Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei Sabtu hari ini (4/6) dalam acara peringatan haul Imam Khomeini (ra) ke-22 yang dihadiri oleh lautan manusia yang memadati komplek makam Pendiri Republik Islam dan Pemimpin Agung Revolusi Islam, menyatakan bahwa kebangkitan bangsa-bangsa Muslim di kawasan saat ini telah diramalkan oleh Imam Khomeini.
Menyinggung khittah Imam Khomeini, beliau mengatakan, dalam khittah ini spiritualitas, rasionalitas dan keadilan adalah rukun utamanya. "Loyalitas dan komitmen dengan warisan beliau yang luhur ini akan menghadiahkan kemuliaan, kemajuan dan ketinggian bagi bangsa Iran seperti yang selama ini terjadi," kata beliau.
Rahbar menyebut hari peringatan wafatnya Imam Khomeini tanggal 14 Khordad (4 Juni) setiap tahunnya sebagai kesempatan untuk memperbarui kenangan indah bangsa ini dengan pemimpinnya. Menyinggung tibanya bulan Rajab yang penuh berkah pada peringatan ini, beliau menandaskan, haul Imam tahun ini diperingati seiring dengan maraknya kebangkitan bangsa-bangsa Muslim di kawasan. Inayah Allah telah membuktikan kebenaran ramalan insan Ilahi ini.
Ayatollah al-Udzma Khamenei menyatakan bahwa khittah Imam Khomeini adalah kekayaan besar yang dimiliki bangsa Iran. "Dengan berbekal kekayaan yang agung ini, rakyat Iran berhasil melewati segala rintangan sulit selama 32 tahun dan ke depan pun akan seperti itu," imbuh beliau.
Menyinggung kecintaan besar rakyat Iran kepada Imam Khomeini, beliau mengatakan, "Kecintaan rakyat yang mendalam ini tidak terbatas pada sisi emosi semata. Sebab, makna dari kecintaan yang mendalam adalah menerima dan loyal kepada ajaran Imam sebagai khittah yang terang dan jelas bagi perjalanan bangsa."
Pemimpin Besar Revolusi Islam menegaskan bahwa spiritualitas, rasionalitas damn keadilan adalah unsur utama khittah Imam yang nampak dalam perkataan dan tindakan beliau. "Imam Khomeini adalah figur pesuluk spiritual dan ahli dzikir, khusyuk dan ketundukan kepada Allah. Tawakkal beliau yang kuat kepada Allah tak mengenal kata akhir. Namun demikian, dalam setiap hal beliau selalu memperhatikan rasionalitas, kebijaksanaan, perhitungan dan logika. Sama seperti rasionalitas dan spritualitas, beliau juga meyakini keadilan yang berasal dari lubuk ajaran Islam," jelas Rahbar.
Salah satu manifestasi dari rasionalitas Imam, kata beliau, adalah pemilihan sistem demokrasi agama sebagai dasar negara di sebuah negeri yang selama beberapa abad dikuasai oleh sistem despotisme dan kediktatoran.
Contoh lain dari rasionalitas Imam adalah kejelian dalam mengenal lawan yang dibarengi dengan kecerdikan dan resistensi penuh dalam menghadapi mereka. "Berbeda dengan sebagian kalangan yang memandang bahwa terkadang logika menuntut untuk bersikap lunak di depan lawan, logika Imam justeru menilai sikap lunak terhadap lawan sebagai tindakan yang memberi kesempatan kepada musuh untuk melangkah maju. Karena itu sepanjang hidupnya, Imam selalu tampil tegar sekokoh gunung di hadapan lawan-lawannya," jelas beliau.
Mengenai usaha tak mengenal henti dari kaum arogan dan kaki tangannya di dalam negeri di era dinasti Qajar dan Pahlevi untuk menebar apatisme dan rasa hina di tengah bangsa Iran, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, kepada bangsa yang seperti ini, Imam Khomeini meniupkan semangat rasa percaya diri dan menanamkan slogan ‘kita bisa' di dalam lubuk hati bangsa yang paling dalam.
Beliau menambahkan, kemajuan kaum muda di negeri ini yang mencengangkan di berbagai bidang keilmuan, teknologi dan industri tercapai berkat kerja keras Imam yang logis untuk menghidupkan kembali potensi kemampuan banga Iran.
Contah lain dari pemikiran jernih dan rasionalitas Imam dapat dicermati dari proses penyusunan hingga pengesahan konstitusi negara. "Dengan ketelitiannya, beliau menetapkan bahwa pemilihan para penyusun konstitusi dan pengesahan akhir konstitusi harus melalui suara dan pilihan rakyat lewat referendum," tutur beliau.
Rahbar menjelaskan bahwa dalam khittah Imam Khomeini, negara adalah milik rakyat bukan milik para diktator dan kaum despotik seperti rezim Syah yang mengaku memiliki negeri ini.
Beliau menambahkan, dengan tindakan-tindakannya yang rasional, Imam Khomeini telah membuat dasar hukum, sosial dan politik negara ini sedemikian kokoh sehingga bisa menjadi pondasi bagi tegaknya sebuah peradaban Islam yang agung.
Lebih lanjut Ayatollah al-Udzma Khamenei menerangkan sisi spiritualitas Imam Khomeini dengan menyatakan bahwa spiritualitas beliau sangat mengagumkan. "Sejak awal perjuangannya, beliau melangkah sesuai tugas dan kewajiban yang beliau pikul. Kepada para pejabat negara, beliau juga selalu berpesan agar melaksanakan tugas untuk Allah," imbuh beliau.
Imam, kata beliau, selalu mengimbau para pejabat negara agar memandang diri mereka tidak lebih tinggi dari rakyat atau merasa jauh dari aib dan bebas kritik.
Mengenai keadilan sebagai unsur utama yang lain dalam khittah Imam Khomeini, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyinggung perhatian besar Imam kepada kaum lemah dan miskin. "Imam selalu menekankan untuk memperhatikan nasib kaum lemah. Beliau juga sering berbicara tentang kelompok masyarakat yang beliaiu sebut ‘kaum tanpa alas kaki' dan ‘penghuni gubuk'. Dengan membawakan ungkapan seperti itu, Imam menyeru para pejabat negara untuk menghindari kemewahan dan memperhatikan nasib kaum miskin. Pelajaran ini jangan sampai terlupakan dalam kondisi apapun juga," jelas beliau.
Pemimpin Besar Revolusi Islam di bagian lain pidatonya membahas perkembangan terkini di kawasan. Beliau menyebut kebangkitan agung bangsa-bangsa Muslim di kawasan utara Afrika dan Timur Tengah sebagai fenomena yang sangat penting dan menentukan dalam sejarah.
"Peristiwa yang terjadi di Mesir, Tunisia, Libya, Yaman dan Bahrain masing-masing memiliki kondisi dan penjelasannya tersendiri. Akan tetapi, ketika suatu bangsa telah sadar dan bangkit lalu merasa kuat dan berkemampuan, tak akan ada yang bisa menghalangi keberhasilannya," kata beliau.
Rahbar menambahkan, sistem hegemoni, Setan Besar, dan kaum zionis yang haus darah terus berusaha untuk menghalangi keberhasilan akhir bangsa-bangsa ini. Namun, ketika bangsa-bangsa ini telah tersadarkan dan komitmen dengan seruan al-Qur'an untuk tabah dan resisten serta yakin akan janji pertolongan Allah, maka bangsa itu pasti akan berhasil.
Mengenai Libya, beliau menjelaskan bahwa kebijakan Barat adalah membuat Libya menjadi negara yang lemah. "Libya adalah negara yang penting dan memiliki sumber kekayaan minyak yang berlimpah, dengan letak geografisnya yang berdekatan dengan Eropa. Barat berusaha membuat negara ini lemah lewat perang saudara. Pada tahap berikutnya, negara itu akan jatuh dalam kendali Barat baik secara langsung atau tidak," tegas beliau.
Kondisi yang hampir sama terjadi di Yaman. Mengenai Bahrain, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Rakyat Bahrain berada dalam ketertindasan penuh. Dengan mengungkit masalah kesyiahan warga Bahrain, Barat dan sekutu-sekutunya berusaha mengesankan bahwa apa yang terjadi di Negara itu aalah konflik sektarian. Memang, sepanjang sejarah rakyat Bahrain menganut faham Syiah. Akan tetapi masalah yang terjadi di Bahrain tidak ada kaitannya dengan isu Syiah dan Sunni. Yang terjadi di sana adalah kebangkitan rakyat yang tertindas yang menuntut hak-hak asasi mereka seperti hak suara dan peran dalam membentuk pemerintahan dan mengatur negara."
Beliau melanjutkan, "Para pejabat AS yang pembohong dan licik namun gemar mengklaim diri sebagai pembela hak asasi manusia dan demokrasi justeru bungkam seribu bahasa menyaksikan pembantaian warga Bahrain. Mereka memang mengakui masuknya tentara Arab Saudi ke Bahrain. Tapi semua orang mengetahui bahwa Arab Saudi tak mungkin bertindak tanpa persetujuan dari AS. Karena itu, dalam kasus Bahrain, AS juga bertanggung jawab."
Rahbar menyatakan bahwa gerakan rakyat di kawasan memiliki tiga kriteria utama yaitu keislaman, anti Amerika dan Zionisme, dan kerakyatan. Beliau menambahkan, kriteria-kriteria ini nampak jelas, terlebih pada revolusi rakyat Mesir.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menegaskan, "Republik Islam Iran akan mengiringi setiap gerakan yang memiliki kriteria-kriteria ini. Akan tetapi jika menyaksikan provokasi Amerika dan orang-orang Zionis, kami tidak akan menyertai gerakan itu. Sebab kami yakin bahwa Setan Besar dan sekutu-sekutunya tak akan pernah berbuat untuk kebaikan bangsa-bangsa lain di dunia."
Lebih lanjut beliau menyeru bangsa-bangsa Muslim di kawasan Timur Tengah dan utara Afrika untuk pandai-pandai bersikap menghadapi makar dan gerak-gerik Barat. "Bantuan yang dikemas dengan bingkai persahabatan adalah salah satu modus AS untuk menguasai bangsa-bangsa lain. Bangsa-bangsa di kawasan khususnya rakyat Mesir yang memiliki warisan keislaman dan budaya yang bernilai harus waspada untuk mencegah musuh yang sudah mereka usir kembali masuk melalui celah yang terbuka," imbau beliau.
Ayatollah al-Udzma Khamenei memuji langkah rakyat Mesir dalam masalah Palestina, Gaza dan pintu perbatasan Rafah seraya menyebutnya sebagai langkah yang sangat bernilai. "Langkah-langkah seperti ini harus terus berlanjut, sehingga dengan bantuan Allah cita-cita revolusi Mesir bisa terwujud secara sempurna," kata beliau.
Beliau juga mengimbau semua pihak untuk mewaspadai upaya musuh menebar perpecahan di tengah umat.
Di bagian akhir pembicaraannya, Rahbar mengangkat isu Palestina dan mengatakan, "Palestina adalah negari yang satu dan tak terbagi. Negeri ini adalah milik umat Islam dan tak diragukan, Palestina akan kembali ke pangkuan Islam."
Beliau menandaskan, solusi yang ditawarkan AS dalam isu Palestina tidak membuahkan hasil. Sebab, solusi yang tepat adalah prakarsa yang telah diajukan Republik Islam Iran beberapa tahun lalu. Dengan prakarsa itu sistem pemerintahan apa yang bakal berdiri di Palestina ditentukan lewat mekanisme referendum yang diikuti oleh rakyat pemilik asli negeri ini.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menambahkan, setelah berdirinya pemerintahan yang dikehendaki oleh rakyat Palestina di seluruh wilayah negeri itu, mereka pulalah yang mesti menentukan nasib orang-orang zionis yang datang dari berbagai negara ke negeri mereka.
Menyinggung khittah Imam Khomeini, beliau mengatakan, dalam khittah ini spiritualitas, rasionalitas dan keadilan adalah rukun utamanya. "Loyalitas dan komitmen dengan warisan beliau yang luhur ini akan menghadiahkan kemuliaan, kemajuan dan ketinggian bagi bangsa Iran seperti yang selama ini terjadi," kata beliau.
Rahbar menyebut hari peringatan wafatnya Imam Khomeini tanggal 14 Khordad (4 Juni) setiap tahunnya sebagai kesempatan untuk memperbarui kenangan indah bangsa ini dengan pemimpinnya. Menyinggung tibanya bulan Rajab yang penuh berkah pada peringatan ini, beliau menandaskan, haul Imam tahun ini diperingati seiring dengan maraknya kebangkitan bangsa-bangsa Muslim di kawasan. Inayah Allah telah membuktikan kebenaran ramalan insan Ilahi ini.
Ayatollah al-Udzma Khamenei menyatakan bahwa khittah Imam Khomeini adalah kekayaan besar yang dimiliki bangsa Iran. "Dengan berbekal kekayaan yang agung ini, rakyat Iran berhasil melewati segala rintangan sulit selama 32 tahun dan ke depan pun akan seperti itu," imbuh beliau.
Menyinggung kecintaan besar rakyat Iran kepada Imam Khomeini, beliau mengatakan, "Kecintaan rakyat yang mendalam ini tidak terbatas pada sisi emosi semata. Sebab, makna dari kecintaan yang mendalam adalah menerima dan loyal kepada ajaran Imam sebagai khittah yang terang dan jelas bagi perjalanan bangsa."
Pemimpin Besar Revolusi Islam menegaskan bahwa spiritualitas, rasionalitas damn keadilan adalah unsur utama khittah Imam yang nampak dalam perkataan dan tindakan beliau. "Imam Khomeini adalah figur pesuluk spiritual dan ahli dzikir, khusyuk dan ketundukan kepada Allah. Tawakkal beliau yang kuat kepada Allah tak mengenal kata akhir. Namun demikian, dalam setiap hal beliau selalu memperhatikan rasionalitas, kebijaksanaan, perhitungan dan logika. Sama seperti rasionalitas dan spritualitas, beliau juga meyakini keadilan yang berasal dari lubuk ajaran Islam," jelas Rahbar.
Salah satu manifestasi dari rasionalitas Imam, kata beliau, adalah pemilihan sistem demokrasi agama sebagai dasar negara di sebuah negeri yang selama beberapa abad dikuasai oleh sistem despotisme dan kediktatoran.
Contoh lain dari rasionalitas Imam adalah kejelian dalam mengenal lawan yang dibarengi dengan kecerdikan dan resistensi penuh dalam menghadapi mereka. "Berbeda dengan sebagian kalangan yang memandang bahwa terkadang logika menuntut untuk bersikap lunak di depan lawan, logika Imam justeru menilai sikap lunak terhadap lawan sebagai tindakan yang memberi kesempatan kepada musuh untuk melangkah maju. Karena itu sepanjang hidupnya, Imam selalu tampil tegar sekokoh gunung di hadapan lawan-lawannya," jelas beliau.
Mengenai usaha tak mengenal henti dari kaum arogan dan kaki tangannya di dalam negeri di era dinasti Qajar dan Pahlevi untuk menebar apatisme dan rasa hina di tengah bangsa Iran, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, kepada bangsa yang seperti ini, Imam Khomeini meniupkan semangat rasa percaya diri dan menanamkan slogan ‘kita bisa' di dalam lubuk hati bangsa yang paling dalam.
Beliau menambahkan, kemajuan kaum muda di negeri ini yang mencengangkan di berbagai bidang keilmuan, teknologi dan industri tercapai berkat kerja keras Imam yang logis untuk menghidupkan kembali potensi kemampuan banga Iran.
Contah lain dari pemikiran jernih dan rasionalitas Imam dapat dicermati dari proses penyusunan hingga pengesahan konstitusi negara. "Dengan ketelitiannya, beliau menetapkan bahwa pemilihan para penyusun konstitusi dan pengesahan akhir konstitusi harus melalui suara dan pilihan rakyat lewat referendum," tutur beliau.
Rahbar menjelaskan bahwa dalam khittah Imam Khomeini, negara adalah milik rakyat bukan milik para diktator dan kaum despotik seperti rezim Syah yang mengaku memiliki negeri ini.
Beliau menambahkan, dengan tindakan-tindakannya yang rasional, Imam Khomeini telah membuat dasar hukum, sosial dan politik negara ini sedemikian kokoh sehingga bisa menjadi pondasi bagi tegaknya sebuah peradaban Islam yang agung.
Lebih lanjut Ayatollah al-Udzma Khamenei menerangkan sisi spiritualitas Imam Khomeini dengan menyatakan bahwa spiritualitas beliau sangat mengagumkan. "Sejak awal perjuangannya, beliau melangkah sesuai tugas dan kewajiban yang beliau pikul. Kepada para pejabat negara, beliau juga selalu berpesan agar melaksanakan tugas untuk Allah," imbuh beliau.
Imam, kata beliau, selalu mengimbau para pejabat negara agar memandang diri mereka tidak lebih tinggi dari rakyat atau merasa jauh dari aib dan bebas kritik.
Mengenai keadilan sebagai unsur utama yang lain dalam khittah Imam Khomeini, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyinggung perhatian besar Imam kepada kaum lemah dan miskin. "Imam selalu menekankan untuk memperhatikan nasib kaum lemah. Beliau juga sering berbicara tentang kelompok masyarakat yang beliaiu sebut ‘kaum tanpa alas kaki' dan ‘penghuni gubuk'. Dengan membawakan ungkapan seperti itu, Imam menyeru para pejabat negara untuk menghindari kemewahan dan memperhatikan nasib kaum miskin. Pelajaran ini jangan sampai terlupakan dalam kondisi apapun juga," jelas beliau.
Pemimpin Besar Revolusi Islam di bagian lain pidatonya membahas perkembangan terkini di kawasan. Beliau menyebut kebangkitan agung bangsa-bangsa Muslim di kawasan utara Afrika dan Timur Tengah sebagai fenomena yang sangat penting dan menentukan dalam sejarah.
"Peristiwa yang terjadi di Mesir, Tunisia, Libya, Yaman dan Bahrain masing-masing memiliki kondisi dan penjelasannya tersendiri. Akan tetapi, ketika suatu bangsa telah sadar dan bangkit lalu merasa kuat dan berkemampuan, tak akan ada yang bisa menghalangi keberhasilannya," kata beliau.
Rahbar menambahkan, sistem hegemoni, Setan Besar, dan kaum zionis yang haus darah terus berusaha untuk menghalangi keberhasilan akhir bangsa-bangsa ini. Namun, ketika bangsa-bangsa ini telah tersadarkan dan komitmen dengan seruan al-Qur'an untuk tabah dan resisten serta yakin akan janji pertolongan Allah, maka bangsa itu pasti akan berhasil.
Mengenai Libya, beliau menjelaskan bahwa kebijakan Barat adalah membuat Libya menjadi negara yang lemah. "Libya adalah negara yang penting dan memiliki sumber kekayaan minyak yang berlimpah, dengan letak geografisnya yang berdekatan dengan Eropa. Barat berusaha membuat negara ini lemah lewat perang saudara. Pada tahap berikutnya, negara itu akan jatuh dalam kendali Barat baik secara langsung atau tidak," tegas beliau.
Kondisi yang hampir sama terjadi di Yaman. Mengenai Bahrain, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Rakyat Bahrain berada dalam ketertindasan penuh. Dengan mengungkit masalah kesyiahan warga Bahrain, Barat dan sekutu-sekutunya berusaha mengesankan bahwa apa yang terjadi di Negara itu aalah konflik sektarian. Memang, sepanjang sejarah rakyat Bahrain menganut faham Syiah. Akan tetapi masalah yang terjadi di Bahrain tidak ada kaitannya dengan isu Syiah dan Sunni. Yang terjadi di sana adalah kebangkitan rakyat yang tertindas yang menuntut hak-hak asasi mereka seperti hak suara dan peran dalam membentuk pemerintahan dan mengatur negara."
Beliau melanjutkan, "Para pejabat AS yang pembohong dan licik namun gemar mengklaim diri sebagai pembela hak asasi manusia dan demokrasi justeru bungkam seribu bahasa menyaksikan pembantaian warga Bahrain. Mereka memang mengakui masuknya tentara Arab Saudi ke Bahrain. Tapi semua orang mengetahui bahwa Arab Saudi tak mungkin bertindak tanpa persetujuan dari AS. Karena itu, dalam kasus Bahrain, AS juga bertanggung jawab."
Rahbar menyatakan bahwa gerakan rakyat di kawasan memiliki tiga kriteria utama yaitu keislaman, anti Amerika dan Zionisme, dan kerakyatan. Beliau menambahkan, kriteria-kriteria ini nampak jelas, terlebih pada revolusi rakyat Mesir.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menegaskan, "Republik Islam Iran akan mengiringi setiap gerakan yang memiliki kriteria-kriteria ini. Akan tetapi jika menyaksikan provokasi Amerika dan orang-orang Zionis, kami tidak akan menyertai gerakan itu. Sebab kami yakin bahwa Setan Besar dan sekutu-sekutunya tak akan pernah berbuat untuk kebaikan bangsa-bangsa lain di dunia."
Lebih lanjut beliau menyeru bangsa-bangsa Muslim di kawasan Timur Tengah dan utara Afrika untuk pandai-pandai bersikap menghadapi makar dan gerak-gerik Barat. "Bantuan yang dikemas dengan bingkai persahabatan adalah salah satu modus AS untuk menguasai bangsa-bangsa lain. Bangsa-bangsa di kawasan khususnya rakyat Mesir yang memiliki warisan keislaman dan budaya yang bernilai harus waspada untuk mencegah musuh yang sudah mereka usir kembali masuk melalui celah yang terbuka," imbau beliau.
Ayatollah al-Udzma Khamenei memuji langkah rakyat Mesir dalam masalah Palestina, Gaza dan pintu perbatasan Rafah seraya menyebutnya sebagai langkah yang sangat bernilai. "Langkah-langkah seperti ini harus terus berlanjut, sehingga dengan bantuan Allah cita-cita revolusi Mesir bisa terwujud secara sempurna," kata beliau.
Beliau juga mengimbau semua pihak untuk mewaspadai upaya musuh menebar perpecahan di tengah umat.
Di bagian akhir pembicaraannya, Rahbar mengangkat isu Palestina dan mengatakan, "Palestina adalah negari yang satu dan tak terbagi. Negeri ini adalah milik umat Islam dan tak diragukan, Palestina akan kembali ke pangkuan Islam."
Beliau menandaskan, solusi yang ditawarkan AS dalam isu Palestina tidak membuahkan hasil. Sebab, solusi yang tepat adalah prakarsa yang telah diajukan Republik Islam Iran beberapa tahun lalu. Dengan prakarsa itu sistem pemerintahan apa yang bakal berdiri di Palestina ditentukan lewat mekanisme referendum yang diikuti oleh rakyat pemilik asli negeri ini.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menambahkan, setelah berdirinya pemerintahan yang dikehendaki oleh rakyat Palestina di seluruh wilayah negeri itu, mereka pulalah yang mesti menentukan nasib orang-orang zionis yang datang dari berbagai negara ke negeri mereka.