Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei
Terima:

Fikih Praktis Shalat dan Puasa

  • Shalat
  • Ibadah Puasa
    • Syarat-syarat Wajib Puasa dan Keabsahannya
    • Kewajiban-kewajiban dalam Berpuasa
    • Hal-hal yang Makruh Bagi Orang yang Berpuasa
    • Kasus-kasus yang Wajib Qadha dan Kafarah Sengaja
    • Kafarah Berbuka Puasa dengan Sengaja
    • Hal-hal yang Hanya Wajib Qadha Puasa
    • Hukum-hukum Qadha Puasa
      Berkas yang Dicetak  ;  PDF
       
      Hukum-hukum Qadha Puasa
       
      Masalah 912) Seseorang yang tidak sadarkan diri dan koma selama satu hari atau lebih dan ia telah kehilangan puasa wajib, maka ia tidak perlu mengqadha atau mengganti puasa untuk hari-hari itu.
      Masalah 913) Seseorang yang kehilangan puasa karena mabuk, identik dengan tidak melakukan niat puasa, meskipun ia berimsak (menahan diri dari hal yang membatalkan puasa) seharian, puasanya tetap tidak sah dan ia wajib mengqadhanya.
      Masalah 914) Seseorang yang telah berniat puasa kemudian mabuk dan menghabiskan seluruh atau sebagian hari dalam keadaan mabuk, maka berdasarkan ihtiyat wajib ia harus mengqadha puasa hari itu, terutama dalam keadaan mabuk berat yang menyebabkan hilangnya akal.
      Masalah 915) Pada dua masalah sebelumnya, tidak ada perbedaan apakah memakan sesuatu yang memabukkan itu haram baginya ataukah tidak haram baginya karena sakit atau tidak tahu tentang hal itu.*
      *Artinya ia tidak tahu bahwa cairan yang diminumnya adalah minuman keras.
      Masalah 916) Hari-hari dimana seorang perempuan tidak berpuasa karena haid atau melahirkan, maka ia harus mengqadha atau mengganti puasa setelah bulan Ramadhan.
      Masalah 917) Jika seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit, haid, atau nifas, dan meninggal dunia sebelum akhir bulan Ramadhan, maka (oleh orang lain) tidak wajib mengqadhakan puasa yang tidak dikerjakannya itu.
      Masalah 918) Seseorang yang tidak berpuasa beberapa hari di bulan Ramadhan karena uzur dan tidak mengetahui jumlahnya, jika ia tidak mengetahui awal uzur; misalnya tidak mengetahui apakah ia safar pada tanggal dua puluh lima Ramadhan, sehingga puasa yang ia tinggalkan adalah enam hari, ataukah ia pergi pada tanggal dua puluh enam sehingga puasa yang ditinggalkan adalah lima hari, maka ia dapat mengqadha untuk jumlah yang lebih kecil, tetapi jika ia tahu waktu awal uzur, misalnya tahu bahwa ia safar pada hari kelima bulan Ramadhan, tetapi tidak tahu apakah ia kembali pada malam kesepuluh sehingga meninggalkan puasa sebanyak lima hari atau ia kembali pada malam ke sebelas sehingga meninggalkan puasa sebanyak enam hari, maka pada kondisi ini, berdasarkan ihtiyat wajib, ia harus mengqadha puasanya dengan jumlah yang lebih banyak.
      Masalah 919) Jika seseorang memiliki kewajiban qadha puasa untuk beberapa Ramadhan, maka mendahulukan qadha puasa yang manapun dianggap sah, tetapi jika waktu qadha puasa Ramadhan terakhir sangat sempit, seperti seseorang memiliki kewajiban puasa qadha selama lima hari di bulan Ramadhan terakhir dan sisa untuk masuk ke Ramadhan berikutnya juga tinggal lima hari, maka dalam hal ini ihtiyat wajibnya untuk menunaikan qadha puasa Ramadhan terakhir.
      Masalah 920) Seseorang yang ingin melakukan qadha puasa bulan Ramadhan, jika waktu qadhanya tidak sempit, maka ia dapat membatalkan puasanya sebelum Dzuhur, dan jika waktunya sempit; yaitu ia hanya memiliki waktu hingga Ramadan berikutnya seukuran jumlah puasa qadha, maka ihtiyat untuk tidak membatalkan puasanya sebelum Dzuhur.
      Masalah 921) Seseorang yang sedang berpuasa qadha Ramadhan, jika ia sengaja membatalkan puasanya setelah Dzuhur, maka ia harus memberi makan sepuluh orang fakir, dan jika tidak mampu, ia harus berpuasa selama tiga hari.
      Masalah 922) Jika seseorang memiliki wajib qadha puasa untuk beberapa bulan Ramadhan dan dalam niatnya ia tidak menentukan qadha mana yang akan ia ambil, maka akan dihitung sebagai qadha tahun pertama.
      Masalah 923) Jika seseorang tidak berpuasa karena uzur (seperti sakit atau bepergian), maka jika uzurnya telah hilang sebelum Ramadhan tahun berikutnya, ia wajib mengqadhanya.
      Masalah 924) Seseorang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit, jika sakitnya berlanjut sampai bulan Ramadhan berikutnya, maka qadha puasanya menjadi gugur dan ia harus memberikan satu mud makanan kepada orang fakir untuk setiap harinya.
      Masalah 925) Jika seseorang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit, dan setelah bulan Ramadhan, penyakitnya sembuh, tetapi segera muncul uzur lain dan ia tidak mampu mengqadha puasa sampai Ramadhan berikutnya, maka ia tetap wajib mengqadha puasa-puasa tersebut pada tahun-tahun berikutnya. Demikian juga, jika ia memiliki uzur selain sakit pada bulan Ramadhan, dan setelah Ramadhan uzurnya hilang, tetapi tidak dapat berpuasa sampai Ramadhan berikutnya karena sakit, maka ia harus melakukan qadha puasa untuk hari-hari tersebut.
      Masalah 926) Seseorang yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan karena bepergian, jika ia tetap dalam keadaan bepergian hingga Ramadhan tahun berikutnya, maka qadha puasa Ramadhan sebelumnya tidak akan gugur darinya, ia harus mengqadhanya nanti dan ihtiyat mustahab untuk membayar kafarah ta’khir (penundaan).
      Masalah 927) Jika seseorang tidak mampu berpuasa di bulan Ramadhan karena kelemahan fisik dan juga tidak mengqadhanya hingga Ramadhan berikutnya, maka qadha tidak akan gugur, ia harus mengqadha kapan saja ia bisa, demikian juga seseorang yang tidak berpuasa selama beberapa tahun dan telah bertaubat dan memutuskan untuk menggantinya, maka ia wajib mengqadha semua puasa yang ditinggalkannya dan jika ia tidak mampu, kewajiban qadha puasa ini pun tidak akan gugur darinya, melainkan tetap menjadi tanggungan dan kewajibannya.

       

    • Kafarah Menunda
    • Hukum-hukum Puasa Qadha Ayah dan Ibu
    • Beberapa Hukum Puasa Musafir
    • Mereka yang Tidak Wajib Berpuasa
    • Cara Menetapkan Awal Bulan
    • Jenis-jenis Puasa
    • Penutup: Adab-adab Puasa dan Adab-adab Bulan Suci Ramadhan
    • Itikaf
700 /