iqamah
    • Kewajiban-kewajiban Shalat
    • Qunut
    • Bacaan-bacaan Selepas Shalat (Ta’qibat)
    • Terjemahan Shalat
    • Hal-hal yang Membatalkan Shalat
    • Keraguan-keraguan Shalat
    • Sujud Sahwi
    • Mengganti (qadha) sujud dan tasyahud yang lupa
    • Shalat Musafir (dalam Perjalanan)
      • Syarat pertama: jarak syar’i
      • Syarat kedua: Niat Menempuh Jarak Syar’i
      • Syarat ketiga: Kesinambungan niat menempuh jarak syar’i
      • Syarat keempat: Tidak melintasi wathan atau tempat tinggal
      • Syarat kelima: Perjalanannya Diperbolehkan (bukan perjalanan haram)
      • Syarat Keenam: Memiliki Tempat Tetap
      • Syarat Ketujuh: Perjalanan Bukan Merupakan Pekerjaan atau Profesinya
        Berkas yang Dicetak  ;  PDF
         
        Syarat Ketujuh: Perjalanan Bukan Merupakan Pekerjaan atau Profesinya
         
        Masalah 478) Salah satu syarat dimana shalat menjadi qashar dalam perjalanan adalah perjalanan tersebut bukan merupakan profesi, dengan demikian jika perjalanan tersebut merupakan profesi; baik kekuatan profesi ada pada bepergian, seperti sopir atau pilot pesawat, atau bepergian merupakan pendahuluan profesi, seperti perjalanan yang dilakukan oleh seorang dokter atau guru untuk tugas dan profesinya, maka shalat dalam perjalanan itu dikerjakan secara sempurna dan puasanya sah.
        Masalah 479) Jika profesi seseorang bukanlah melakukan perjalanan; maka sekalipun ia melakukan banyak perjalanan, shalatnya tetap dikerjakan secara qashar, baik dari awal ia mempunyai niat untuk melakukan banyak perjalanan; seperti seseorang yang berniat melakukan ziarah dari Teheran ke Masjid Jamkaran (Qom) selama 40 Jumat, atau tanpa niat itu dan secara kebetulan melakukan banyak perjalanan; seperti seorang yang sakit dan harus bepergian ke kota secara rutin untuk berobat.
        Masalah 480) Ada tiga syarat yang harus dipenuhi supaya bisa dikatakan bahwa “perjalanan merupakan profesi”:
        1. Berniat melakukan perjalanan profesi;
        2. Memulai perjalanan profesi;
        3. Niat menerus dalam perjalanan profesi.
        Masalah 481) Yang menjadi tolok ukur bahwa bepergian dianggap sebagai suatu profesi adalah ‘urf (pandangan umum), dan jika terdapat keraguan pada suatu kasus mengenai apakah menurut ‘urf dianggap profesi atau bukan, maka shalatnya dikerjakan secara qashar dan puasa tidak sah.
        Masalah 482) Perjalanan yang dikatakan sebagai profesi, tidak bergantung pada uang dan rejeki yang dihasilkan darinya; oleh karena itu, seorang guru yang melakukan perjalanan untuk mengajar secara cuma-cuma, juga dianggap sebagai profesi baginya, sehingga shalatnya dalam perjalanan tersebut harus dilakukan secara sempurna.
        Masalah 483) Setelah syarat-syarat di atas terpenuhi, maka hukum perjalanan berlaku sejak awal melakukan perjalanan profesi, dan shalat pada saat itu dikerjakan secara sempurna dan sah untuk berpuasa.
        Masalah 484) Jika bepergian untuk menuntut ilmu merupakan bagian dari profesi; misalnya ada sebuah pelatihan yang dibuat untuk karyawan seorang dan ia melakukan perjalanan untuk mengikuti pelatihan tersebut, maka shalatnya dikerjakan secara sempurna.
        Masalah 485) Seorang pelajar yang melakukan perjalanan menuntut ilmu untuk mendapatkan pekerjaan di masa yang akan datang, maka berdasarkan ihtiyat wajib, ia harus melakukan shalat secara sempurna dan secara qashar, berpuasa dalam perjalanan belajar, dan juga meng-qadhanya.
        Masalah 486) Jika menuntut ilmu dan bergabung dengan suatu komunitas dimana nama komunitas tersebut merupakan profesi; seperti pelajar agama yang sejak awal pendidikannya diberi gelar “ulama”, atau para mahasiswa perguruan tinggi yang mendapat pangkat dan disebut “perwira” setelah menyelesaikan beberapa bulan pelatihan dan pendidikan di universitas, maka jenis belajar seperti ini dianggap sebagai profesi, dan dalam perjalanan melakukan studi, mereka harus menunaikan shalat secara sempurna dan juga berpuasa.
        Masalah 487) Jika mukallaf hanya melakukan satu perjalanan jauh untuk pekerjaannya, seperti perjalanan laut yang panjang, bukan tidak mungkin hal itu oleh ‘urf dianggap sebagai pekerjaan, sehingga shalatnya pun harus dilakukan secara sempurna meski ia tidak berniat melanjutkannya; artinya sebuah perjalanan panjang menggantikan niat kontinuitas.
        Masalah 488) Seseorang yang mempunyai sebuah pekerjaan dimana sekali dalam setahun berlangsung lama, misalnya satu bulan; seperti pemimpin jamaah haji, jika ia berencana melakukan profesi ini setiap tahun, maka shalatnya dikerjakan secara sempurna bahkan termasuk di perjalanan pertama. Namun jika tidak berniat melanjutkan, maka shalatnya dikerjakan secara qashar.
        Masalah 489) Seseorang yang pada sebagian tahun memiliki perjalanan kerja dan niatnya adalah untuk melakukannya setiap tahun, seperti mengemudi dalam satu atau dua bulan musim panas, perjalanannya ini berstatus perjalanan kerja dan shalatnya sempurna sejak perjalanan pertama.
        Masalah 490) Seseorang yang ingin bekerja hanya sekali pada satu penggalan tahun dan tidak berniat untuk melanjutkannya di tahun-tahun mendatang, jika masa kerjanya berlangsung setidaknya tiga bulan secara normal dan terus menerus (yaitu hanya libur pada hari-hari yang biasanya mereka libur; seperti pada hari-hari besar dan hari berkabung) shalatnya dilakukan secara sempurna termasuk pada perjalanan pertama, tetapi jika jangka waktunya tidak lama, misalnya ia ingin melakukan pekerjaan ini hanya selama sebulan, maka hal seperti ini tidak jelas bagi ‘urf (tradisi) untuk dikatakan sebagai perjalanan kerja, dan ketika ragu tentang hal ini maka shalatnya dikerjakan secara qashar.
        Masalah 491) Seseorang yang pekerjaan dan profesinya melakukan perjalanan ke luar kota kurang dari jarak syar’i; seperti sebagian supir taksi, jika kebetulan ia menempuh jarak yang sesuai dengan jarak syar’i untuk pekerjaan yang sama, maka perjalanan itu tidak dianggap sebagai perjalanan kerja, jadi shalatnya dikerjakan secara qashar.
        Masalah 492) Seseorang yang pekerjaannya bepergian (baik kelanjutan dari pekerjaan adalah perjalanan atau perjalanan merupakan pendahuluan dari pekerjaan), jika ia melakukan perjalanan yang bukan pekerjaan, meskipun tujuannya adalah ke tempat kerjanya, maka shalatnya dilakukan secara qashar.
        Masalah 493) Dengan asumsi masalah sebelumnya, jika seseorang pergi ke tempat kerja untuk selain profesinya, tetapi ia memutuskan untuk tinggal di sana karena pekerjaannya, maka selama ia berada di sana, hingga pergi bekerja, setelah bekerja dan pada saat kembali dari bekerja, shalatnya dikerjakan secara sempurna, meskipun ihtiyat (hati-hati) nya, selama ia berada di sana hingga pergi bekerja hendaknya menunaikan shalat secara sempurna dan juga secara qashar.
        Masalah 494) Seseorang yang pekerjaannya bepergian, jika ia tinggal selama sepuluh hari baik di wathan ataupun non-watan, dengan niat ataupun tanpa niat, maka pada safar pertama setelah sepuluh hari, ia harus mengqashar shalatnya.
        Masalah 495) Seseorang yang pekerjaannya bepergian, jika ia tinggal selama sepuluh hari baik di wathan ataupun non-wathan kemudian melakukan perjalanan non-profesi, misalnya pergi berziarah, maka berdasarkan ihtiyat wajib, pada perjalanan profesi setelah perjalanan ziarah yang dilakukannya, shalatnya harus dilaksanakan secara sempurna dan juga secara qashar.
        Masalah 496) Seseorang yang pekerjaannya bepergian, jika ia ragu akan tinggal di suatu tempat selama sepuluh hari ataukah kurang dari itu, jika keraguannya berkaitan dengan ketidakpastian hari kedatangan ke tempat itu, maka ia harus menunaikan shalat secara sempurna pada hari pertama perjalanan kerjanya, dan jika keraguannya berkaitan dengan ketidakpastian keberangkatan, maka tugasnya adalah menunaikan shalat secara qashar.
        Masalah 497) Jika seseorang yang pekerjaannya bepergian memiliki satu tujuan dalam perjalanan kerjanya dan tinggal di suatu tempat selama sepuluh hari sebelum sampai ke tujuannya, maka kelanjutan perjalanan ke tujuan dengan jalur pulang ke tempat tinggalnya (wathan) dianggap sebagai perjalanan pertama dan ia harus menunaikan shalat secara qashar.
        Masalah 498) Pada asumsi masalah sebelumnya, jika ia memiliki beberapa tujuan, maka perjalanan pertama (setelah tinggal selama sepuluh hari) akan berakhir ketika sampai pada tujuan pertama, dan ketika ia berangkat menuju ke tujuan kedua, maka perjalanan ini dihitung sebagai perjalanan kedua dan shalatnya dikerjakan secara sempurna.
        Masalah 499) Dalam perjalanan kerja yang shalatnya dilakukan secara sempurna dan puasanya sah, tidak ada bedanya apakah rutenya, atau jenis pekerjaannya, atau sarana perjalanannya, sama ataukah beda dengan sebelumnya.
        Masalah 500) Seseorang yang pekerjaannya mengemudi, jika kendaraannya mogok atau rusak setelah ia memulai pekerjaannya dan untuk memperbaiki dan membeli perlengkapan ia musti menempuh jarak syar’i, maka perjalanan ini juga termasuk perjalanan kerja dan shalatnya dikerjakan secara sempurna.
        Masalah 501) Pada asumsi permasalahan sebelumnya, jika mobil mogok terjadi sebelum ia mulai bekerja dan untuk memperbaiki dan membeli perlengkapan musti menempuh jarak syar’i, maka shalatnya dalam perjalanan ini dilakukan secara qashar.
        Masalah 502) Seseorang yang pekerjaannya bepergian, jika ia melakukan perjalanan bukan karena pekerjaan, maka shalatnya dilakukan secara qashar. Misalnya, seseorang yang pekerjaannya mengantar penumpang dari satu kota ke kota lain, jika ia pergi untuk berhaji atau berziarah ke makam-makam suci, maka ia harus melakukan shalatnya secara qashar, tetapi jika ia melakukan hal pribadi seperti ziarah, dalam perjalanan kerjanya, baik tujuan utama adalah hal pribadi, dan mengambil penumpang adalah pekerjaan sampingan atau sebaliknya, atau kedua tujuan itu sama, maka shalatnya dilakukan secara sempurna.
        Masalah 503) Seseorang yang pekerjaannya bepergian, jika ia melakukan perjalanan non-kerja dan ingin berangkat kerja dari sana, jika ia tidak berhenti di sana selama sepuluh hari (baik dengan niat atau tanpa niat), maka di perjalanan menuju tempat kerja ia harus melakukan shalatnya secara sempurna.
        Masalah 504) Seseorang yang pekerjaannya bepergian; maka pada perjalanan kembali dari kerja, ia harus menunaikan shalatnya secara sempurna, tetapi jika ia tinggal selama beberapa hari (kurang dari sepuluh hari) untuk tujuan non-kerja seperti berziarah atau rekreasi dan kemudian kembali, maka sesuai ihtiyat wajib pada perjalanan kembali ia harus menunaikan shalat dengan qashar dan juga sempurna.
        Masalah 505) Jika seseorang yang pekerjaannya bepergian melakukan perjalanan terakhir untuk pekerjaannya atau ia berhenti bekerja di tengah perjalanan dan perjalanannya ini menjadi dasar pekerjaannya; seperti mengemudi, maka dalam perjalanan pulang dari perjalanan yang terakhir ini, jika ia tidak membawa penumpang, kepulangannya tidak dianggap sebagai perjalanan kerja, dan shalatnya dikerjakan secara qashar, baik ia kembali dengan mobilnya sendiri atau dengan cara lain, dan jika perjalanan tersebut merupakan pendahuluan dari pekerjaannya, maka ketika kembali dari perjalanan terakhir, berdasarkan ihtiyat wajib, ia harus menunaikan shalat secara sempurna dan juga secara qashar.

         

      • Syarat kedelapan: Tiba di Batas Tarakhkhush
      • Hal-hal yang Memutus Perjalanan
      • Hukum Shalat-shalat Nafilah dalam Perjalanan
      • Hukum Mengerjakan Shalat Sempurna di Tempat yang Kewajibannya Shalat Qashar
      • Hukum Menunaikan Shalat Qashar di Tempat yang Kewajibannya Shalat Sempurna
      • Berbagai Masalah
    • Shalat Qadha
    • Shalat Istijarah
    • Shalat Qadha untuk Orang Tua
    • Shalat-Shalat Ayat
    • Shalat Idul Fitri dan Idul Qurban
    • Shalat Berjamaah
    • Shalat Jumat
  • Ibadah Puasa
700 /