Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebut hari Al-Quds Sedunia sebagai bukti keterikatan ‘Imam Khomeini, Revolusi Islam dan bangsa Iran' dengan Masjidul Aqsha. Beliau menjelaskan bahwa dengan menghidupkan dan mengangkat isu Palestina dan pembebasan Al-Quds, bangsa Iran telah membangkitkan amarah kaum arogan dunia dan zionisme internasional. "Selama ini musuh kita selalu berupaya melemahkan penyelenggaraan hari Al-Quds, namun tahun ini pun bangsa Iran yang terhormat baik di Tehran maupun kota-kota lainnya di seluruh negeri akan menggelar pawai besar untuk memperingati hari tersebut. Bangsa-bangsa Muslim di seluruh dunia mengikuti jejak bangsa Iran dan akan menghidupkan kembali nama Al-Quds," tegas beliau.
Ayatollah Al-Udzma Khamenei lebih lanjut menyatakan bahwa hari Al-Quds adalah pentas persatuan bangsa Iran. Karena itu beliau mengingatkan seluruh pihak untuk melawan segala bentuk langkah yang berupaya menebar perpecahan. Beliau mengatakan, "Rakyat harus tanggap. Jangan sampai peringatan hari Al-Quds dijadikan isu menebar perpecahan oleh sejumlah oknum. Sebab, untuk memimpin gerakan pembelaan kepada Palestina, bangsa ini harus tetap menjaga persatuannya."
Mengenai sisi kehidupan politik Imam Ali (as), Ayatollah Al-Udzma Khamenei di khotbah awal menjelaskan bahwa kehidupan politik Amirul Mukminin (as) sarat dengan nilai-nilai spiritual dan akhlak.
Menurut beliau, politik yang diwarnai spiritualitas dan akhlak akan membawa masyarakat kepada kesempurnaan. Jika tidak demikian, maka politik hanya akan menjadi sarana untuk meraih kekuasaan, kekayaan dan dunia semata dan hal itu akan merugikan masyarakat dan para pelaku politik.
Imam Ali (as), tegas beliau, tidak memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang berharga. Amirul Mukminin (as) bersedia menerima baiat dan kekuasaan karena dengannya beliau berharap dapat menegakkan kebenaran dan keadilan serta memerangi kezaliman. Salah satu kelebihan yang ada pada kehidupan politik Imam Ali (as) adalah sikap beliau yang menolak tipu daya, makar dan kebohongan dalam menjalankan pemerintahan, sementara dalam sistem pemerintahan sekular yang berdiri di atas pondasi ‘pemisahan agama dari politik', tak ada larangan menggunakan segala cara untuk meraih dan melanggengkan kekuasaan.
Rahbar menandaskan, dalam kamus politik Imam Ali (as) tak ada tempat bagi kezaliman dan kebohongan untuk meraih kemenangan. Amirul Mukminin (as) secara tegas melarang rakyatnya bersikap menjilat saat berbicara dengan beliau.
Imam Ali (as) memperlakukan para penentang bahkan musuh-musuhnya dengan sikap penuh tenggang rasa. Rahbar mengatakan, "Dalam banyak kasus dan rangkaian peristiwa yang terjadi di zaman pemerintahannya, Imam Ali (as) selalu mengedepankan sikap toleransi terhadap para penentangnya. Sikap tegas dan tindakan keras hanya diambil ketika tak ada pilihan lain."
Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan, terhadap para penentang dan musuhnya, Imam Ali (as) senantiasa bersikap logis dan didasari argumentasi yang kuat. Dalam kehidupannya, terhadap berbagai kelompok yang berbeda, Imam Amirul Mukminin (as) tidak memperlakukan semua dengan cara yang sama. Mereka yang menginginkan kebenaran namun salah dalam menentukan jalan akibat kebodohan tidak diperlakukan sama dengan mereka yang memang menginginkan kebatilan. Di saat yang sama, Imam Ali (as) dikenal tegas dalam menyikapi langkah sesat yang menggunakan atribut kesucian agama.
Ayatollah Al-Udzma Khamenei pada khutbah kedua menerangkan kondisi di Iran saat ini dan menyampaikan imbauannya kepada kalangan politik dan para pejabat negara yang pernah atau sedang menjabat di posisi penting. Dalam penjelasannya, beliau mengingatkan bahwa selama tiga puluh tahun sejak awal kemenangan revolusi Islam sering terjadi peristiwa yang berujung pada pengelompokan kekuatan politik.
Dalam menjelaskan hal itu beliau mengatakan bahwa salah satu hal yang memicu terjadinya pengelompokan itu adalah faktor prinsip kepercayaan dan aqidah, ada pula yang dipicu oleh kepentingan pribadi dan golongan, sementara faktor berikutnya adalah perbedaan pandangan dalam menerapkan prinsip revolusi. Perbedaan faktor pemicu tentunya akan melahirkan perbedaan dalam menyikapinya.
Lebih lanjut Rahbar menerangkan kebijakan Imam Khomeini (ra) dalam menyikapi perselisihan di dalam tubuh revolusi Islam, seraya mengatakan, "Imam Khomeini mengikuti dengan baik jejak langkah politik Imam Ali (as). Beliau memperlakukan kelompok-kelompok yang ada sesuai dengan esensi masing-masing."
Pemimpin Besar Revolusi Islam mengingatkan kembali sikap Imam Khomeini (ra) terhadap pemerintahan sementara di awal revolusi, kelompok penentang draf hukuman qisas dan kubu munafikin. "Imam Khomeini (ra) pertama-tama menyikapi mereka dengan toleransi dan tenggang rasa. Namun ketika semua langkah tersebut tak membuahkan hasil, beliau lantas mengambil sikap yang tegas," kata beliau. Sikap tegas juga ditunjukkan Imam Khomeini (ra) terhadap kalangan yang duduk di posisi di atas presiden. Hal itu dilakukan Imam Khomeini (ra) di masa-masa akhir kehidupan beliau setelah toleransi dan sikap tenggang rasa tidak membuahkan hasil.
Mengenai perbedaan pandangan Rahbar mengatakan, "Tak seperti yang disuarakan oleh media-media propaganda asing, pemerintahan Islam tidak pernah mempersoalkan perbedaan pandangan. Namun jika pandangan yang berbeda tersebut menjadi dorongan untuk melakukan perlawanan terhadap negara dan revolusi, pemerintah akan melakukan tindakan yang tegas untuk membela diri, sama seperti yang dilakukan rezim-rezim lainnya di dunia."
Beliau menambahkan, "Kebijakan yang dijalankan pemerintahan Republik Islam adalah membuka tangan selebar mungkin dan meminimalkan munculnya penentangan. Karena itu, jika tidak terpaksa, pemerintah tidak akan menindak seseorang dengan keras. Jika seseorang atau kelompok tertentu tidak melakukan tindak kekerasan, tidak mengacaukan keamanan dan ketenangan masyarakat, tidak pula melakukan perlawanan terhadap prinsip-prinsip pemerintahan serta tidak menebar kebohongan di tengah masyarakat, mereka bebas menyampaikan pendapat dan pandangannya."
Pada khutbah kedua Ayatollah Al-Udzma Khamenei menasehati kubu-kubu politik di Iran untuk berhati-hati jangan sampai terjerumus ke dalam penyimpangan. Beliau mengingatkan bahwa kesalahan meski kecil akan menjadi pemicu munculnya kesalahan lebih besar yang pada akhirnya bisa mencampakkan orang ke jurang kehancuran. Dengan membawa beberapa penggalan ayat suci Al-Qur'an beliau menjelaskan bahwa secara perlahan kesalahan demi kesalahan akan membentuk karakter manusia menjadi buruk. Dan pada gilirannya penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang akan terbentuk pada tindakan bahkan aqidah dan kepercayaan. Karena itu, orang harus menjaga dirinya dengan ketaqwaan dan menjaga orang-orang dekatnya dari kesalahan.
Pemerintahan Islam menurut beliau tak ubahnya seperti seorang manusia yang bisa tergelincir dan terjatuh ke dalam jurang penyimpangan. Karena itu, kata beliau, kita harus mawas diri. Sebab mungkin saja nama dan bentuk lahiriyah Republik Islam tetap terjaga, namun perilaku, tindakan dan agenda kerja sudah tidak lagi Islami.
Pemimpin Besar Revolusi lebih lanjut menegaskan bahwa rakyat dan negara bergerak ke arah keadilan dan perilaku agamis. Di antara bukti bahwa negara ini sehat dan tidak menyimpang dari jalur yang benar adalah kemajuan pemikiran, sains dan industri di negara ini yang diperoleh dalam nuansa penuh kebebasan dan resistensi yang tangguh dalam menghadapi front kezaliman internasional.
Untuk itu, beliau mengimbau rakyat agar tanggap dan tidak membiarkan langkah negara ini menyimpang. Sebab, jika itu terjadi akan muncul kesenjangan sosial yang semakin parah, kebebasan menjadi sarana kebobrokan moral dan resistensi berubah menjadi sikap lemah di hadapan arogansi dunia.
Rahbar menyebut kunci mengatasi berbagai kesulitan dan jaminan bagi terwujudnya ‘kemajuan, kemuliaan dan kebanggan nasional' adalah dengan memperjuangkan prinsip yang diusung Imam Khomeini (ra). Beliau mengatakan, "Seperti yang sudah disaksikan pada kerusuhan pasca pemilu lalu, musuh kita terus berupaya melumpuhkan dukungan rakyat kepada pemerintahan. Kita semua harus waspada."
Ayatollah Al-Udzma Khamenei menyinggung partisipasi 40 juta warga Iran atau 85 persen pemilik hak suara pada pemilihan presiden 12 Juni lalu. Animo besar rakyat ini merupakan peristiwa menakjubkan yang membuktikan kepercayaan rakyat kepada negara. "Namun, musuh kita dan -sayangnya- juga anasir di dalam negeri- menutup mata dari fenomena besar ini. Mereka lantas mengumbar klaim adanya ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintahan. Insya Allah, mereka bakal menyaksikan bahwa pada pemilihan umum di tahun-tahun mendatang rakyat akan kembali menunjukkan partisipasi besar tanpa pernah menggubris suara musuh dan anasir di dalam negeri yang tidak sadar dan tertipu," tandas beliau.
Rahbar mengatakan, adalah wajar bila sebuah pemerintahan didukung oleh satu pihak dan ditentang pihak yang lain. "Tak ada satu pun pemerintahan di dunia yang didukung oleh seluruh rakyatnya di dalam dan luar negeri atau ditentang oleh seluruh rakyat. Pasti ada pihak-pihak yang mendukung dan ada pula pihak yang menentang. Yang penting diperhatikan adalah siapakah yang mendukung dan siapakah yang menentang," tegas Rahbar.
Beliau mengungkapkan sikap permusuhan kaum arogan dan imperialis internasional termasuk Amerika Serikat dan Inggris, juga permusuhan kalangan zionis terhadap Iran. Beliau menegaskan bahwa permusuhan seperti ini justeru menjadi kebanggaan bagi bangsa Iran, dan tidak semestinya membuat orang merasa takut atau menyerah kalah di hadapan musuh. Di lain pihak, bangsa ini didukung penuh oleh bangsa-bangsa yang mukmin dan pendamba kebebasan di seluruh dunia. Para aktivis independen di kancah politik juga memihak kepada bangsa ini. Kondisi ini justeru membuktikan kebenaran yang diusung oleh Republik Islam.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa negeri ini dan masa depannya adalah milik generasi muda. Beliau mengatakan, "Para pemuda harus berbuat untuk melanjutkan dan menyempurnakan revolusi ini dengan kecerdasan dan penuh rasa tanggung jawab. Karena, kekuatan negara Islam ini di bidang ilmu, ekonomi, politik, informasi dan pergaulan internasional akan menjadi kebanggaan seluruh rakyat Iran, khususnya para pemudanya yang energik."
Beliau lebih lanjut mengimbau seluruh pihak untuk mawas diri dan tanggap menghadapi upaya yang bertujuan melemahkan slogan dan prinsip Imam Khomeini dan revolusi Islam. "Rakyat harus tanggap, jangan sampai Republik Islam ini disimpangkan."
Di bagian lain khutbah Jum'at ini, Rahbar menyebut nama almarhum Ayatollah Taleqani dan Syahid Ayatollah Madani, seraya mengatakan, "Nama kedua pribadi yang agung ini sangat erat kaitannya dengan sejarah shalat Jum'at di Iran. keduanya memiliki jasa besar yang akan selalu dikenang oleh rakyat dan sejarah bangsa Iran."