Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei

Pemimpin Besar Revolusi Islam

Pidato dalam Pertemuan dengan Berbagai Kelompok Kaum Elite Wanita

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Pertama-tama, saya sampaikan ucapan selamat kepada kalian, saudari-saudari terhormat dan anak-anak perempuan saya yang tercinta, atas hari kebahagiaan lahirnya wanita agung dan figur cemerlang di antara kaum wanita sepanjang sejarah umat manusia, Yang Mulia Zahra nan suci (Siti Fathimah) as.
Begitu juga hari besar ini bertepatan dengan hari kelahiran imam kinasih dan mulia kita (Imam Khomeini), dimana manusia tercinta dan mulia ini juga satu titik penentu dalam pandangannya terhadap dasar-dasar Islam di segenap bidang, termasuk di bidang yang berkaitan dengan masalah perempuan dan kaum wanita. [Maka sekali lagi] kami sampaikan ucapan selamat kepada kalian tercinta; saudari-saudari dan anak-anakku.

Hari ini adalah pertemuan yang bagus. Pertemuan ini, menurut saya, satu pertemuan yang sangat bagus, bermanfaat dan memuaskan; bagi saya juga bagi orang-orang yang kemudian tahu ihwal pertemuan ini dan melihat laporannya. Kurang lebih dua jam saya menyimak pemaparan saudari-saudari terhormat. Maksud inti adalah ini juga. Yakni ada dua tujuan yang diusahakan; salah satunya yaitu ini, dimana dari lisan perempuan-perempuan pilihan dari masyarakat wanita negeri ini, ada sejumlah masalah yang menurut hemat mereka penting dan harus dikemukakan secara terbuka, khususnya dalam masalah-masalah yang terkait dengan kaum wanita, dan ini sudah dilakukan (dikemukakan). Semua pembicara pada hari ini memiliki pemahaman yang tinggi, kokoh, logis, sistematis dan pakar dalam duduk persoalan yang mereka kemukakan. Bagi saya, ini sangat diharapkan dan mengagumkan.

Di sini, saya telah mencatat ringkasan atau isyarat dari uraian-uraian saudari-saudari ini, dan insya Allah berguna bagi saya. Uraian-uraian yang telah dikemukakan itu - terutama sebagiannya - sangat tajam dan menarik fokus. Ini satu maksud dan tujuan. Maksud kedua juga cara pandang simbolik terhadap pertemuan ini. Seperti telah berkali-kali saya singgung, dalam masalah kewanitaan, kita adalah pihak pengugat di hadapan dunia. Kita menggugat dunia. Sekarang lembaga-lembaga yang terkait dengan PBB, atau selain mereka, atau sekelompok pelaku pers atas nama hak asasi manusia mempersoalkan masalah jilbab dan sebagian masalah seperti ini, lalu mereka menampilkan diri sebagai pihak penggugat.

Ini tidak akan mengubah kenyataan duduk perkara. Kita [yang justru] harus menjadi penggugat atas dunia. Dunia yang saya maksudkan adalah dunia Barat. Kita sekarang ini sedang berbicara langsung kepada dunia [Barat] dan kita katakan, kalian telah berkhianat kepada umat manusia secara umum dan kepada kaum wanita secara khusus; yaitu menyeret perempuan dan laki-laki ke lembah penderitaan seksual, penyulutan gairah dan bara keserakahan seksual yang ilegal dan anarkis di tengah masyarakat, menampilkan perempuan ke tengah pentas dengan tampilan yang vulgar. Jelas sekali bahwa perempuan bagian yang indah dari penciptaan manusia. Bagian indah ini secara natural harus seiring dengan sedikit penutupannya di balik tirai. Ini karakter bagian indah dan lembut dari wujud manusia ini. Mengoyak tirai ini dan mengobral secara anarkis dan kacau di tengah masyarakat apa yang seharusnya diatur dengan hukum dan ditata secara tertib - yakni kebutuhan insting manusia, baik pada perempuan ataupun pada laki-laki - adalah pengkhianatan paling besar yang telah dilakukan terutama kepada perempuan kemudian kepada manusia, baik lelaki maupun perempuan. Kejahatan ini dilakukan oleh politik-politik Barat. Tentu saja, mereka sendiri yang menanggung pukulan pertama dan kerugian terbesar.

Sekarang, masalah homoseksual menjadi satu dari sekian bencana di dunia Barat. Tentunya, mereka menutup-nutupi, tapi kenyataannya ialah sekarang ini bagi sarjana-sarjana mereka, itu telah menjadi salah satu persoalan besar dan tak teratasi. Mereka juga tidak punya jalan keluar. Demikian menjalani hidup; demikian menampilkan budaya vulgar dan ketelanjangan dalam masalah-masalah seks dan hubungan lelaki dan perempuan; demikian memamerkan seks perempuan - yakni bagian indah, lembut, tertutup dan wujud manusia di balik tirai itu - untuk kepentingan komersial, promosi, untuk kerja; mengeksploitasi senyumnya, keindahannya, tubuhnya, wajahnya untuk mempromosikan satu produk yang tak berharga dan tak bernilai, untuk meraup keuntungan materi; karenanya munculnya berbagai problema di dunia seperti itu amatlah wajar. Dunia Barat itu pelaku hal-hal ini. Politik-politik Barat telah melakukan semua itu; tidak ada hubungannya dengan agama, juga tidak ada hubungannya dengan agama Kristen dan Yahudi, [tetapi] berkaitan dengan politik-politik baru yang sudah berlangsung umum sejak - sementara ini saya tidak bisa menyebutkan tepatnya [kapan] - kira-kira seratus lima puluh tahun yang lalu.

Coba kalian lihat budaya negara-negara Eropa pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas serta cara pandang mereka terhadap perempuan; sama sekali berbeda dengan apa telah mereka upayakan sampai sekarang yang dapat disaksikan oleh semua orang pada abad kedua puluh dalam karya-karya dan peradaban abad kedua puluh berkenaan dengan perempuan. Dulu itu, cara pandang mereka penuh penghormatan, kesucian dan sesuai dengan kodrat perempuan dan laki-laki. Jadi jelas bahwa kejahatan-kejahatan politik itu sekarang [berasal] dari pihak-pihak zionis, dari perangkat-perangkat imperialisme. Ini semua perlu diteliti dan dipelajari. Hal Ini terjadi secara berangsur-angsur dari hari ke hari semakin meningkat sampai pada kondisi yang sekarang kita saksikan. Oleh karena itu, dunia Barat harus bertanggung jawab, karena mereka telah menghantam perempuan, telah memperkosa hak-hak perempuan, telah menurunkan martabat perempuan, telah mengkhianatinya atas nama keberpihakan. Ini satu masalah yang sedang kita hadapi.

Di bidang hukum Islam, sebagian saudari telah menyampaikan pandangan-pandangannya dan itu betul. Ada banyak yang harus dikerjakan, dijelaskan dan diteliti. Saya menegaskan masalah-masalah yang telah dikemukakan oleh sebagian saudari, dan telah mereka katakan bahwa dalam menghadapi propaganda lawan, termasuk propaganda feminisme, kita masih belum bekerja keras dan optimal dengan tingkat kualitas yang tinggi sebagaimana mestinya. Dari ruang ini juga saya berpesan kepada institut-institut penelitian, kepada pusat-pusat studi, kepada perguruan tinggi, kepada hauzah ilmiyah dan kepada para ahli, dan saya menuntut mereka agar memberikan fokus pada bidang ini. Masalah ini adalah masalah penting. Kalau kita melakukan upaya-upaya yang bagus dalam masalah kewanitaan di dalam negeri kita sendiri, ini juga pengabdian kepada masyarakat perempuan di seluruh dunia; bakti yang sesungguhnya kepada kaum wanita di dunia. Ya, barangkali mereka telah menyadari sebagian dari nilai pengabdian ini, dan mungkin sebagian orang baru menyadarinya pada tahun-tahun mendatang. Akan tetapi, kalaulah kita telah berusaha dengan baik, maka ini pengabdian kepada mereka.

Apa yang ingin saya sampaikan dua tiga poin singkat yang telah saya catat untuk saya kemukakan. Pertama, keberadaan sekelompok perempuan pilihan ini sendiri dari berbagai bidang, yang tentunya semua perempuan berprestasi tidak terbatas hanya dalam perkumpulan ini. Kalian adalah sebuah contoh dari kaum perempuan pilihan di seluruh tanah air. Keberadaan ini merupakan indikasi atas keberhasilan cara pandang Negara Islam dan cara pandang Islam terhadap perempuan. Kita tidak pernah punya perempuan berprestasi sebanyak ini di masa-masa rezim despotik [sebelum Revolusi]. Ini pendapat saya, dan saya akan tetap kukuh. Sekarang ini ada mayoritas mutlak dan relatif dari peneliti-peneliti perempuan, pakar-pakar perempuan, sarjana-sarjana perempuan di berbagai bidang, pemikir-pemikir dan penulis-penulis perempuan yang aktif berpikir di bidang yang bermacam-macam. Mereka para ahli dan pencipta karya. Sastrawan-satrawan perempuan, penyair-penyair perempuan, seniman-seniman perempuan - penulis-penulis novel, penyair-penyair, pelukis-pelukis -jauh lebih banyak berkali-kali lipat daripada di masa-masa rezim despotik [sebelum Revolusi], yakni masa-masa itu yang, atas nama keberpihakan pada perempuan, penguasa telah melenyapkan jilbab, kesucian dan jarak antara perempuan dan laki-laki, dan terus mempopulerkan [budaya] pergaulan bebas, bahkan dalam beberapa hal bertindak lebih bejat dan lebih keras daripada negara-negara Eropa.

Sekarang, di negara Republik Islam, di balik busana hijab, di balik pakaian cadur, di balik kain jilbab, kita memiliki jumlah sebesar ini dari kaum elite pemikiran, ilmu pengetahuan, praktisi, aktifis politik, pakar kebudayaan dan seni. Pada masa itu, kita tidak punya bahkan sebagian dari kelompok [yang ada] ini. [Kuantitas] mereka sangat terbilang. Ini satu kesimpulan yang benar; tepat berlawanan dengan apa yang mereka usahakan untuk diyakinkan [dan] dihidupkan kembali, yaitu cara mereka mempopulerkan [budaya] pergaulan bebas bukan hanya tidak memajukan perempuan, spiritualitas dan potensi-potensi kaum perempuan, akan tetapi justru menyibukkan perempuan dengan apa-apa yang melazimkan suatu gaya hidup, perhiasan, berbagai macam penampilan dan aneka persoalan ekstra, dan itu sendiri malah menjadi kendala pencapaian kaum perempuan menuju kesempurnaan dan keluhuran martabat.

Di negara Islam, ada batasan yang ditetapkan sesuai dengan fitrah insani kaum perempuan. Untuk kaum laki-laki juga ada batasan dengan bentuk tertentu, untuk kaum perempuan juga ada batasan dengan bentuknya yang lain. Batasan itu merupakan faktor mendukung agar energi-energi mereka tidak terbuang sia-sia dan digunakan seoptimal mungkin di arah yang benar. Ketika itu hasilnya adalah peningkatan intelektualitas, ilmu dan amal dalam masyarakat perempuan sebagaimana yang kita lihat sekarang ini.

Ini poin pertama. Adapun kata orang-orang - dan tentu juga sebagian mereka itu sampai sekarang berbicara karena betul-betul lengah, memangnya bisa kaum perempuan berkembang dengan tetap mengenakan hijab dan menjaga hukum-hukum syariat dan Islam! Lantas, bagaimana [mendudukkan] masalah kewanitaan dalam negara Islam?! Ini jawaban praktis, jawaban faktual. Keberadaan sekelompok besar elite perempuan di tengah masyarakat kita ini [adalah jawaban] yang sebelumnya kita tidak pernah ada kondisi seperti ini di negara ini. Di masa kekuasaan rezim Pahlevi pun tidak ada. Sebelum itu juga, kondisi pendidikan bermasalah dari sudut lain. Sekarang, di negara Islam ini, alhamdulillah, itu sudah ada. Dan kini, [ada] jumlah lebih banyak lagi dari mahasiswi-mahasiswi di perguruan-perguruan tinggi dan sejenisnya, [tapi] ini bukan yang utama. Poin utama ialah sekumpulan ini saja dari kaum elite perempuan sudah bisa berprestasi cemerlang di berbagai bidang di negara Republik Islam ini.

Poin kedua ialah di negara ini, kita menyaksikan bagaimana sebagian dari aktifis-aktifis perempuan dan sebagian dari kaum laki-laki sedang berusaha beradaptasi dengan konvensi-konvensi internasional yang berurusan dengan perempuan, dan bermain serta tawar menawar hukum-hukum Islam. Ini salah. Saya tidak ingin mengatakan bahwa apa saja yang diajukan dalam fikih kita sehubungan dengan hukum-hukum kewanitaan itu pasti kata pamungkas. Tidak. Mungkin saja dengan satu penelitian dalam suatu masalah yang dilakukan oleh seorang ahli fikih yang handal dan pandai, satu hukum fikih tertentu yang sampai kini diyakini dan diamalkan ternyata tidak benar dan hukumpun berubah. Ini tidak masalah. Ini mungkin-mungkin saja dan memang sudah terjadi.

Dalam masalah warisan perempuan dari aset tanah yang tak bisa dipindah - sebagaimana telah disinggung oleh saudari [di sini], [adalah] pendapat fikih sebagian dari ulama-ulama besar terdahulu, dan pendapat fikih sebagian ulama - dan saya juga berpendapat demikian- yaitu apa saja yang tidak bisa diwariskan, maka nilai aset tanah itu sudah pasti hak istri dan [dengan begitu] dia mendapatkan warisan. Ini tidak masalah. Oleh karena itu, dalam kasus-kasus fikih, hal seperti ini mungkin saja [terjadi] sehingga kita mengatakan bahwa itu mengalami perubahan. Akan tetapi, apa yang seharusnya dilakukan dalam masalah-masalah fikih, yaitu fungsi kefikihan dilakukan oleh seorang fakih yang pandai dan menguasai dasar-dasar fikih, juga dengan bertumpu pada metode fikih, dengan mekanisme penyimpulan fikih [yang benar]; bukan dengan sesuka hati orang mengupas dari ujung hukum-hukum Islam lalu mengguntingnya untuk bisa menyesuaikan diri dengan mereka; untuk dapat berkoordinasi dengan pakta internasional tertentu, dengan satu konvensi internasional, padahal para pembuatnya secara dasar-dasar pemikiran sama sekali berbeda dengan masyarakat yang hidup di negeri ini yang meyakini ajaran Islam dan percaya pada prinsip-prinsip Islam. Ini benar-benar keliru; sama sekali tidak dapat dipertahankan. Jangan ragu bahwa apa yang dalam hukum-hukum Islam dan dalam fikih Islam sesuai dengan maslahat. Dan itulah yang benar, dimana dengan sekali tinjauan dan dalam berbagai bidang, itu bisa diketahui [kebenarannya].

Saudari-saudari yang terhormat! Mereka yang aktif dan memeras pikiran dalam masalah-masalah yang menyangkut kaum perempuan serta menyaksikan adanya ketimpangan-ketimpangan di sana, jangan sampai mereka beranggapan bahwa solusinya ialah kita harus mengintervensi hukum-hukum fikih Islam. Bukan begitu. Hukum-hukum fikih Islam manakala disimpulkan atas dasar penelitian dan sesuai dengan dasar-dasar Islam, maka itu sudah betul-betul benar dan sesuai dengan maslahat. Jangan sampai kita, karena ada sesuatu yang telah diputuskan dan ada satu konvensi internasional, misalnya, di sebuah organisasi dan forum internasional, lantas kita mengotak-atik pemikiran-pemikiran kita dan fikih kita sendiri dengan sudut pandang yang sempit, dengan kelemahan jiwa dan inferioritas. Ini juga, menurut saya, tidak benar.

Poin berikutnya yang juga terulang-ulang dalam uraian-uraian dari saudari-saudari, yaitu bahwa dalam masalah perempuan, hal yang paling penting ialah masalah ‘keluarga'; peran perempuan sebagai bagian dari keluarga. Menurut hemat saya, ini lebih besar nilai pentingnya dari semua peran yang dilakukan seorang perempuan. Tentunya, sebagian orang dalam pandangan di atas itu dengan keras menolak poin ini. Mereka mengatakan, ‘Pak, Anda ini ingin memenjarakan perempuan di dalam rumah, mengungkung dia, menghalangi dia dari aktivitas di lapangan-lapangan kehidupan.' Bukan begitu. Maksud kami sama sekali bukanlah begitu. Islam juga tidak menginginkan demikian. Ketika Islam menyatakan, "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar" (Al-Taubah: 71). Yakni, kaum muslim dan kaum muslimah punya andil dan semua terlibat sama dalam menjaga keseluruhan sistem sosial dan amar makruf dan nahi munkar.

[Islam] tidak mengecualikan perempuan. Kita pun tidak bisa mengecualikan perempuan. Tanggung jawab pengelolaan masyarakat Islam dan kemajuan masyarakat Islam berada di atas pundak semua; di atas pundak perempuan, di atas pundak laki-laki, masing-masing dengan cara tertentu sesuai dengan kemampuannya. Letak persoalan di sini bukan pada: apakah perempuan bisa memikul tanggung jawab di luar rumah ataukah tidak. Tentu saja dia bisa. Ini tidak diragukan lagi. Pandangan Islam juga tidak menafikan itu secara mutlak. [Akan tetapi] persoalannya terletak pada: apakah seorang perempuan berhak menghapuskan perannya di dalam keluarga demi semua hal-hal yang berguna, menarik dan manis yang bisa dibayangkan untuk dirinya di luar lingkungan keluarga? [Menyia-nyiakan] perannya sebagai ibu? Perannya sebagai istri? Dia berhak atau tidak? Penekanan kami terfokus pada peran ini.

Saya katakan bahwa peran terpenting yang bisa dilakukan oleh seorang perempuan di setiap tingkatan dari kelimuan, pengetahuan, wawasan, penelitian dan spiritualitas ialah sebuah peran yang bisa ia lakukan sebagai seorang ibu dan sebagai seorang istri. Ini lebih penting dari semua kerjaan-kerjaan lain yang dilakukan perempuan. Hal-hal tadi adalah pekerjaan yang hanya bias dilakukan oleh perempuan. Katakanlah perempuan ini juga punya tugas penting yang lain - katakanlah harus punya, akan tetapi dia mesti mempercayai peran [di atas] itu sebagai tugas dasar dan [tanggung jawab] utama bagi dirinya. Kelangsungan generasi umat manusia dan perkembangan serta aktualitas potensi-potensi diri seseorang bergantung pada [tugas] itu. Menjaga utuh kesehatan spiritual masyarakat bergantung pada ini. Ketenangan dan kedamaian hati di hadapan berbagai kekalutan, ketakkuasaan [menghadapi masalah] dan bencana bergantung pada ini. Jangan sampai kita melalaikan hal ini.

Bukan sebuah kelebihan ketika perempuan meniru pekerjaan kaum laki-laki. Bukan. Perempuan punya pekerjaan kaum perempuan yang nilainya lebih tinggi daripada pekerjaan kaum laki-laki. Sekarang ini, mereka telah mengusahakan langkah-langkah yang benar-benar mencurigakan dan arus melawan nilai di dunia; di semua tempat, juga sayang sekali terjadi di negara kita di sana sini. Mereka ini hendak memaksa perempuan agar menjadi seorang laki-laki! Mereka mengira itu telah memangkas martabat perempuan [sehingga mereka mengeritik] kenapa laki-laki melakukan hal-hal tertentu tapi perempuan tidak boleh melakukannya! Benarkah ini pemangkasan martabat?

Cara pandang terhadap masalah ini cara pandang yang salah. Mereka mengeritik: kenapa kalian katakan perempuan itu perempuan dan laki-laki itu laki-laki? Baiklah, memangnya bukan begitu?! Mereka ingin agar kita mengatakan kalau perempuan itu laki-laki, ketika itulah dia menjadi seorang lelaki buatan, foto kopian kedua dari laki-laki! Kebanggaan macam apa ini untuk perempuan?! Kebanggaan untuk perempuan ialah dia benar-benar menjadi seorang perempuan; seorang perempuan sempurna, seorang wanita seutuhnya. Pada tataran tinggi evaluasi nilai, kalau kita amati, nilai ini (sempurnanya seorang perempuan) jelas tidak kurang dari seorang lelaki yang sempurna, bahkan dalam beberapa hal tertentu sudah pasti lebih tinggi dan lebih besar. Lalu kenapa kita harus kehilangan ini?

Tentu saja, ada tugas-tugas yang sama. Sebagaimana telah saya katakan, berada di tengah masyarakat, memahami persoalan-persoalan umum masyarakat dan berusaha menangani persoalan-persoalan umum masyarakat adalah tanggung jawab yang bukan khusus laki-laki juga bukan khusus perempuan. Kaum perempuan juga tidak bisa lepas tangan dari tanggung jawab ini. Jika kaum perempuan harus mengambil peran dalam urusan-urusan ini, maka jelas mereka harus melakukannya, dan tidak ada batasan di sini. Akan tetapi tanggung jawab-tanggung jawab yang khusus juga penting, yaitu pekerjaan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT ke atas pundak perempuan sesuai dengan kodratnya.

Apa pun itu, kalian sebagai kelompok elite bangsa ini, baik yang [baru saja] masuk di awal aktivitas dan gerakan, apakah itu [masih] mahasiswa atau di awal-awal masa kegiatan, maupun yang telah bekerja bertahun-tahun dan berusaha keras, ketahuilah bahwa sekarang ini, kaum perempuan di negeri kita punya tanggung jawab yang berat. Tanggung jawab berkali lipat yang kini kalian emban yaitu meluruskan cara pandang keliru terhadap masalah perempuan dan laki-laki. Cara pandang yang sekarang ada di dunia Barat dan berusaha ditanamkan dalam masalah perempuan/laki-laki adalah cara pandang yang salah; cara pandang yang batil. Cara padang ini akan berakhir pada pemerkosaan terhadap banyak nilai di dalam komunitas-komunitas manusia, dan sekarang pun dapat dilihat indikasi-indikasinya, dan khususnya di dalam masyarakat kita. Kalian harus meluruskan cara pandang ini.

Tentunya, perlu juga saya sampaikan bahwa slogan-slogan dan pandangan-pandangan orang Barat terhadap masalah perempuan tidak pernah bisa membendung kezaliman terhadap perempuan yang telah dan masih dilakukan di dalam keluarga dan di luar keluarga sepanjang sejarah. Kalau kita andaikan bahwa kezaliman terhadap kaum perempuan - sebagai akibat dari faktor-faktor alami ataupun unsur-unsur kesengajaan - bisa ditangani dalam sebuah masyarakat, maka ini hanya terjadi di bawah arahan moral, hukum, pembinaan dan kesalehan kaum laki-laki. Tapi sekarang, hal ini tidak ada lagi di Barat, sama sekali. Penistaan terhadap kaum perempuan, berbagai penindasan fisik dan penyiksaan mental terhadap kaum perempuan di Barat, dan data-data statistik yang sedang mereka laporkan, masih lebih banyak berkali-kali lipat daripada di negara kita dan di negara-negara yang kita tahu. Oleh karena itu, mereka (Barat) juga masih belum berhasil mengatasi persoalan itu, namun dari sisi lain justru mereka telah menyebabkan kerugian semua ini.

Kita harus punya cara pandang yang komprehensif terhadap masalah perempuan, dan cara pandang komprehensif ini ada dalam Islam. Masalah pengakuan nilai otentisitas perempuan dan keperempuanan adalah sebuah nilai yang tinggi bagi seorang perempuan; sebuah prinsip. Menyerupai laki-laki sama sekali bukanlah nilai positif bagi seorang perempuan. Begitu juga menyerupai perempuan bukanlah nilai tambah bagi seorang laki-laki. Masing-masing punya peran yang khas, masing-masing punya tempatnya, punya statusnya, punya kodratnya. Dan masing-masing punya suatu tujuan dari kondisi khasnya dalam penciptaan Allah yang penuh kebijakan, dan tujuan itu harus tercapai. Ini [jelas] masalah penting.

Kini kalian, saudari-saudari, bisa memainkan peran dalam bidang ini; meneliti; menulis; mensosialisasikan dan menampilkan secara praktis. Tentu sudah saya katakan berkali-kali dan sekarang saya katakan lagi bahwa di masyarakat kita - yakni, masyarakat Islam dan masyarakat Iran kita - sayangnya juga, seperti masyarakat-masyarakat Barat, ada semacam ketidakadilan dalam hubungan kekeluargaan antara perempuan dan laki-laki, dan utamanya terkait dengan [lingkungan] dalam keluarga. Ini harus dicegah. Beberapa hal dari itu dapat ditangani dengan nasihat, namun juga ada hal-hal lainnya yang tidak bisa dengan nasihat, [tetapi] harus diatasi dengan kekuatan dan hukum. Kaum perempuan masih menjadi sasaran kezaliman. Laki-laki, lantaran punya lebih banyak kekuatan dari segi fisik dan sebagian karakter lainnya, dalam beberapa hal menggunakan kekuatan-kekuatan itu dan melakukan kezaliman. Ini harus dicegah, dan pencegahan ini bisa dilakukan dengan hukum. Namun tentu saja, seperti telah saya katakan, juga bisa dilakukan dengan kesalehan dan moral kaum laki-laki.

Menjelaskan model interaksi perempuan dan laki-laki dalam etika Islam dan hukum Islam juga, menurut hemat saya, mesti dilakukan lebih intensif. Ada sebagian orang yang taat agama, akan tetapi karena tidak mengenal konsep-konsep keislaman dan tidak memahami secara baik moralitas yang berkaitan dengan hubungan-hubungan perempuan dan laki-laki dalam Islam, maka ketaatan diri mereka itu tidak berdampak pada berkurangnya kekerasan mereka, pada berkurangnya kesewenang-wenangan dan penindasan mereka. Tidak. Mereka itu taat agama tetapi juga sewenang-wenang dan memaksa. Ini juga harus dibenahi. Etika Islam dalam hubungan perempuan dan laki-laki - khususnya di dalam keluarga - harus menjadi fokus perhatian. Tentunya, masalah hijab juga sangat krusial. Saya memandang masalah hijab ini betul-betul penting. Hijab menunjukkan nilai pentingnya dalam masalah-masalahnya yang tak langsung, di antaranya dalam masalah keluarga dimana ia menunjukan arti pentingnya.

Ala kulli hal, saya sangat bergembira dengan pertemuan kita hari ini. Saya bersyukur kepada Allah dimana segenap saudari-saudari yang baik, alhamdulillah, aktif dalam bidang ini; kalian semua pemikir dan pekerja keras. Saya berharap semoga Allah semakin menambah keberhasilan dan kesuksesan kalian.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu

700 /