Bismillahir Rahmanir Rahim
Saudara dan saudari yang mulia, saya ucapkan selamat datang. Sungguh saya merasa berkewajiban untuk mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mohsen Qara'ati beserta seluruh kerabat dan rekan kerja beliau; para alim ulama, imam Jumat, para pejabat tinggi negara, termasuk sejumlah menteri dan direktur.
Perihal penggalakan shalat, betapapun banyaknya waktu serta energi yang terkuras, baik yang bersifat jasmani maupun ruhani, untuk menggalakkan shalat di tengah masyarakat kita tetap patut mengatakan bahwa semua ini masih belum maksimal. Kita tetap harus serius pada apa yang telah disabdakan kepada kita bahwa;
"Shalat adalah tiang agama"
Bangunan agama bertumpu pada shalat; baik menyangkut keberagamaan seseorang maupun keberagamaan suatu masyarakat dan negara. Jika kita tak mampu memberikan penjelasan secara benar tentang mekanisme pengaruh shalat pada lingkup yang luas ini, maka ini adalah karena pendeknya jarak pandang kita sendiri. Ini berbeda dengan sosok insan sejati yang telah menegaskan shalat sebagai tiang agama sesuai ayat-ayat suci Al-Quran yang menegaskan pentingnya peranan shalat. Beliau tahu betapa vitalnya peranan shalat
Dulu di era rezim Thaghut di beberapa sel penjara yang mengerikan tempat berbagai jenis tahanan disekap saya mendengar -agaknya saya mendengar langsung tanpa penghubung, meskipun saya juga mendengar dari beberapa orang- bahwa sebagian tahanan Islamis dan atau mereka yang menganut berbagai ideologi berlabelkan Islam menyoal mengapa yang diserukan selalu saja "الصَّلَوةِ حَىَّ عَلىَ " (mari dirikan shalat!") dan bukannya "حَىَّ عَلىَ الْجِهَادِ" (mari berjihad!). Mereka heran mengapa paradigma yang ada selalu berkutat pada seruan kepada masyarakat untuk mendirikan shalat sehingga mereka lantas menganjurkan untuk menggantikannya dengan seruah jihad. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, pengalaman membuktikan kepada kita bahwa tindakan menyepelekan shalat bukan saja menyebabkan pengabaian terhadap jihad, tetapi juga dapat menggelincirkan perjuangan dari rel jihad yang sejati sehingga perjuangan hanya akan menjadi tendensi untuk memburu ambisi kekuasaan dan memenuhi hawa nafsu belaka.
Corak dan makna jihad hanya akan merasuk dalam substansi perjuangan manusia dan sebuah bangsa apabila shalat ditegakkan, sebab shalat adalah tonggak dzikir kepada Allah SWT. Karena itu, shalat adalah ibadah wajib yang pertama kali diterima oleh Rasulullah SAW. Dakwah yang pertama kali ditetapkan Allah SWT kepada beliau adalah;
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ
"Dan perintahkan keluargamu mendirikan shalat." (QS.22. 132)
Gambaran yang paling ditekankan oleh Allah SWT untuk kondisi masyarakat Tauhid adalah;
الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ
"Orang-orang yang jika kami teguhkan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat." (QS.22.41)
Inilah pentingnya shalat. Untuk bergerak di medan perjuangan, ada dua hal utama yang sangat dibutuhkan manusia. Pertama adalah motivasi, yaitu kekuatan tekad yang muncul dari dalam diri manusia dan menggerakkannya. Kedua adalah kompas atau gugusan bintang penunjuk arah agar manusia tidak kehilangan arah dan tujuannya dalam bergerak. Tanpa arah, manusia akan terhenti di tengah jalan dan membentur banyak kesulitan. Membina masyarakat bertauhid, menegakkan keadilan di tengah umat manusia, membangun tenda kebenaran di tengah hembusan badai yang datang susul menyusul tentu bukan pekerjaan mudah. Ini memerlukan motivasi kuat yang tak lain adalah dzikrullah. Dengan dzikir, orang akan rajin memohon pertolongan kepada Allah serta memasrahkan perjuangannya kepada Allah. Dengan kompas ini manusia akan selalu sadar bahwa yang ditujunya bukanlah kekuasaan, harta, kesenangan hawa nafsu, impian pribadi, dan ambisi politik, melainkan Allah SWT. Dua faktor penting berupa motivasi dan arah ini tertanam dalam ibadah shalat.
Dua faktor ini sangat diperlukan oleh orang-orang yang memikul tanggungjawab besar dan bahkan segenap anggota masyarakat. Hanya saja, para pemikul tanggungjawab jelas lebih memerlukan keduanya. Sebab itu, Allah SWT berfirman kepada rasul-Nya;
قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا، نِصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا ، أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
"Bangunlah di malam hari , kecuali sedikit , seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (QS.73.2-4)
Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW agar menghabiskan sebagian besar waktu malamnya untuk berdzikir, menghadap Allah, dan mendirikan shalat. Mengapa demikian? Jawabannya;
إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
"Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat." ((QS.73.5)
Allah SWT meminta beliau agar mempersiapkan dirinya karena beliau akan mendapat risalah yang amat berat. Dengan demikian, kitapun lebih memerlukan shalat. Masyarakat juga lebih memerlukan shalat dengan tingkat keperluan yang sesuai dengan level masing-masing. Shalat ternyata sedemikian penting. Dan yang sangat vital dalam shalat setelah ibadah ini digalakkan sehingga masyarakat menjadi masyarakat penegak shalat adalah kekhusyukan, yaitu kehadiran hati kita di hadapan Allah SWT. Ini memerlukan pelatihan. Orang-orang terlatih dalam hal ini mengajarkan kepada kita bahwa ketika mendirikan shalat manusia harus memiliki rasa dan kesadaran penuh bahwa dia sedang berhadapan dengan Dzat Yang Maha Agung dan Pencipta serta Penguasa alam semesta. Sesuai berbagai riwayat tentang shalat, orang yang shalat dalam keadaan dapat menjaga kesadaran seperti ini shalatnya pasti diterima dan pasti akan menghasilkan khasiat dan pengaruhnya yang kuat.
Tentang pengaruh shalat, tentu kita tidak dapat menjelaskannya dalam untaian kalimat dan keterangan yang singkat. Hanya saja, pendahuluan yang diperlukan oleh kita semua, pemuda, dan segenap masyarakat ialah pengetahuan tentang shalat. Kita harus dapat menjelaskan pentingnya shalat kepada masyarakat. Alhamdulillah, di bidang ini sudah ada upaya yang terlembaga dengan baik dimana Anda semua adalah pelaksananya. Pada hakikatnya, semua pihak juga harus berusaha di bidang ini. Tugas kita tidak sesederhana bahwa kita harus dapat mengubah orang yang melalaikan kewajiban shalat menjadi orang yang rajin shalat. Lebih dari itu, kita bahkan sedang berusaha meneguhkan gerakan universal kita -dimana pemerintahan Republik Islam adalah tonggaknya yang kuat- di tengah umat manusia.
Orang yang hatinya dapat menikmati keindahan shalat dan dengan ini dapat meningkatkan makrifatnya kepada Allah SWT praktis akan terjauh dari maksiat. Jiwanya akan sensitif terhadap dosa dan dengan demikian secara bertahap dia akan dapat memasuki aura ketakwaan; suatu kondisi yang disebut oleh syariat sebagai pilar ketaatan beragama. Inilah inti dari masalah shalat.
Atas dasar ini, pertama saya mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada rekan-rekan yang mulia, terutama Bapak Mohsen Qara'ati secara pribadi, yang telah dengan ikhlas berjuang keras di bidang ini, serta kepada segenap pihak yang bekerjasama dengan beliau. Kedua, saya menegaskan di sini bahwa kerja keras ini masih di pertengahan jalan sehingga jangan Anda berhenti. Ini adalah tugas abadi dan harus berkelanjutan dari masa ke masa. Sebagaimana shalat tak kenal kata libur, tugas inipun juga tak kenal kata henti. Sebab banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan manusia menjadi lalai. Untuk memerangi kelalaian ini, shalat sangat diperlukan. Di waktu subuh, kita harus melaksanakan shalat, siang hari harus shalat, malam juga harus shalat. Masyarakat harus memiliki pemahaman lebih dalam tentang pentingnya shalat dan pengaruhnya, baik yang fardhu maupun yang nafilah. Gunakan segenap fasilitas yang efektif untuk mengkampanyekan shalat.
Selanjutnya saya ingin berkomentar soal pernyataan Paus Benekditus XVI. Saya kira, Dunia Islam memang sudah sepatutnya menunjukkan reaksi. Pernyataan tokoh panutan umat Kristiani tentang Islam yang dianut oleh 1,5 milyar penduduk dunia dan sudah beredar jutaan buku tentang agama ini patut ditinjau dari dua aspek;
Pertama ialah aspek bahwa Dunia Islam belakangan ini banyak terfokus pada tuduhan miring yang mengarah kepada Islam dan kondisi dimana Islam telah dicitrakan dan diperlakukan secara tidak fair. Islam dituding sebagai agama yang tidak rasional. Islam dituduh sebagai agama yang menolak logika. Ini jelas merupakan tindakan zalim dengan tingkat yang setara dengan penolakan terhadap aksioma; pengingkaran terhadap manfaat matahari atau terhadap adanya cahaya mahatari. Agama apa selain Islam yang gencar mengkampanyekan rasionalisme; لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ (agar kalian berpikir) لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ (agar kalian mengerti)?! Kitab suci mana yang kalimat pertamanya memberikan kepedulian kepada ilmu, pena (qalam), dan pendidikan?! Dan kalaupun sekarang Dunia Barat yang berjaya di bidang ilmu pengetahuan dan sains, tapi sejarawan obyektif manakah yang tidak mengakui bahwa kemajuan Barat adalah berkat Islam?! Ketika Barat dan Eropa di Abad Pertengahan tenggelam dalam kegelapan total, Dunia Islam justru sedang jaya-jayanya di bidang sains, rasionalitas, penalaran, dan filsafat serta memiliki ilmuan-ilmuan sekaliber Ibnu Sina, Farabi, dan lain sebagainya.
Ketidak pahaman terhadap jihad dan lalu menjelek-jelekannya juga merupakan tindakan yang tidak fair. Jihad bukan untuk memaksakan keyakinan. Jihad dalam Islam adalah perlawanan terhadap praktik perbudakan. Jihad bukan untuk memerangi bangsa-bangsa, melainkan untuk melawan kekuatan-kekuatan penindas dan zalim. Inilah yang diperlihatkan sejarah Islam, perilaku para pelopor Islam, dan yang diwasiatkan oleh mereka.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dalam salah satu pesannya yang monumental kepada gubernurnya di Mesir, Malik al-Asytar, mengatakan bahwa siapapun yang ditemui Malik dalam bertugas di sana adalah saudara sesama; kalau bukan dari segi akidah, setidaknya dia tetap merupakan saudara sebagai sesama manusia;
َ اِمَّا شَرِيْكٌ لَكَ فِى الْخَلْقِ
" Atau dia adalah (saudaramu sebagai) sesama makhluk (manusia)."
Maksud beliau ialah bahwa siapapan harus diperlakukan secara terhormat, karena kalaupun dia bukan saudara seagama, setidaknya dia adalah sesama umat manusia. Allah SWT berfirman;
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (QS.60.8)
Inilah tuntunan Al-Quran. Kitab suci ini mengajarkan kepada umat Islam agar berlaku adil terhadap orang-orang kafir atau non-Muslim selagi mereka tidak mengganggu, tidak melancarkan agresi, tidak melanggar batas, dan tidak berbuat zalim terhadap umat Islam. Al-Quran mengajarkan umat Islam agar berbuat baik kepada non-Muslim. Aneh sekali jika ada orang yang tidak memahami realitas ini atau memandang jihad secara apriori, padahal jihad adalah ideologi perjuangan melawan penindasan untuk setiap bangsa. Nyatanya, apriorilah yang terjadi dalam menginterpretasikan jihad. Sudah sekian abad para pemuka agama di Eropa memandang Islam dengan kacamata negatif, dan karena itu semua kita berharap apriori ini sekarang sudah berakhir dan digantikan dengan obyektivitas. Tapi sayang, kita lagi-lagi mendengar statemen-statemen yang tidak sepatutnya dinyatakan.
Kedua adalah aspek yang tak kalah pentingnya dengan aspek pertama yaitu, bahwa di balik statemen-statemen negatif tersembunyi ambisi-ambisi politik tertentu. Ini memperlihatkan kepada kita betapa krusialnya problema yang ada sekarang. Yaitu problema adanya upaya adu domba antarumat beragama dan antarpengikut mazhab di dunia, upaya pencegahan kerjasama antarpenganut keyakinan yang berbeda, upaya pengobaran perang dan krisis yang semuanya diharapkan oleh kekuatan-kekuatan raksasa dunia dapat menjadi faktor yang melanggengkan eksistensi mereka. Mereka merasa harus bisa mengobarkan krisis agar mereka dapat melicinkan ambisi-ambisi jahatnya di tengah masyarakat internasional.
Karena itu, hal yang paling saya khawatirkan ialah kemungkinan statemen-statemen itu berdampak rasa saling curiga dan dendam antara umat Islam dan umat Nasrani, tercemarnya citra umat Islam terutama di negara-negara dimana mereka berstatus minoritas semisal AS dan negara-negara Eropa sehingga terbuka pretensi untuk menumpas mereka dengan dakwaan terorisme dan lain sebagainya. Inilah kecenderungan di balik kasus penistaan terhadap citra Islam dan ini harus diwaspadai. Dalam hal ini saya kira Paus Benekditus hanya terjebak; dia tidak awas terhadap apa motif di balik statemennya, atau terhadap ambisi pihak-pihak yang telah mengkondisikan Paus untuk melontarkan pernyataan negatif terhadap Islam.
Beberapa tahun silam ada seorang pemimpin Eropa datang ke Tehran. Dalam pertemuan dengan saya dia menyampaikan sebuah ungkapan yang berkonotasi perang Nasrani-Islam. Sambil memperlihatkan rasa heran, saya lantas menyoal mengapa sampai ada asumsi yang mengacu pada perang antara Islam dan Nasrani. Saya tegaskan bahwa umat Islam sama sekali tidak berpikir untuk berperang dengan umat Nasrani. Dalam kurun waktu 100 tahun terakhir ini atau bahkan lebih, berbagai perang besar yang terjadi di dunia umumnya justru merupakan perang antarumat Nasrani sendiri. Saat itu saya sebutkan Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang Perancis melawan Jerman, lalu saya ingatkan bahwa semua ini adalah perang antarpemimpin negara-negara Kristen sendiri, bukan antara Nasrani dan Islam.
Saya memang kaget mengapa tamu dari Eropa itu sampai menyinggung isu perang Islam-Kristen. Rupanya, beberapa waktu kemudian terjadi tragedi menara kembar WTC di New York dan Presiden AS pun lantas menegaskan bahwa Perang Salib sudah dimulai! Pasca statemen ini, tamu yang berbicara dengan saya tadi ternyata juga merupakan salah satu tokoh yang terlibat langsung dalam invasi militer ke Irak yang diproyeksikan oleh AS dan Zionis. Di situ saya baru sadar bahwa kata-kata yang dilontarkan kepada saya di sini rupanya adalah hasil dari sebuah perundingan, dialog, dan perjanjian antarkekuatan imperialis dunia. Mereka adalah pihak-pihak yang ikut merancang konsep makar AS-Zionis untuk Timteng dimana langkah awalnya adalah invasi militer ke Irak. Saya baru sadar akan makna dari kata-kata itu; Perang Salib! Perang Islam-Kristen! Tapi toh mereka gagal, walaupun mereka sudah bersusah payah untuk itu.
Kasus-kasus publikasi karikatur pelecehan terhadap Islam juga tak lepas dari proses ini. Begitu pula kasus-kasus munculnya statemen-statemen negatif terhadap Islam yang dilontarkan oleh sejumlah politisi dan media di AS dan Eropa. Dan apa yang terjadi sekarang adalah mata rantai terkini yang -naifnya- keluar dari lisan seorang pemimpin agama Nasrani. Wajar kalau ini meluncur dari mulut Bush, sebab watak Bush memang sudah demikian. Bush adalah Presiden AS yang memang merupakan komponen yang bekerja untuk para adidaya, kartel-kartel, dan kekuatan-kekuatan penjarah dunia, sebab dia terpilih sebagai Presiden juga karena mereka. Orang tidak heran menyaksikan sikap Bush. Tapi kalau yang bersikap negatif ternyata adalah seorang pemuka agama, ini jelas mengherankan sekaligus memprihatinkan. Orang sulit percaya bagaimana seorang nomor wahid dalam dunia Katolik bisa sampai menjadi alat kepentingan dan ambisi para adidaya, imperalis, pebisnis-pebisnis kejam dunia.
Umat Islam harus mewaspadai fenomena ini. Mereka yang kurang cermat dalam menyikapi isu ini juga harus lebih cermat. Yang harus dicermati ialah siapa otak di balik fenomena ini. Mesti diingat bahwa Paus dan orang-orang semisalnya jelas bukan pihak yang diuntungkan oleh adanya gerakan-gerakan negatif seperti ini di dunia. Pihak yang diuntungkan adalah AS dan Zionis dan kekuatan-kekuatan besar dunia secara umum. Tangan Si Setan Besar pasti bermain di balik layar dan menentukan skenarionya.
Kita berharap semoga Allah SWT melindungi, membimbing, dan menjaga kita semua agar kita dapat menunaikan dengan baik dan cerdas apa saja yang sudah menjadi tugas dan kewajiban kita, dan semoga Allah mengembalikan semua akibat buruk konspirasi musuh Islam dan umat Muslim kepada musuh sendiri.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu