Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei Rabu (28/12) pagi dalam pertemuan dengan Menteri dan para pejabat tinggi Departemen Luar Negeri serta para Duta Besar Republik Islam Iran di berbagai negara menyebut kebangkitan Islam di kawasan dan perkembangan yang terjadi di negara-negara Barat sebagai fenomena yang belum pernah terjadi dan sangat urgen. Beliau mengimbau lembaga diplomasi negara untuk memanfaatkan kondisi yang kompleks dan menentukan ini dengan menyampaikan pemikiran Republik Islam tentang dua hal penting yang berperan di tengah kehidupan masyarakat, yaitu partisipasi rakyat dan norma-norma Ilahi.
Menurut beliau, para pejabat tinggi Departemen Luar Negeri dan Duta Besar Republik Islam Iran berada di front terdepan dalam pertarungan diplomasi dunia. Seraya menyinggung gesekan kepentingan di dunia, beliau menandaskan, para Dubes Republik Islam memikul tugas yang lebih besar dari sekedar misi diplomasi yang dikenal secara umum di dunia. Sebab, mereka mewakili negara yang sistem pemerintahan Islaminya bertolak belakang dengan esensi kaum arogan.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menyinggung kecemasan kubu arogansi menghadapi Islam dan menambahkan, "Islam menentang dasar dan landasan arogansi yaitu kezaliman, agresi dan pendudukan. Karena itu kaum arogan dunia dicekam kekhawatiran saat menyaksikan rakyat bangkit dan menginginkan Islam. Mereka terang-terangan mengakui cemas menyaksikan perkembangan di kawasan dalam beberapa bulan terakhir, seperti demonstrasi besar rakyat di sejumlah negara dan kemenangan kubu Islam pada pemilihan umum."
Ayatollah al-Udzma Khamenei menjelaskan posisi Republik Islam Iran saat ini di kancah dunia seraya menyebutnya sebagai bukti nyata akan terlaksananya janji Ilahi kepada kaum mukmin yang berjuang di jalan Allah.
"Dengan iman yang mengiringi kerja keras dan jihad rakyat dan para pejabat Iran, keterasingan dan derita yang dialami di awal-awal revolusi Islam sekarang sudah berubah menjadi kehormatan dan kemuliaan. Bahkan saat ini, slogan-slogan bangsa Iran terdengar di negara-negara yang selama 30 tahun memusuhi bangsa Iran. Ini berarti kemajuan, kekokohan dan kekuatan yang hakiki," kata beliau.
Mengenai slogan ‘Allahu Akbar' dan slogan-slogan lainya yang bernafaskan Islam di negeri Mesir yang pernah dikuasai oleh Anwar Sadat dan Hosni Mubarak, Rahbar mengatakan, "Tidak penting mencari tahu dari mana slogan-slogan ini terilhami. Yang penting adalah, ungkapan kata-kata, slogan dan tuntutan yang diserukan bangsa Iran dalam 30 tahun sekarang terdengar di kawasan Timur Tengah, Teluk Persia dan utara Afrika."
Beliau menyebut perkembangan di negara-negara Islam di kawasan yang umumnya Arab sebagai gerakan yang benar-benar revolusioner dengan skala yang berbeda. "Pada dekade 1960 Masehi terjadi transformasi penting di sejumlah negara Arab di kawasan ini. Pada dekade 1990 gejolak besar terjadi wilayah Eropa Timur. Tapi yang terjadi saat ini di kawasan yang diikuti dengan aksi protes luas di Dunia Barat menunjukkan bahwa transformasi ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi sebelumnya," kata beliau.
Seraya menyinggung keterlibatan massa secara langsung dan penentangan Amerika Serikat (AS) terhadap apa yang terjadi, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebutnya sebagai dua pembeda utama antara fenomena yang terjadi saat ini di kawasan dan di dunia dengan apa yang terjadi pada beberapa dekade lalu. Beliau menolak anggapan sebagian kalangan yang menyebut transformasi ini dikendalikan di balik layar oleh AS. "Analisa ini tak lebih dari isapan jempol. Dulu 30 tahun lalu sebagian orang juga beranggapan bahwa revolusi Islam di Iran sengaja dirancang oleh AS," tegas beliau.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan lebih jauh transformasi yang memengaruhi perubahan fundamental dalam peta politik dunia. Beliau menandaskan, sebuah perkembangan besar sedang terjadi di kawasan, juga di Eropa dan dunia. Perkembangan ini harus dimonitor dengan cermat.
Ayatollah al-Udzma Khamenei lebih lanjut menerangkan sikap AS dalam menanggapi perkembangan yang terjadi di Mesir dan negara-negara lain, seraya mengatakan, "AS memang tidak keberatan dengan turunnya Mubarak untuk digantikan oleh unsur yang moderat dan populis. Tapi ini tidak mungkin terjadi. Sebab jika orang yang merakyat, nasionalis dan benar-benar demokrat naik ke kursi kekuasaan dia pasti akan menentang AS dan orang-orang Zionis."
Media Barat, kata beliau, kini mengakui bahwa kemenangan kubu Islam dalam pemilu di sejumlah negara kawasan menunjukkan hakikat keislaman revolusi-revolusi ini. "Dalam kondisi yang demikian vital dan menentukan ini, lembaga kebijakan politik luar negeri dan diplomasi, harus bisa menyampaikan ide-ide baru yang ada pada Republik Islam dan mengenalkannya kepada bangsa-bangsa lain dan masyarakat dunia," kata beliau.