Terima:
Fikih Praktis Shalat dan Puasa
- Shalat
- Ibadah Puasa
- Syarat-syarat Wajib Puasa dan Keabsahannya
Syarat-syarat Wajib Puasa dan Keabsahannya
Masalah 787) Syarat-syarat wajibnya puasa adalah: 1. Baligh; 2. Berakal; 3. Mampu; 4. Sadar; 5. Tidak bepergian; 6. Tidak haid dan nifas; 7. Puasa tidak berbahaya; 8. Puasa tidak memberatkan.
Masalah 788) Puasa menjadi wajib bagi orang yang memenuhi syarat-syarat di atas, dengan demikian bagi anak yang belum baligh, orang gila, orang yang tidak sadarkan diri, orang yang tidak mampu berpuasa, musafir, perempuan haid dan nifas dan orang yang berpuasa berbahaya baginya atau memberatkannya (kesulitan besar), tidak wajib untuk berpuasa.
Masalah 789) Jika seorang anak mencapai usia baligh sebelum adzan Subuh di bulan Ramadhan, maka ia harus berpuasa, tetapi jika ia mencapai usia baligh setelah adzan, maka puasa pada hari itu tidak wajib baginya.
Masalah 790) Anak perempuan yang baru berusia baligh* wajib untuk berpuasa dan tidak ada kebolehan meninggalkannya hanya sekedar karena kesulitan, lemah fisik, dan lain-lain, kecuali jika puasa itu berbahaya bagi mereka atau menahannya disertai dengan kesulitan besar.
*Yang menurut pendapat masyhur adalah selesainya sembilan tahun Qamariah (setara dengan 8 tahun, 8 bulan dan 23 hari hijriah syamsiah).
Masalah 791) Puasa perempuan haid atau nifas tidak sah; sekalipun ia haid atau melahirkan beberapa saat sebelum Maghrib, demikian pula jika ia suci beberapa saat setelah terbit fajar.
Masalah 792) Seseorang yang mengetahui bahwa puasa itu berbahaya baginya atau ada kemungkinan logis akan berbahaya (yakni takut bahwa itu berbahaya), maka puasa menjadi tidak wajib baginya, bahkan dalam beberapa kasus justru menjadi haram, baik kepastian dan ketakutan ini diperoleh dari pengalaman pribadi atau dari perkataan dokter yang terpercaya atau dari sumber lain yang rasional, dan jika ia berpuasa, maka puasanya tidak sah; kecuali jika ia berpuasa dengan niat qurbatan ilallah dan kemudian ternyata tidak berbahaya.
Masalah 793) Seseorang yang meyakini bahwa puasa tidak membahayakan dirinya, jika ia berpuasa dan setelah Maghrib menyadari bahwa puasa telah membahayakan dirinya, maka puasanya batal dan ia harus mengganti atau mengqadhanya.
Masalah 794) Mengenali efek puasa dalam menyebabkan atau memperparah penyakit dan ketidakmampuan untuk berpuasa atau bahaya tidaknya puasa menjadi tanggungjawab mukalaf. Oleh karena itu, jika dokter mengatakan bahwa puasa berbahaya, tetapi kata-kata ini tidak membuatnya percaya atau khawatir akan bahaya, atau melalui pengalamannya ia mengetahui bahwa puasa tidak berbahaya baginya, maka ia harus berpuasa, demikian juga jika dokter mengatakan bahwa puasa tidak berbahaya, tetapi mukalaf mengetahui bahwa puasa itu berbahaya atau ada rasa khawatir akan berbahaya baginya yang sifatnya rasional, maka ia tidak boleh berpuasa, dan berpuasa haram baginya.
Masalah 795) Jika orang sakit sembuh di pertengahan hari bulan Ramadhan, maka ia tidak wajib berniat puasa ataupun berpuasa pada hari itu, tetapi jika ia sembuh sebelum Dzuhur dan belum melakukan sesuatu yang membatalkan puasa, maka ihtiyat mustahab untuk berniat puasa, dan setelah bulan Ramadhan, ia harus mengganti atau mengqadhanya.
Masalah 796) Agar puasa mustahab sah, maka musti seseorang tidak punya tanggungan puasa qadha bulan Ramadhan dan juga berdasarkan ihtiyat wajib tidak punya tanggungan puasa wajib lain.
Masalah 797) Seseorang yang masih mempunyai kewajiban puasa qadha dan ia tidak mengetahui bahwa jika masih ada puasa qadha maka puasa mustahab dihukumi batal, jika ia berpuasa dengan niat puasa sunnah maka puasanya batal dan juga tidak terhitung sebagai puasa qadha.
Masalah 798) Seseorang yang tidak mengetahui apakah ia memiliki tanggungan puasa qadha atau tidak, jika ia berpuasa dengan niat apa yang menjadi kewajibannya (baik puasa qadha maupun puasa sunnah) dan ternyata puasa qadha yang merupakan tanggung jawabnya, maka puasanya itu terhitung sebagai puasa qadha.
Masalah 799) Seseorang yang mempunyai kewajiban puasa qadha Ramadhan, jika ia lupa akan hal tersebut dan berpuasa dengan niat puasa sunnah, maka jika ia mengingatnya di pertengahan hari, maka puasa sunnahnya batal. Tentu jika ia mengingatnya sebelum Dzuhur, maka ia dapat berniat puasa qadha Ramadhan, tetapi jika setelah Dzuhur maka niat puasa qadha pun tidak sah.
- Kewajiban-kewajiban dalam Berpuasa
- 1. Niat
- 2. Menghindari Hal-hal yang Membatalkan Puasa
- 1. Makan dan Minum
1. Makan dan Minum
Masalah 818) Jika orang yang berpuasa secara sengaja dan sadar makan atau minum sesuatu, maka puasanya batal, baik itu dari makanan dan minuman biasa atau bukan makanan; seperti kertas, kain dan sejenisnya, dan baik sedikit ataupun banyak, seperti tetesan-tetesan air atau remahan roti.
Masalah 819) Jika orang yang berpuasa tidak sengaja makan atau minum sesuatu, maka puasanya tidak batal; baik puasa itu wajib atau mustahab.
Masalah 820) Jika orang yang berpuasa dengan sengaja menelan makanan yang tersangkut di giginya, maka puasanya batal. Tetapi jika ia tidak mengetahui bahwa ada makanan yang tersangkut di gigi dan atau ia menelannya tanpa sengaja dan tanpa perhatian, maka puasanya tidak batal.
Masalah 821) Menelan air ludah tidak membatalkan puasa.
Masalah 822) Menelan dahak sebelum sampai ke mulut tidak membatalkan puasa, tetapi jika telah masuk ke mulut, ihtiyat wajib untuk tidak menelannya.
Masalah 823) Berdasarkan ihtiyat wajib, orang yang berpuasa harus menghindari suntik penguat, suntik melalui pembuluh darah, dan semua jenis infus, tetapi menyuntikkan sesuatu yang bukan penguat ke dalam otot; seperti antibiotik atau obat penghilang rasa sakit serta obat yang dioleskan pada luka dan cedera, tidak bermasalah.
Masalah 824) Berdasarkan ihtiyat wajib, orang yang berpuasa harus menghindari asap dari segala jenis tembakau dan obat-obatan narkotika yang dihirup melalui hidung atau diisap di bawah lidah.
Masalah 825) Tidak masalah meminum pil dan sejenisnya jika darurat untuk mengobati penyakit, akan tetapi puasanya batal dan harus mengqadhanya.
Masalah 826) Jika tablet yang ditempatkan di bawah lidah bercampur dengan air liur maka puasanya akan sah ketika dibuang keluar.
Masalah 827) Jika saat sedang makan seseorang menyadari bahwa hari sudah pagi, maka ia harus segera mengeluarkan makanan dari mulutnya, dan jika ia menelannya dengan sengaja, puasanya batal.
Masalah 828) Darah yang keluar dari mulut tidak membatalkan puasa, tetapi wajib mencegahnya sampai ke tenggorokan.
Masalah 829) Darah gusi dan gigi jika bercampur dan larut dalam air ludah, maka dihukumi suci, dan menelannya tidak membatalkan puasa. Demikian juga, jika ada keraguan tentang adanya darah dalam ludah, maka tidak ada masalah menelannya, dan puasa dihukumi sah.
Masalah 830) Mengunyahkan makanan untuk anak, mencicipi makanan dan sejenisnya, yang biasanya tidak sampai ke tenggorokan, tidak membatalkan puasa, meskipun secara tidak sengaja sampai ke tenggorokan dan menelannya; tetapi jika dari awal ia mengetahui makanan akan sampai ke tenggorokan dan kemudian tertelan, maka puasanya batal.
Masalah 831) Seseorang tidak dapat berbuka puasa karena alasan lemah, tetapi jika kelemahannya sedemikian sehingga ia tidak dapat menahannya, maka ia dapat berbuka dan kemudian mengqadhanya.
- 2. Hubungan Seksual
2. Hubungan Seksual
Masalah 832) Hubungan seksual membatalkan puasa, meskipun air mani tidak keluar.
Masalah 833) Jika seseorang lupa bahwa ia sedang berpuasa dan melakukan persetubuhan, maka puasanya tidak batal, tetapi begitu mengingatnya, ia harus segera meninggalkan persetubuhan, jika tidak maka puasanya batal.
- 3. Masturbasi (Memuaskan Seksual Sendiri)
3. Masturbasi (Memuaskan Seksual Sendiri)
Masalah 834) Jika orang yang berpuasa dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan air maninya keluar, maka puasanya batal.
Masalah 835) Jika seseorang melakukan sesuatu dengan niat untuk mengeluarkan mani namun mani tidak keluar, berdasarkan ihtiyat wajib, ia harus menyelesaikan puasanya kemudian mengqadhanya.
Masalah 836) Jika air mani keluar dari orang yang berpuasa tanpa sengaja, baik pada saat tidur atau terjaga, maka puasanya tidak batal.
Masalah 837) Muhtalim* di siang hari tidak membatalkan puasa, dan jika orang yang berpuasa mengetahui bahwa dengan tidur ia akan bermimpi basah, ia tetap diperbolehkan untuk tidur.
* Keluar air mani pada saat tidur.
Masalah 838) Jika orang yang berpuasa terbangun saat mani sedang keluar, maka ia tidak wajib mencegahnya.
Masalah 839) Jika orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dan hari-hari lainnya mengalami junub pada saat tidur, maka tidak wajib baginya untuk segera mandi setelah bangun tidur.
- 4. Tetap dalam Kondisi Junub, Haid dan Nifas Sampai Adzan Subuh
4. Tetap dalam Kondisi Junub, Haid dan Nifas Sampai Adzan Subuh
Masalah 840) Jika seseorang junub pada malam bulan Ramadhan, maka ia harus mandi sebelum adzan Subuh (terbit fajar), dan jika sengaja tidak mandi sampai waktu itu, maka puasanya tidak sah. Tentu saja, ia tetap harus menahan diri dari melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sampai waktu Maghrib.
Masalah 841) Jika seseorang junub pada malam bulan Ramadhan dan tanpa sengaja tidak mandi sampai adzan Subuh, seperti junub pada saat tidur dan tidurnya berlanjut sampai setelah adzan Subuh, maka puasanya sah.
Masalah 842) Seseorang yang ingin menjalankan puasa qadha, jika ia sengaja tidak mandi junub sampai terbit fajar, maka puasanya batal, dan jika tidak mandi tanpa sengaja, berdasarkan ihtiyat puasanya juga batal.
Masalah 843) Seseorang yang junub pada malam bulan Ramadhan dan mengetahui bahwa jika tidur ia akan bangun sebelum adzan Subuh, jika ia tidak berkehendak atau ragu-ragu untuk mandi setelah bangun, maka jika ia tidur dan ternyata tidak bangun, puasanya menjadi batal.
Masalah 844) Seseorang yang junub saat bangun atau bangun setelah junub dalam tidur (ihtilam) dan mengetahui bahwa jika ia tidur, tidak akan bangun sebelum adzan Subuh untuk mandi, maka tidak diperbolehkan tidur sebelum mandi, dan jika ia tidur dan tidak mandi sebelum adzan, maka puasanya batal, tetapi jika ia memperkirakan akan bangun sebelum adzan Subuh untuk mandi dan ia juga memutuskan akan mandi tetapi tidak bangun, maka puasanya sah, tetapi jika ia tidur lagi setelah bangun dan tidak bangun sampai pagi, maka ia harus mengqadha puasa hari itu.
Masalah 845) Jika pada bulan Ramadhan seseorang lupa mandi junub dan bangun pagi dalam keadaan junub, maka puasa hari itu sah, tetapi jika lupa tersebut berlangsung selama beberapa hari, maka ia harus mengqadha puasa di hari-hari yang ia lupa, tentu saja shalat-shalatnya juga batal.
Masalah 846) Seseorang yang ragu apakah tetap dalam keadaan junub akan membatalkan puasa ataukah tidak, dan ia berpuasa dalam kondisi junub, maka berdasarkan ihtiyat wajib, puasanya batal* dan ia harus mengqadha. Akan tetapi, jika ia yakin bahwa tetap dalam kondisi junub tidak membatalkan puasa dan ia berpuasa atas dasar itu, maka puasanya sah, meskipun ada baiknya untuk menjaga kehati-hatian (ihtiyat) dengan mengqadha puasa.
* Hal-hal yang berdasarkan ihtiyat wajib puasa dihukumi tidak sah atau batal, maka mukalaf harus berpuasa dan juga mengqadhanya.
Masalah 847) Seseorang yang pada malam bulan Ramadhan punya kewajiban mandi, jika ia tidak mandi karena waktu sempit, air membahayakan baginya atau sejenisnya, maka sebelum terbit fajar ia wajib melakukan tayammum sebagai pengganti mandi.
Masalah 848) Seseorang yang pada malam bulan Ramadhan tidak sempat mandi dan tayammum, jika ia membuat dirinya junub, maka puasanya batal dan wajib baginya untuk mengqadha dan membayar kafarah sengaja. Tetapi jika ia hanya memiliki waktu untuk bertayammum, jika ia membuat dirinya junub dan melakukan tayammum sebelum terbit fajar, maka puasanya sah.
Masalah 849) Seseorang yang kewajibannya bertayammum, dibolehkan baginya untuk junub pada malam-malam bulan suci Ramadhan, asalkan setelah junub ia mempunyai waktu yang cukup untuk tayammum.
Masalah 850) Seorang perempuan yang suci dari darah haid atau nifas, maka ia harus mandi sebelum terbit fajar, dan jika ia tidak mandi dengan sengaja, puasanya tidak sah.
Masalah 851) Jika seorang perempuan mengalami haid atau melahirkan dalam keadaan puasa, maka puasanya batal.
Masalah 852) Jika seorang perempuan suci dari haid atau nifas setelah adzan Subuh, maka ia tidak bisa berpuasa pada hari itu.
Masalah 853) Jika seorang perempuan lupa mandi haid atau mandi nifas dan mengingatnya kemudian, maka puasa yang ia lakukan selama periode ini sah; baik itu puasa Ramadhan atau selainnya.
- 5. Memasukkan Cairan ke Dalam Dubur
5. Memasukkan Cairan ke Dalam Dubur
Masalah 854) Memasukkan cairan ke dalam dubur, meskipun dilakukan karena terpaksa dan untuk pengobatan, tetap membatalkan puasa, tetapi menggunakan benda padat tidak menjadi masalah dan tidak membatalkan puasa.
- 6. Muntah
6. Muntah
Masalah 855) Jika orang yang berpuasa sengaja muntah, maka puasanya batal; walaupun hal ini terjadi karena sakit dan sejenisnya, namun jika dilakukan secara tidak sengaja atau tanpa ikhtiar, maka puasanya tidak batal.
Masalah 856) Jika pada saat bersendawa ada sesuatu yang masuk ke mulut orang yang berpuasa, maka ia harus membuangnya, tetapi jika ia menelannya tanpa sengaja, puasanya sah.
- 7. Berbohong kepada Allah, Para Nabi dan Maksum as
7. Berbohong kepada Allah, Para Nabi dan Maksum as
Masalah 857) Berbohong kepada Allah, para Nabi, dan Maksum as, berdasarkan ihtiyat wajib, membatalkan puasa, meskipun kemudian ia bertobat dan mengatakan bahwa ia telah berbohong.
Masalah 858) Tidak ada masalah menukilkan riwayat-riwayat yang terdapat pada kitab-kitab dimana seseorang tidak mengetahui bahwa riwayat tersebut palsu, meskipun ihtiyat mustahab untuk menukilkannya dalam kaitannya dengan kitab tersebut.
Masalah 859) Jika seseorang menukilkan suatu perkataan dengan keyakinan bahwa itu benar dari perkataan Allah SWT atau Nabi atau para maksum (saw) dan setelah itu menyadari bahwa itu adalah dusta, maka puasanya tidak akan batal.
Masalah 860) Jika orang yang berpuasa mengetahui bahwa berbohong kepada Allah dan Rasulullah saw itu membatalkan puasa, lalu sesuatu yang ia ketahui sebagai sebuah kebohongan ia nisbatkan kepada mereka (Allah dan RasulNya) namun kemudian diketahui ternyata hal itu benar dan bukan kebohongan, maka berdasarkan ihtiyat ia harus menyelesaikan puasanya kemudian mengqadhanya di kemudian hari.
Masalah 861) Jika orang yang berpuasa ditanya, “Apakah Nabi saw mengatakan hal seperti itu?” dan jika ia dengan sengaja menjawab yang bertentangan dengan fakta, maka berdasarkan ihtiyat puasanya batal.
- 8. Menyampaikan Debu Tebal ke Tenggorokan
8. Menyampaikan Debu Tebal ke Tenggorokan
Masalah 862) Berdasarkan ihtiyat wajib, orang yang berpuasa tidak boleh menelan debu tebal; seperti debu yang mengepul dari menyapu tanah, juga tidak boleh menghirup asap rokok dan asap-asap lainnya, dan jika ia melakukannya, maka puasanya tidak sah.
Masalah 863) Tidak masalah bagi orang yang berpuasa menggunakan obat semprot yang mengandung obat sesak napas dan tidak membatalkan puasa.
Masalah 864) Debu dan asap yang masuk ke mulut dan hidung tanpa sampai ke tenggorokan, tidak membatalkan puasa.
Masalah 865) Jika debu tebal naik karena angin dan seseorang sadar bahwa ia berpuasa, tetapi tidak menjaga dan debu masuk ke tenggorokannya, maka berdasarkan ihtiyat wajib puasanya batal.
Masalah 866) Jika seseorang lupa bahwa ia sedang berpuasa dan debu atau sejenisnya masuk ke tenggorokannya, maka puasanya tidak batal. Demikian juga, jika debu masuk ke tenggorokan secara tidak sengaja, maka puasanya sah.
- 9. Memasukkan Kepala ke Dalam Air
9. Memasukkan Kepala ke Dalam Air
Masalah 867) Jika orang yang berpuasa dengan sengaja membenamkan seluruh kepalanya ke dalam air, maka berdasarkan ihtiyat wajib puasanya batal, dan ia harus mengqadha puasa hari itu.
Masalah 868) Pada hukum masalah sebelumnya, tidak ada perbedaan apakah badan juga berada di dalam air saat kepala dimasukkan ke dalam air atau hanya kepala saja yang dimasukkan ke dalam air.
Masalah 869) Jika seseorang memasukkan separuh bagian kepalanya ke dalam air dan mengeluarkannya, lalu memasukkan separuh bagian lainnya, maka puasanya tidak batal.
Masalah 870) Jika seseorang dengan sengaja menenggelamkan seluruh kepalanya ke dalam air, tetapi sebagian rambutnya tertinggal, maka berdasarkan ihtiyat wajib puasanya batal.
Masalah 871) Jika seseorang ragu apakah seluruh kepalanya terendam air atau tidak, maka puasanya sah.
Masalah 872) Jika orang yang berpuasa jatuh ke dalam air tanpa sengaja dan seluruh kepalanya masuk ke dalam air atau orang lain memasukkan kepalanya ke dalam air secara paksa, maka puasanya tidak batal, tetapi ia harus segera mengeluarkan kepalanya dari air, demikian juga jika ia lupa bahwa ia sedang berpuasa lalu ia mencelupkan kepalanya ke dalam air, maka puasanya tidak batal, akan tetapi, begitu menyadarinya, maka ia harus segera mengeluarkan kepalanya dari air.
Masalah 873) Menuangkan air ke atas kepala atau berdiri di bawah pancuran tidak membatalkan puasa.
- Beberapa Hukum Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Beberapa Hukum Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Masalah 874) Batalnya puasa dengan perbuatan-perbuatan yang telah disebutkan sebelumnya (makan, minum, dan lain-lain) baru akan terjadi jika dilakukan dengan sengaja dan atas kehendak sendiri, tetapi jika tidak disengaja, misalnya karena kaki terpeleset sehingga jatuh ke air, atau ia makan karena lupa atau ada orang yang memaksanya untuk menelan sesuatu ke tenggorokannya, maka puasanya tidak batal.
Masalah 875) Jika orang yang berpuasa secara tidak sengaja melakukan salah satu hal yang membatalkan puasa, kemudian karena mengira puasanya telah batal ia sengaja melakukannya lagi, maka puasanya batal.
Masalah 876) Jika orang yang berpuasa dipaksa melakukan salah satu yang membatalkan puasa, seperti dikatakan kepadanya, “Jika kamu tidak makan, maka kami akan menghilangkan nyawa atau merampas harta kamu,” dan ia makan sendiri guna menghindari bahaya, maka puasanya batal.
Masalah 877) Jika orang yang berpuasa ragu apakah ia telah melakukan sesuatu yang membatalkan puasa atau tidak, seperti ia ragu apakah telah menelan air yang ia masukkan ke dalam mulutnya atau tidak, maka puasanya sah.
-
-
- Hal-hal yang Makruh Bagi Orang yang Berpuasa
Hal-hal yang Makruh Bagi Orang yang Berpuasa
Masalah 878) Diantara hal-hal yang makruh saat berpuasa:
1. Setiap pekerjaan yang menyebabkan tubuh lemah; (seperti donor darah dan mandi)
2. menghirup aroma harum tanaman; (menggunakan parfum tidak makruh)
3. Membasahi pakaian yang dikenakan;
4. Bersikat dengan kayu basah;
5. Mencabut gigi dan melakukan apapun yang menyebabkan darah keluar dari mulut;
6. Mencicipi makanan dan sejenisnya;
7. Menuangkan obat ke dalam hidung jika tidak sampai ke tenggorokan;
8. Menuangkan obat ke mata dan bercelak jika bau atau rasanya sampai ke tenggorokan;
9. Duduknya perempuan di air;
10. Menyentuh istri dan bersenda gurau dengannya serta melakukan apapun yang membangkitkan nafsu;
11. Berkumur-kumur terlalu banyak adalah makruh bagi orang yang berpuasa.
- Kasus-kasus yang Wajib Qadha dan Kafarah Sengaja
Kasus-kasus yang Wajib Qadha dan Kafarah Sengaja
Masalah 879) Ketika pada bulan suci Ramadhan seseorang melakukan perbuatan yang membatalkan puasa* dengan sengaja, atas kehendak sendiri dan tanpa uzur syar’i, maka selain puasanya batal dan ada qadhanya, ia juga wajib untuk membayar kafarah sengaja, baik ia mengetahui ada kafarah atau tidak.
* Selain mimpi junub tanpa melakukan mandi dimana hal-hal itu telah dijelaskan sebelumnya.
Masalah 880) Jika seseorang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena ketidaktahuannya tentang hukum syari, seperti ia tidak tahu bahwa minum obat juga membatalkan puasa seperti memakan makanan lainnya, dan ia mengkonsumsi obat pada bulan Ramadhan, maka puasanya batal dan ia harus mengqadhanya, tetapi ia tidak wajib membayar kafarah.
Masalah 881) Jika seseorang melakukan sesuatu dimana ia tahu bahwa itu haram tetapi tidak tahu bahwa itu membatalkan puasa, maka selain ia harus mengqadha puasanya, berdasarkan ihtiyat wajib ia juga harus membayar kafarah.
Masalah 882) Jika dari seorang yang tengah berpuasa ada sesuatu dari dalam perut yang keluar ke mulut, maka ia tidak boleh menelannya, dan jika ia menelannya dengan sengaja, maka wajib mengqadha dan membayar kafarah.
Masalah 883) Jika seseorang bernazar untuk berpuasa pada hari tertentu, jika ia sengaja tidak berpuasa pada hari itu atau membatalkan puasanya, maka ia harus membayar kafarah.*
* Kafarah Nazar terdiri dari: memberi makan atau memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin dan jika tidak mampu maka berpuasa selama tiga hari.
Masalah 884) Jika seseorang berbuka puasa di bulan Ramadhan karena ucapan seseorang yang mengatakan bahwa sudah masuk waktu Maghrib sedangkan ia tidak percaya pada ucapannya, setelah itu ia menyadari ternyata belum Maghrib, maka qadha dan kafarah menjadi wajib baginya.
Masalah 885) Seseorang yang dengan sengaja membatalkan puasanya, jika ia melakukan perjalanan pada hari itu, maka kafarahnya tidak akan gugur.
Masalah 886) Dalam hubungan seksual, puasa keduanya menjadi batal dan keduanya wajib mengqadha dan membayar kafarah.
- Kafarah Berbuka Puasa dengan Sengaja
Kafarah Berbuka Puasa dengan Sengaja
Masalah 887) Kafarah sengaja berbuka puasa pada bulan suci Ramadhan, dalam syariat Suci Islam adalah melakukan salah satu dari tiga hal berikut:
1. Membebaskan seorang budak;
2. Berpuasa dua bulan;
3. Memberi makan enam puluh orang miskin.
Karena di era ini tidak ada budak yang bisa dibebaskan, maka mukalaf hanya wajib melakukan salah satu dari dua hal lainnya.Masalah 888) Seseorang yang ingin menebus dan membayar kafarah puasa Ramadhan dengan dua bulan berpuasa, maka ia harus berpuasa satu bulan penuh dan setidaknya satu hari di bulan kedua secara berturut-turut, dan jika sisa bulan kedua tidak dilakukan secara berturut-turut, maka tidak ada masalah.
Masalah 889) Seseorang yang mempunyai kewajiban untuk berpuasa secara berturut-turut, jika di pertengahannya ia tidak berpuasa satu hari tanpa ada uzur, atau ia memulai berpuasa tetapi di tengah-tengahnya berpapasan dengan hari yang haram berpuasa, seperti hari raya Idul Adha atau hari yang diwajibkan berpuasa, misalnya berpapasan dengan hari dimana ia mempunyai kewajiban puasa nazar pada hari itu, maka hari-hari dimana ia telah berpuasa tidak dihitung dan ia harus berpuasa lagi dari awal.
Masalah 890) Seseorang yang ingin berpuasa enam puluh hari, jika ada uzur di pertengahannya; seperti ia tidak bisa berpuasa karena sakit atau haid, setelah uzur hilang, ia bisa melanjutkan puasa yang tersisa dan tidak perlu memulai dari awal.
Masalah 891) Pemberian makan kepada enam puluh orang miskin dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Mengenyangkan mereka dengan makanan siap saji.
2. Memberikan kepada masing-masing dengan 750 gram (satu mud) gandum, tepung, roti, beras atau bahan makanan lainnya.Masalah 892) Yang dimaksud dengan fakir adalah orang yang tidak memiliki biaya tahunan untuk dirinya dan keluarganya dan juga tidak dapat memperolehnya.
Masalah 893) Jika seseorang tidak mampu melakukan salah satu dari tiga hal yang menjadi pilihan untuk membayar kafarah sengaja, maka ia harus memberi makan orang miskin sejumlah yang ia bisa, dan ihtiyat untuk memohon pengampunan juga dan jika ia tidak mampu memberi makan orang-orang fakir dengan cara apa pun, maka cukup baginya memohon ampunan dan beristighfar, yaitu mengucapkan “Astaghfirullah” (aku mohon ampunan Allah) dengan hati dan lisannya.
Masalah 894) Seseorang yang karena tidak mampu berpuasa dan memberi makan fakir miskin memiliki kewajiban memohon ampunan atau beristighfar, jika di kemudian hari ia mampu berpuasa atau memberi makan fakir miskin, maka ihtiyat mustahab untuk melakukannya.
Masalah 895) Seseorang yang untuk kafarah sengaja ingin memberi makan 60 orang fakir (seperti yang dijelaskan pada masalah sebelumnya), jika ia memiliki akses ke 60 orang fakir, maka ia tidak dapat memberikan bagian dua orang atau lebih kepada satu orang, melainkan harus diberikan kepada semua 60 orang sesuai bagiannya masing-masing. Tentu saja, saham dari anggota keluarga fakir bisa diserahkan kepadanya untuk dikonsumsi oleh mereka, dan dalam masalah fakir ini tidak ada perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa, atau antara laki-laki dan perempuan.
Masalah 896) Jika orang yang berpuasa melakukan sesuatu yang membatalkan puasanya lebih dari satu kali dalam satu hari, maka baginya hanya satu kafarah saja, tentu saja jika ia membatalkan puasa dengan bersenggama atau masturbasi, maka ihtiyat wajibnya untuk membayar kafarah sebanyak berapa kali ia melakukan hubungan seks atau masturbasi.
Masalah 897) Jika seseorang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan dengan melakukan hubungan seks yang diharamkan atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang diharamkan, maka ia cukup melakukan salah satu dari tiga kafarah, meskipun ihtiyat mustahab untuk melakukan tiga kafarah (membebaskan budak, puasa enam puluh hari, memberi makan enam puluh orang fakir).
Masalah 898) Seseorang yang wajib membayar kafarah, tidak harus segera melakukannya, tetapi ia tidak boleh menundanya hingga dianggap abai dalam memenuhi kewajiban.
Masalah 899) Jika beberapa tahun berlalu dan seseorang tidak membayar kafarah wajib, maka tidak ada yang ditambahkan padanya.
Masalah 900) Tidak ada urutan dalam melakukan qadha puasa dan kafarah, dan masing-masing dapat didahulukan atas yang lain.
- Hal-hal yang Hanya Wajib Qadha Puasa
Hal-hal yang Hanya Wajib Qadha Puasa
Masalah 901) Seseorang yang tidak berniat puasa pada hari bulan Ramadhan, atau berpuasa karena riya, atau berniat untuk tidak berpuasa, tetapi ia tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, maka qadha puasa untuk hari itu menjadi wajib baginya, tetapi tidak wajib membayar kafarah.
Masalah 902) Jika seseorang junub pada malam bulan Ramadhan dan tidak bangun dari tidur kedua hingga adzan Subuh, sebagaimana dijelaskan dalam masalah 844, maka hanya puasa qadha yang wajib baginya, tentu saja, ia harus menahan diri dari melakukan hal-hal yang membatalkan puasa hingga Maghrib.
Masalah 903) Seseorang yang lupa mandi junub di bulan Ramadhan dan berpuasa selama beberapa hari dalam keadaan junub, maka hanya qadha dari puasa-puasa tersebut yang wajib baginya.
Masalah 904) Pada waktu sahur bulan Ramadhan, selama seseorang tidak yakin dengan terbitnya fajar, maka ia boleh melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.
Masalah 905) Jika seseorang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa di waktu sahur bulan Ramadhan tanpa menyelidiki apakah sudah terbit fajar atau belum, lalu ternyata sudah terbit fajar (Subuh), maka ia harus mengqadha puasa hari itu. Namun, jika ia melakukannya dengan menyelidiki dan dengan pengetahuan bahwa belum terbit fajar, lalu ternyata sudah terbit fajar, maka qadha puasa untuk hari itu tidak wajib baginya.
Masalah 906) Seseorang tidak bisa berbuka puasa pada hari bulan Ramadhan sampai ia yakin sudah masuk waktu Maghrib.
Masalah 907) Jika pada hari bulan Ramadhan, karena cuaca gelap telah menjadikan seseorang yakin bahwa waktu Maghrib telah tiba, atau orang-orang yang beritanya merupakan hujjah secara syari mengatakan bahwa waktu Maghrib telah tiba, lalu ia membatalkan puasanya karena hal ini, namun kemudian diketahui ternyata belum masuk waktu Maghrib, maka ia harus mengqadha puasa untuk hari itu.
Masalah 908) Jika karena langit mendung lalu seseorang mengira sudah masuk waktu Maghrib dan membatalkan puasanya, tetapi kemudian diketahui ternyata belum masuk waktu Maghrib, maka qadha puasa untuk hari itu tidak wajib.
Masalah 909) Jika karena suatu alasan sehingga seseorang diperbolehkan atau wajib membatalkan puasa, seperti ia dipaksa melakukan sesuatu yang membatalkan puasa, atau ia menceburkan diri ke dalam air untuk menyelamatkan nyawa orang yang tenggelam, dalam hal ini ia tidak wajib membayar kafarah, tetapi tetap harus mengqadha puasanya hari itu.
Masalah 910) Jika orang yang berpuasa saat berwudhu (dimana mustahab untuk memasukkan air ke dalam mulut dan berkumur-kumur) yakin bahwa air tidak akan tertelan dengan berkumur-kumur namun air tertelan tanpa sengaja, jika ia melakukan hal ini untuk wudhu shalat wajib, maka puasanya sah, tetapi jika untuk wudhu selain shalat wajib atau ia melakukan untuk selain wudhu seperti untuk supaya terasa dingin dan sejenisnya, lalu air tertelan tanpa sengaja, maka berdasarkan ihtiyat ia harus mengqadha puasanya hari itu.
Masalah 911) Jika orang yang berpuasa mengetahui bahwa dengan berkumur-kumur, air akan tertelan tanpa sengaja atau karena lupa, maka ia tidak boleh berkumur-kumur.
- Hukum-hukum Qadha Puasa
Hukum-hukum Qadha Puasa
Masalah 912) Seseorang yang tidak sadarkan diri dan koma selama satu hari atau lebih dan ia telah kehilangan puasa wajib, maka ia tidak perlu mengqadha atau mengganti puasa untuk hari-hari itu.
Masalah 913) Seseorang yang kehilangan puasa karena mabuk, identik dengan tidak melakukan niat puasa, meskipun ia berimsak (menahan diri dari hal yang membatalkan puasa) seharian, puasanya tetap tidak sah dan ia wajib mengqadhanya.
Masalah 914) Seseorang yang telah berniat puasa kemudian mabuk dan menghabiskan seluruh atau sebagian hari dalam keadaan mabuk, maka berdasarkan ihtiyat wajib ia harus mengqadha puasa hari itu, terutama dalam keadaan mabuk berat yang menyebabkan hilangnya akal.
Masalah 915) Pada dua masalah sebelumnya, tidak ada perbedaan apakah memakan sesuatu yang memabukkan itu haram baginya ataukah tidak haram baginya karena sakit atau tidak tahu tentang hal itu.*
*Artinya ia tidak tahu bahwa cairan yang diminumnya adalah minuman keras.
Masalah 916) Hari-hari dimana seorang perempuan tidak berpuasa karena haid atau melahirkan, maka ia harus mengqadha atau mengganti puasa setelah bulan Ramadhan.
Masalah 917) Jika seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit, haid, atau nifas, dan meninggal dunia sebelum akhir bulan Ramadhan, maka (oleh orang lain) tidak wajib mengqadhakan puasa yang tidak dikerjakannya itu.
Masalah 918) Seseorang yang tidak berpuasa beberapa hari di bulan Ramadhan karena uzur dan tidak mengetahui jumlahnya, jika ia tidak mengetahui awal uzur; misalnya tidak mengetahui apakah ia safar pada tanggal dua puluh lima Ramadhan, sehingga puasa yang ia tinggalkan adalah enam hari, ataukah ia pergi pada tanggal dua puluh enam sehingga puasa yang ditinggalkan adalah lima hari, maka ia dapat mengqadha untuk jumlah yang lebih kecil, tetapi jika ia tahu waktu awal uzur, misalnya tahu bahwa ia safar pada hari kelima bulan Ramadhan, tetapi tidak tahu apakah ia kembali pada malam kesepuluh sehingga meninggalkan puasa sebanyak lima hari atau ia kembali pada malam ke sebelas sehingga meninggalkan puasa sebanyak enam hari, maka pada kondisi ini, berdasarkan ihtiyat wajib, ia harus mengqadha puasanya dengan jumlah yang lebih banyak.
Masalah 919) Jika seseorang memiliki kewajiban qadha puasa untuk beberapa Ramadhan, maka mendahulukan qadha puasa yang manapun dianggap sah, tetapi jika waktu qadha puasa Ramadhan terakhir sangat sempit, seperti seseorang memiliki kewajiban puasa qadha selama lima hari di bulan Ramadhan terakhir dan sisa untuk masuk ke Ramadhan berikutnya juga tinggal lima hari, maka dalam hal ini ihtiyat wajibnya untuk menunaikan qadha puasa Ramadhan terakhir.
Masalah 920) Seseorang yang ingin melakukan qadha puasa bulan Ramadhan, jika waktu qadhanya tidak sempit, maka ia dapat membatalkan puasanya sebelum Dzuhur, dan jika waktunya sempit; yaitu ia hanya memiliki waktu hingga Ramadan berikutnya seukuran jumlah puasa qadha, maka ihtiyat untuk tidak membatalkan puasanya sebelum Dzuhur.
Masalah 921) Seseorang yang sedang berpuasa qadha Ramadhan, jika ia sengaja membatalkan puasanya setelah Dzuhur, maka ia harus memberi makan sepuluh orang fakir, dan jika tidak mampu, ia harus berpuasa selama tiga hari.
Masalah 922) Jika seseorang memiliki wajib qadha puasa untuk beberapa bulan Ramadhan dan dalam niatnya ia tidak menentukan qadha mana yang akan ia ambil, maka akan dihitung sebagai qadha tahun pertama.
Masalah 923) Jika seseorang tidak berpuasa karena uzur (seperti sakit atau bepergian), maka jika uzurnya telah hilang sebelum Ramadhan tahun berikutnya, ia wajib mengqadhanya.
Masalah 924) Seseorang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit, jika sakitnya berlanjut sampai bulan Ramadhan berikutnya, maka qadha puasanya menjadi gugur dan ia harus memberikan satu mud makanan kepada orang fakir untuk setiap harinya.
Masalah 925) Jika seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit, dan setelah bulan Ramadhan, penyakitnya sembuh, tetapi segera muncul uzur lain dan ia tidak mampu mengqadha puasa sampai Ramadhan berikutnya, maka ia tetap wajib mengqadha puasa-puasa tersebut pada tahun-tahun berikutnya. Demikian juga, jika ia memiliki uzur selain sakit pada bulan Ramadhan, dan setelah Ramadhan uzurnya hilang, tetapi tidak dapat berpuasa sampai Ramadhan berikutnya karena sakit, maka ia harus melakukan qadha puasa untuk hari-hari tersebut.
Masalah 926) Seseorang yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan karena bepergian, jika ia tetap dalam keadaan bepergian hingga Ramadhan tahun berikutnya, maka qadha puasa Ramadhan sebelumnya tidak akan gugur darinya, ia harus mengqadhanya nanti dan ihtiyat mustahab untuk membayar kafarah ta’khir (penundaan).
Masalah 927) Jika seseorang tidak mampu berpuasa di bulan Ramadhan karena kelemahan fisik dan juga tidak mengqadhanya hingga Ramadhan berikutnya, maka qadha tidak akan gugur, ia harus mengqadha kapan saja ia bisa, demikian juga seseorang yang tidak berpuasa selama beberapa tahun dan telah bertaubat dan memutuskan untuk menggantinya, maka ia wajib mengqadha semua puasa yang ditinggalkannya dan jika ia tidak mampu, kewajiban qadha puasa ini pun tidak akan gugur darinya, melainkan tetap menjadi tanggungan dan kewajibannya.
- Kafarah Menunda
Kafarah Menunda*
*Yaitu, kafarah yang menjadi wajib karena menunda dalam mengqadha puasa Ramadhan hingga datangnya Ramadhan berikutnya.
Masalah 928) Jika seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena uzur, dan setelah Ramadhan uzurnya hilang, namun dengan kondisi ini ia tidak mengqadha puasanya sampai datang bulan Ramadhan berikutnya, maka selain ia wajib mengqadha puasa, juga harus memberikan satu mud makanan kepada fakir untuk setiap harinya.
Masalah 929) Jika seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadhan dengan sengaja dan tidak mengqadha sampai Ramadhan berikutnya tanpa alasan, maka selain harus mengqadha dan membayar kafarah berbuka dengan sengaja, ia juga harus membayar kafarah untuk penundaan (yang disebutkan dalam masalah sebelumnya) untuk setiap hari kepada fakir.
Masalah 930) Kafarah karena menunda qadha puasa adalah satu mud makanan; yaitu 750 gram gandum, tepung terigu, roti, beras atau bahan makanan lainnya yang harus diberikan kepada fakir miskin.
Masalah 931) Jika seseorang menunda qadha puasa bulan Ramadhan selama beberapa tahun, maka selain harus mengqadha puasa, ia juga harus memberi makanan satu mud untuk setiap harinya, dan penundaan pada tahun-tahun berikutnya tidak akan menimbulkan kewajiban apapun baginya.
Masalah 932) Seseorang yang harus memberikan satu mud makanan untuk setiap harinya, ia bisa memberikan kafarah beberapa hari kepada satu orang fakir.
Masalah 933) Kafarah menunda qadha puasa tidak akan gugur dengan adanya asumsi ketidaktahuan dan jahil terhadap kewajiban qadha sebelum bulan Ramadhan berikutnya.
- Hukum-hukum Puasa Qadha Ayah dan Ibu
Hukum-hukum Puasa Qadha Ayah dan Ibu
Masalah 934) Jika ayah dan (berdasarkan ihtiyat wajib) ibu tidak berpuasa karena alasan selain bepergian, dan mereka tidak mengqadhanya meskipun ada kesempatan untuk itu, maka setelah keduanya wafat, wajib bagi anak laki-laki tertua untuk mengqadhakan puasa-puasa mereka, baik secara sendiri atau dengan menyewa orang lain, tetapi puasa yang tidak dilakukan oleh orangtua karena alasan bepergian, meskipun pada masa hidup keduanya tidak memiliki kemungkinan dan kesempatan untuk mengqadhanya, tetap wajib bagi anak laki-laki tertua untuk mengqadhanya.
Masalah 935) Puasa yang tidak dilakukan oleh ayah atau ibu dengan sengaja, berdasarkan ihtiyat wajib, wajib bagi anak laki-laki tertua untuk mengqadhanya.
- Beberapa Hukum Puasa Musafir
- Mereka yang Tidak Wajib Berpuasa
Mereka yang Tidak Wajib Berpuasa
Masalah 954) Perempuan hamil yang akan melahirkan dalam waktu dekat; jika ia khawatir puasa akan membahayakan janin atau dirinya, maka puasa menjadi tidak wajib baginya, dan pada kasus pertama (membahayakan janin), ia harus memberi satu mud bahan makanan untuk setiap harinya; yaitu berupa gandum dan sejenisnya (sebagai fidyah) kepada fakir, dan setelah bulan Ramadhan, ia harus mengqadha puasanya, sementara pada kasus kedua yaitu membahayakan dirinya sendiri, maka ia harus mengqadha puasa hari-hari yang ia tinggalkan dan berdasarkan ihtiyat juga harus membayar fidyah; dan mengenai perempuan hamil yang waktu melahirkannya tidak dekat, ihtiyat wajib untuk membayar fidyah.
Masalah 955) Jika seorang perempuan menyusui (baik ibu dari anak atau pengasuh, dibayar atau tidak dibayar) dikarenakan takut ASI akan berkurang atau kering, merasa khawatir berpuasa akan membahayakan anak, maka puasa tidak wajib baginya dan ia harus membayar fidyah untuk setiap harinya, dan juga mengqadha puasanya nanti, tetapi jika puasa itu sendiri yang membahayakan baginya, maka berdasarkan ihtiyat, ia wajib untuk membayar fidyah.
Masalah 956) Pada dua masalah di atas, jika ia tidak berpuasa sampai bulan Ramadhan tahun berikutnya, karena ia abai dan melewatkannya begitu saja, maka selain ada kewajiban qadha, ia juga wajib untuk membayar kafarah penundaan, tetapi jika ia tidak mengqadha puasanya karena uzur, maka tidak ada kafarah penundaan, dan bila uzur ini adalah rasa khawatir dan cemas atas keselamatan anaknya, maka ia harus mengqadha puasa kapan saja ia bisa, dan jika uzurnya adalah rasa takut kalau itu akan membahayakan dirinya, maka qadha menjadi gugur dan ia harus membayar satu fidyah untuk setiap harinya.
Masalah 957) Membayar fidyah atau kafarah istri menjadi tanggung jawabnya sendiri dan tidak wajib bagi suaminya, meskipun ia tidak berpuasa karena hamil atau menyusui. Demikian juga, kafarah atau fidyah anak bukanlah tanggung jawab ayah. Tentu saja suami atau ayahboleh membayar fidyah atas nama istri atau anaknya.
Masalah 958) Laki-laki dan perempuan tua yang merasa sulit untuk berpuasa, mereka tidak wajib berpuasa, dan mereka harus memberikan satu mud bahan makanan (seperti gandum, beras) untuk setiap harinya kepada fakir sebagai fidyah dan jika mereka sama sekali tidak bisa berpuasa, maka berdasarkan ihtiyat harus membayar fidyah dan pada dua bentuk itu, jika mereka dapat berpuasa setelah bulan Ramadhan, maka berdasarkan ihtiyat mustahab, ia harus mengqadha puasa-puasanya.
Masalah 959) Seseorang yang memiliki suatu penyakit yang membuatnya sangat haus dan tidak tahan haus atau sulit baginya untuk mentolerir rasa hausnya, maka puasa menjadi tidak wajib baginya. Tentu saja, pada kasus kedua (kesulitan), ia harus memberi satu mud bahan makanan kepada fakir untuk setiap harinya, dan berdasarkan ihtiyat wajib, ia juga harus memberikan fidyah ini pada kasus pertama, dan jika ia mampu berpuasa setelah bulan Ramadhan, maka berdasarkan ihtiyat mustahab ia harus mengqadha puasa-puasanya.
Masalah 960) Besarnya fidyah sama dengan besarnya kafarah ta’khir (penundaan) yaitu 750 gram gandum, tepung terigu, roti, beras atau bahan makanan lainnya yang harus diberikan kepada fakir miskin.
- Cara Menetapkan Awal Bulan
Cara Menetapkan Awal Bulan
Masalah 961) Awal bulan bisa dikonfirmasi melalui lima cara:
1. Mukalaf melihat sendiri bulan itu;
2. Kesaksian dua orang adil, ketika sejumlah besar orang tidak mengingkari penampakan bulan sabit dan dugaan salah pada kedua orang adil itu tidak kuat;
3. Reputasi yang menimbulkan rasa yakin atau rasa mantap;
4. Tiga puluh hari telah berlalu dari sejak tanggal satu bulan sebelumnya;
5. Penetapan dan hukum dari Hakim Syar’i;Masalah 962) Terlihatnya bulan sabit di sore hari membuktikan kedatangan bulan Qamariah, dan malam setelah bulan sabit terlihat dianggap sebagai malam pertama bulan itu.
Masalah 963) Untuk melihat bulan sabit, tidak ada perbedaan antara menggunakan alat ataukah tidak. Jadi, sebagaimana halnya jika bulan bisa dilihat dengan mata biasa akan bisa ditetapkan sebagai awal bulan, maka demikian juga jika bisa dilihat dengan kacamata, kamera dan teleskop, awal bulan juga telah bisa ditetapkan, akan tetapi membuktikan awal bulan dengan melihat bayangan bulan sabit melalui pantulan bulan di komputer yang tidak diketahui apakah itu termasuk kategori rukyat atau bukan, adalah bermasalah.
Masalah 964) Sekedar bulan terlihat kecil dan rendah, besar dan tinggi, lebar atau sempit, dan semisalnya, tidak bisa soal ini ia harus bertindak sesuai dengan keyakinannya.
Masalah 965) Awal bulan tidak bisa ditentukan dengan penanggalan dan perhitungan ilmiah astronom; kecuali ketika yakin dengan perkataan mereka.
Masalah 966) Jika di sebuah kota ditetapkan awal bulan, maka itu sudah cukup untuk kota lain yang seufuk dengannya. Yang dimaksud dengan kesatuan ufuk adalah tempat-tempat yang sama dalam hal mungkin atau tidak mungkinnya melihat hilal.
Masalah 967) Sekedar terbuktinya hilal oleh hakim syar’i selama ia belum mengeluarkan hukum rukyat hilal, maka tidak cukup bagi orang lain untuk mengikutinya, kecuali jika muncul kemantapan (itmi’nan) atas terbuktinya hilal.
Masalah 968) Jika hakim syar’i memutuskan bahwa besok adalah awal bulan dan keputusan ini mencakup seluruh negeri, maka keputusannya secara syar’i sah untuk semua kota di negara itu.
Masalah 969) Jika pengumuman rukyat hilal oleh pemerintah non-Islami, zalim, dan penindas memberikan kepastian dan rasa yakin bagi mukalaf bahwa itu adalah awal bulan, maka itu sudah cukup.
Masalah 970) Jika hilal tidak terlihat di suatu kota, tetapi radio dan televisi mengumumkan tentang masuknya bulan, jika beritanya memberi kepastian atau keyakinan terhadap terbuktinya hilal, maka itu sudah cukup dan tidak perlu menyelidikinya.
Masalah 971) Jika awal bulan Ramadhan tidak terbukti, maka puasa tidak wajib. Namun jika kemudian terbukti bahwa sudah masuk awal bulan, maka wajib mengqadha puasa untuk hari itu.
Masalah 972) Jika awal bulan Syawal tidak terbukti dengan melihat bulan sabit bahkan di ufuk kota-kota tetangga dan yang seufuk, atau dengan kesaksian dua orang yang adil, atau dengan keputusan hakim syar’i, maka wajib menunaikan puasa pada hari itu.
Masalah 973) Seseorang harus berpuasa pada hari dimana ia ragu apakah itu akhir Ramadhan atau awal Syawal, tetapi jika pada siang hari dikonfirmasi sebagai awal Syawal, maka ia harus membatalkan puasa, meskipun itu sudah dekat dengan waktu Maghrib.
- Jenis-jenis Puasa
Jenis-jenis Puasa
Masalah 974) Ada empat jenis puasa: Wajib, Haram, Mustahab dan Makruh.
Masalah 975) Puasa-puasa wajib meliputi:
1. Puasa di bulan suci Ramadhan;
2. Puasa Qadha;
3. Puasa kafarah;
4. Puasa hari ketiga Itikaf;
5. Puasa pengganti kurban pada haji tamattu;*
* Jika seorang haji tidak memiliki kemampuan untuk berkorban dan tidak dapat meminjam, maka ia harus berpuasa selama sepuluh hari, tiga hari dilakukan dalam perjalanan haji dan tujuh hari di negara asalnya.6. Puasa mustahab yang telah menjadi wajib melalui nazar, janji, dan sumpah;*
*Pada dasarnya, yang wajib itu adalah pelaksanaan nazar dan...; bukan berarti puasa mustahab yang berubah menjadi puasa wajib.7. Puasa qadha ayah dan ibu (ihtiyat wajib), yang wajib bagi anak laki-laki tertua.
Masalah 976) Beberapa puasa yang diharamkan adalah:
1. Puasa pada hari raya Idul Fitri;
2. Puasa pada hari raya Idul Adha;
3. Puasa dengan niat puasa Ramadhan pada hari yang tidak diketahui apakah akhir Sya'ban atau awal Ramadhan;
4. Puasa mustahab istri jika hak suami hilang karenanya;
5. Ketika puasa berbahaya baginya;
6. Puasa musafir, kecuali hal-hal yang dikecualikan.Masalah 977) Puasa pada semua hari dalam setahun (kecuali puasa yang haram dan makruh) adalah mustahab; Tetapi berpuasa pada sebagian hari sangat mustahab; di antaranya:
1. Hari Kamis pertama dan terakhir setiap bulan dan hari Rabu pertama dari sepuluh hari kedua setiap bulan.
2. Tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan Qamariah (Ayyamul Bidh).
3. Bulan Rajab dan bulan Sya'ban (semua atau sebagian, bahkan satu hari).
4. Hari kelahiran Nabi saw (17 Rabi'ul-Awwal).
5. Hari raya Mab’ats (27 Rajab)
6. Idul Ghadir (18 Dzulhijjah)
7. Hari Dahwul-Ardh (25 Dzulqa'idah)Masalah 978) Puasa yang makruh antara lain adalah:
1. Puasa mustahab seorang tamu tanpa izin tuan rumah atau dengan larangannya;
2. Puasa pada hari Arafah jika menyebabkan kelemahan yang mencegah dari melakukan amalan-amalan hari Arafah. - Penutup: Adab-adab Puasa dan Adab-adab Bulan Suci Ramadhan
Penutup: Adab-adab Puasa dan Adab-adab Bulan Suci Ramadhan
Masalah 979) Ketika seseorang menjalankan puasa mustahab, maka tidak wajib untuk menyelesaikannya dan ia dapat berbuka kapan saja ia mau, bahkan jika seorang Mukmin mengundangnya untuk makan, maka menurut syariat sangat baik dan diperbolehkan baginya untuk menerima undangan itu dan membatalkan puasa.
Masalah 980) Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk menunaikan shalat Maghrib sebelum berbuka puasa. Namun, jika seseorang sedang menunggunya atau dirinya sudah sangat lapar sehingga tidak bisa melaksanakan shalat dengan kehadiran hati, maka lebih baik berbuka puasa terlebih dahulu, tetapi jika memungkinkan, hendaknya shalat dikerjakan di waktu utamanya.
Masalah 981) Untuk menjaga adab dan menghormati bulan suci Ramadhan, disunnahkan bagi orang-orang ini untuk menghindari hal-hal yang membatalkan puasa, meskipun mereka tidak berpuasa:
1. Seorang musafir yang dalam perjalanan tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa dan sampai di wathan atau tempat yang ia ingin tinggal selama sepuluh hari sebelum Dzuhur;
2. Seorang musafir yang tiba di wathan atau tempat yang hendak disinggahi selama sepuluh hari setelah Dzuhur;
3. Orang sakit yang melakukan hal yang membatalkan puasa dan sembuh sebelum Dzuhur;
4. Orang sakit yang sembuh setelah Dzuhur;
5. Perempuan yang suci dari haid atau nifas di siang hari;
6. Seorang kafir yang masuk Islam pada hari bulan Ramadhan;
7. Seorang anak yang baligh pada hari bulan Ramadhan. - Itikaf
-