Bismillahirrahmanirrahim
Pertama-tama saya mengucapkan selamat atas hari besar ini kepada seluruh pencinta kebenaran dan pendamba kebebasan di dunia; kepada umat Islam; kepada rakyat Iran yang mulia dan mukmin dan kepada Anda sekalian para hadirin, saudara-saudara dan saudari-saudari yang terhormat.
Peringatan hari mab'ats, yaitu pengangkatan Rasulullah Muhammad SAW sebagai Nabi, bukan hanya mengingatkan kita kepada sebuah peristiwa bersejarah. Poin penting ini harus selalu kita ingat berkenaan dengan peristiwa besar dan kenangan agung sejarah umat manusia ini. Tak hanya itu, mengingat peristiwa agung ini sama dengan mengulang sebuah pelajaran yang tak mungkin terlupakan, pertama bagi umat Islam, baik sebagai umat maupun secara individu, untuk kalangan elit dan tokoh umat seperti para politikus, cendekiawan, intelektual, dan kedua untuk seluruh umat manusia. Ini adalah pengulangan sebuah pelajaran besar. Pengulangan sebuah konsep perjalanan dan mengingat kembali sebuah peristiwa berharga.
Banyak dimensi yang bisa ditangkap dari peristiwa ini, yang jika ada orang ingin mengungkapnya dengan bahasa yang jelas -walaupun hanya secara garis besar-, ia perlu menuliskannya dalam berjilid-jilid buku atau berbicara beberapa jam lamanya. Akan tetapi, dalam pandangan sekilas akan peristiwa ini, banyak sekali pelajaran yang bisa didapatkan. Coba Anda lihat bagaimana Rasulullah SAW yang mulia datang ke tengah umat dengan membawa pesan Ilahi yang lengkap dan dapat menjawab semua keperluan umat manusia untuk menjadi sempurna. Beliau memulai gerakan dakwahnya ketika di tengah masyarakat saat itu tak ada satupun kesempurnaan yang diharapkan.
Nabi SAW, adalah pembawa pesan keilmuan sementara masyarakatnya tidak pernah mengenal ilmu. Beliau membawa pesan keadilan di saat masyarakat tidak mengenal arti keadilan. Mereka yang kuat dan bangsawan berkuasa atas harta dan nyawa orang lain. Nabi SAW datang dengan pesan akhlak, toleransi, kesabaran, kejujuran dan cinta, yang tidak pernah dikenal dengan baik oleh masyarakat kala itu. Masyarakat -tempat Nabi SAW diutus- adalah bangsa yang keras, bengis, asing akan tata krama dan spiritual, jauh dari ilmu, rakus kepada tuntutan hawa nafsu, tenggelam dalam fanatisme jahiliyah dan bangga akan hal-hal yang tak berguna.
Dalam kondisi yang primitif dan sulit itu, di sebuah negeri dengan tabiat alamnya yang tandus tanpa air dan tumbuhan, beliau datang menanamkan sebuah pesan Ilahi. Tiga belas tahun lamanya benih yang beliau tanam tumbuh dalam kondisi yang serba sulit. 13 tahun itu akhirnya melahirkan sebuah pemerintahan yang berlandaskan ilmu, keadilan, tauhid, spiritual, akhlak dan kehormatan. Kehinaan telah diubah menjadi kemuliaan. Kebuasan berubah menjadi persaudaraan. Fanatisme diubah menjadi toleransi dan logika. Kebodohan sirna diganti dengan ilmu. Sebuah pondasi yang kokoh dan benteng yang kuat telah berdiri. Benteng kuat itu menjadi pijakan bagi umat Islam selama beberapa abad untuk mencapai puncak peradaban ilmu. Keberhasilan yang dicapai umat Islam ini tidak pernah ada tandingannya sepanjang sejarah umat manusia.
Hanya sepuluh tahun lamanya masa pemerintahan Nabi SAW. Anda saksikan bagaimana 13 tahun ditambah 10 tahun pemerintahan itu dibandingkan dengan umur sejarah bangsa-bangsa di dunia? Masa itu tak ubahnya bagai sejenak, seperti sesaat yang cepat berlalu. Meski singkat, namun beliau telah melahirkan sebuah gerakan yang maha besar yang membagi sejarah umat manusia ke dalam dua bagian, sejarah pra Islam dan sejarah setelah kedatangan Islam. Gerakan ini telah membawa kemanusiaan ke depan dan mengokohkan sendi-sendi etikanya. Gerakan ini telah meninggalkan pelajaran-pelajaran berharga untuk manusia yang tak mungkin dapat dilupakan. Karena itu lihatlah fenomena pengutusan Nabi SAW dari sudut pandang ini.
Ada banyak faktor saling berkait yang menjamin datangnya keberhasilan-keberhasilan ini; namun dari semua itu yang paling utama adalah sosok pribadi agung Nabi SAW. Beliau adalah unsur kokoh yang penuh dengan spiritualitas, kesucian, makrifat kepada Allah dan tawakkal kepadaNya. Sebelum beliau diangkat sebagai Nabi, Rasulullah Muhammad SAW adalah figur yang paling pandai dan paling berilmu diantara seluruh warga kota Mekah. Sebelum masa kenabian, Muhammad SAW juga dikenal sebagai orang yang paling dermawan, dan mulia serta paling baik budi pekertinya di antara semua orang.
Di
tengah warga Arab zaman itu, seorang yang mulia mendapat anugerah besar
dari Allah SWT yang telah memilihnya untuk mengemban tugas dan tanggung
jawab besar ini, sebab Allah telah menguji kemampuannya untuk menerima
tugas kenabian. Allah SWT mengenal hambaNya. Dia tahu kepada siapa
risalah kenabian harus dipikulkan. Nabi SAW adalah sosok yang tegar.
Ketegaran dan keteguhannya yang diiringi dengan pengetahuan yang dalam
akan tujuan dari misi yang dijalankannya telah memberinya kekuatan
untuk meraih kesuksesan. Dengannya gerakan besar ini membuahkan hasil.
Iya, kebenaran pasti menang, tetapi dengan syarat-syaratnya. Diantara
syarat kemenangan bagi kebenaran adalah pembelaan kepada kebenaran.
Syarat kemenangan kebenaran adalah keteguhan di jalan kebenaran.
Pada
tahap awal bi'tsah yang berlangsung selama tiga tahun atau lebih -yakni
masa da'wah secara diam-diam dan rahasia- Nabi SAW berhasil
mengislamkan sekitar 30 atau 40 orang. Lalu turun perintah dari Allah
kepada beliau [dalam ayat];
«فاصدع بما تؤمر و اعرض عن المشركين. انّا كفيناك المستهزءين»
Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. Kami akan melindungimu dari orang-orang yang mengolok-olok.
Ayat ini memerintahkan Nabi SAW; sampaikan seruan Islam secara terang-terangan. Terjunlah langsung ke medan. Genggam erat panji [tauhid] dan lakukan secara terbuka. Nabi SAW pun terjun ke medan dan kalian tentunya telah mendengar kisah ini. Para pembesar dan tokoh bangsawan Quresy, orang-orang kuat dan kaya di tengah masyarakat [Mekah], mereka semua terusik dan gemetar menyaksikan Islam. Langkah awal yang mereka lakukan adalah dengan membujuk dan mengiming-imingi Nabi SAW dengan berbagai tawaran. Mereka lalu mendatangi Abu Thalib dan mengatakan, "[Hai Abu Thalib!], jika keponakanmu [Muhammad] ingin menjadi pemimpin, kami siap mengangkatnya menjadi pemimpin sepenuhnya. Jika ia menginginkan harta kami siap memberinya harta sebesar yang ia mau sampai ia menjadi orang yang paling kaya. Jika ia ingin menjadi raja, kami bersedia menobatkannya menjadi raja. Sampaikan kepadanya, [semua itu akan kami lakukan] dengan syarat dia harus mengakhiri dakwahnya."
Abu Thalib yang sangat menyayangi Nabi SAW dan khawatir nyawa keponakannya itu terancam akibat konspirasi mereka, beliau mendatangi Nabi SAW dan mengatakan, "Para pembesar Mekah datang dan membawa pesan seperti ini." Mungkin ketika itu Abu Thalib menasehati atau mengimbau kepada Nabi SAW agar melunakkan sikap. Tidak perlu lagi melawan dan resisten seperti ini. Ketika itulah Nabi SAW bersabda;
"Pamanku! Jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku untuk memaksa aku meninggalkan tugas dan misi ini, Demi Allah, tidak akan aku lakukan sampai Allah memenangkan agama ini atau kita semua binasa."
Kemudian dalam riwayat disebutkan bahwa setelah mengatakan itu,
Kedua mata Nabi SAW berlinang air mata dan beliau bangkit dari tempat duduknya. Ketika menyaksikan keteguhan dan keimanan Nabi SAW yang sedemikian membaja, hati Abu Thalib tersentuh dan kemudian berkata;
"Wahai keponakanku! Pergilah dan katakan [dan lakukan] apa saja yang engkau mau. Demi Allah aku tidak akan menyerahkanmu dengan imbalan apapun."
Resistensi melahirkan resistensi. Keteguhan yang ada pada Nabi SAW semakin menguatkan keteguhan yang ada pada diri Abu Thalib. Komitmen kepada cita-cita ini dan sikap pantang menyerah menghadapi musuh, tidak rakus kepada apa yang dimiliki musuh, tidak mengikat hati dengan insentif dan iming-iming yang ditawarkan musuh untuk memaksa kita menghentikan gerak langkah menuju cita-cita, semua itu melahirkan keteguhan, resistensi, dan ketenangan. Melahirkan kepercayaan akan tujuan, cita-cita dan keimanan kepada Tuhan yang menjadi inspirasi utama tujuan dan cita-cita ini. Hanya tiga puluh atau empat puluh orang [yang bersama Nabi SAW ketika itu], tidak lebih. Tetapi tiga puluh atau empat puluh orang ini resisten dan bertahan menghadapi segala kesulitan. Jumlah mereka pun semakin bertambah banyak dari waktu ke waktu. Setiap hari mereka menyaksikan bagaimana bangsawan Quresy memperlakukan Ammar dan Bilal. Bagaimana mereka menyiksa dan membunuh Sumayyah dan suaminya, Yasir. Mereka menyaksikan penyiksaan itu, tetapi mereka tetap teguh mempertahankan keimanan [kepada ajaran Nabi]. Kemajuan yang dicapai kebenaran terjadi lewat jalan ini. Kebenaran tidak akan maju dan berkembang dalam suasana aman, tenteram dan sentosa. Kebenaran akan maju jika para pembawa kebenaran dan para pengikut kebenaran resisten dan teguh dalam memperjuangkan kebenaran yang mereka yakini.
Al-Qur'an Al-Karim menyebutkan ;
"Muhammad adalah utusan Allah dan mereka yang bersamanya sangat keras terhadap orang-orang kafir dan lembut terhadap sesama."
Orang-orang
yang keras terhadap kaum kafir bukan berarti selalu berada dalam
konflik dan peperangan melawan kaum kafir. Asyidda' dalam ayat ini
berarti kuat, keras, tegas dan tidak rapuh. Ada logam yang berkarat,
lama kelamaan akan rapuh dan hancur. Tapi ada juga logam yang meski
telah melalui masa yang panjang tidak berkarat dan tidak rapuh; seperti
inilah yang dimaksud dengan kata asyidda'. Asyidda' yang berarti kuat
dan keras terkadang muncul dalam satu bentuk khusus di medan
peperangan, namun menemukan bentuknya yang lain di meja perundingan
dengan musuh. Anda sekalian tentunya mengetahui bagaimana Nabi Muhammad
SAW bersikap dalam peperangan-peperangan beliau. Ketika kondisi
menuntut beliau berbicara dengan musuh, beliau pun berbicara dengan
mereka. Setiap langkah dan sikap Nabi SAW menunjukkan ketegasan dan
kekokohan beliau; tidak ada setitikpun kelemahan padanya. Ketika perang
Ahzab (Perang Khandaq) meletus, Nabi SAW membuka pintu perundingan
dengan musuhnya. Bacalah sejarah bagaimana beliau berunding. Beliau
berperang dengan tegas; berunding dengan tegas; bertindak dengan tegas
dan penuh kekuatan. Inilah yang dimaksud dengan ungkapan; اشداء على
الكفار.
Ungkapan berikutnya adalah; رحماء بينهم ‘Bersikap
lembut terhadap sesama mereka', di sinilah tempat berlemah lembut dan
bersikap lunak. Di sini bukan tempat untuk bersikap keras. Di sini
harus bersikap dengan bahasa hati dan berhubungan antara sesama dengan
lembut.
Ketegasan dan resistensi yang ada di awal masa kenabian telah memberikan kekuatan yang menakjubkan selama masa pemboikotan di Syiib Abu Thalib yang berlangsung tiga tahun lamanya. Bukan main-main. Tiga tahun lamanya diboikot di sebuah lembah di pinggiran kota Mekah tanpa air, tanpa tumbuhan-tumbuhan dan di bawah sengatan teriknya matahari. Nabi SAW, Abu Thalib, Khadijah, seluruh umat Islam dan seluruh keluarga mereka hidup di lembah ini yang merupakan celah di tengah perbukitan. Semua jalan ditutup untuk mencegah masuknya suplai makanan ke sana. Terkadang ketika bulan-bulan haram tiba -yang menurut adat di zaman jahiliyyah tidak diperkenankan berperang saat itu- mereka bisa pergi ke kota. Namun di kota, ketika mereka ingin membeli keperluan hidup, mendadak orang-orang suruhan Abu Jahl, Abu Lahab dan para pembesar Mekah ikut masuk ke proses transaksi itu lalu membelinya dengan harga dua kali lipat. Demikianlah mereka menghadapi masa-masa yang sangat sulit selama tiga tahun. Ini bukan main-main.
Simbol ketegaran dan keteguhan (Nabi Muhammad SAW), pilar yang kokoh itu, hati yang penuh dengan tawakkal kepada Allah itu, tetap menunjukkan ketegarannya dan berkat itu, orang-orang yang bersama beliau dapat bersabar menahan derita. Setiap malam sampai matahari terbit, terdengar suara tangis anak-anak kecil yang kelaparan. Suara yang datang dari dalam lembah Syi'ib Abu Thalib itu didengar oleh kaum kafir Quresy. Banyak warga Mekah yang tersentuh hatinya, namun mereka tak mampu mengulurkan bantuan karena takut menghadapi para pembesar Quresy. Meski demikian, orang-orang Muslim di Syiib Abu Thalib yang menyaksikan anak-anak mereka meregang nyawa di hadapan mereka -betapa banyak yang meninggal dunia, sakit dan yang menanggung kelaparan berkepanjangan-, namun jiwa mereka tidak terguncang sama sekali.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as) kepada putranya yang bernama Muhammad bin Al-Hanafiyah mengatakan;
Gunung bisa saja terguncang dan terangkat dari tempatnya, tapi engkau jangan. Ini adalah nasehat yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dan wasiat beliau. Inilah jalan bagi kebangkitan umat Islam. Inilah pelajaran yang diberikan oleh Rasul SAW kepada kita. Bi'tsah atau kenabian mengajarkan hal ini kepada kita.
Jika hanya sekedar duduk-duduk lalu kita katakan bahwa ayat dari Allah turun kepada seorang manusia, malaikat bernama Jibril turun membawa wahyu dan seseorang diutus sebagai nabi dengan membawa risalah lalu kita bergembira karenanya; sebagian beriman dan sebagian ingkar, hal semacam ini tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah. Masalah yang sebenarnya adalah bahwa kita harus mengambil pelajaran dari peristiwa besar yang terjadi ini. Seluruh fase kehidupan Nabi Muhammad SAW adalah pelajaran berharga bagi kita semua. Seluruh masa 23 tahun itu adalah pelajaran bagi kita.
Saya pernah berpesan kepada sebagian sahabat, saya katakan bahwa kita harus mempelajari setiap detik dari kehidupan Nabi SAW. Setiap saat dari kehidupan beliau adalah peristiwa besar; pelajaran; sisi besar kemanusiaan. Masa 23 tahun seluruhnya demikian. Para pemuda kita hendaknya mempelajari kembali sejarah kehidupan Nabi SAW dari kitab-kitab rujukan yang sanad dan sandarannya kuat lalu melihat sendiri apa yang terjadi. Kalian menyaksikan bagaimana umat yang besar seperti ini lahir; umat yang memiliki pemikiran, jalan, dan ajaran yang paling baik, dan menawarkan obat penawar yang paling mujarab bagi kemanusiaan. Demikianlah kelahiran umat ini yang kemudian berkembang dan akarnya menguat. Saya berulang kali menyampaikan kata-kata Amirul Mukminin Ali (as) di tengah perang Shiffin, beliau berkata:
Tidak ada yang bisa membawa panji ini kecuali orang-orang yang memiliki pandangan luas dan kesabaran. Artinya panji ini hanya bisa dipikul oleh; pertama orang yang faham akan kondisi dan tujuan, dan kedua orang yang memiliki kesabaran. Sabar berarti keteguhan, ketegaran dan resistensi. Inilah pelajaran yang harus kita ambil dari peristiwa kenabian.
Imam Khomeini adalah percikan dari mata air yang memancar deras itu yang berhasil menciptakan sebuah kejadian besar di dunia ini. Imam adalah sosok pribadi yang hatinya dipenuhi oleh keimanan dan keyakinan akan kebenaran jalan yang beliau tempuh. Sebagaimana firmanNya;
Rasul beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula dengan orang-orang mukmin. Semua beriman kepada Allah, kepada para rasulNya dan para malaikatNya.
Nabi adalah orang pertama yang mengimani jalan ini. Dalam sejarah revolusi kita, Imam Khomeini adalah orang pertama yang mengimani kebenaran jalan ini, dan hatinya penuh dengan keyakinan akan jalan dan tujuan yang ia tempuh. Beliau faham betul akan apa yang dilakukannya dan tahu besarnya pekerjaan yang beliau garap. Di samping itu, Imam juga sadar akan keharusan dari pekerjaan ini. Keharusan pertama dan paling utamanya adalah dengan bertawakkal dan berserah diri kepada Allah SWT, ia harus tegar di jalan ini. Para pemuda kita yang menyaksikan ketegarannya ikut terbawa untuk tegar dan teguh. Seluruh lapisan masyarakat saat menyaksikan kesabaran dan ketegaran mata air yang jernih itu ikut meraup limpahan air dari sumber itu. Mereka lantas menjadi contoh nyata dari firman Allah:
«هو الّذى انزل السّكينة فى قلوب المؤمنين ليزدادوا ايمانا مع ايمانهم»
"Dialah yang menurunkan ketenangan di hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan di atas keimanan mereka"
Sakinah atau ketenangan itu turun di hati manusia ketika dirinya dipenuhi oleh keimanan. Allah SWT lantas berfirman:
"Dan milik Allah tentara di langit dan bumi"
Jika demikian halnya, buat apa gentar? Seluruh tentara langit dan bumi adalah milik Allah. Bersama Allah-lah kalian maka seluruh tentara itu akan menjadi milik kalian. Inilah sunnah dan ketentuan yang digariskan oleh Allah SWT.
Lihatlah betapa Allah SWT dalam satu waktu menciptakan dua fenomena sekaligus; pertama menciptakan alam ini dengan segala ketentuannya, dengan segala aturan dan sunnahnya; dan kedua aturan yang berhubungan dengan syariat, dengan agama yang dianut masyarakat, dan yang menjadi petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Allah membuat kedua-duanya sekaligus. Keduanya saling sesuai. Jika kalian berbuat sejalan dengan aturan dan hukum Ilahi -yakni kehendak syariat yang haq-, kehidupan dan perilaku kalian sesuai dengan aturan penciptaan, maka kalian akan seperti kapal yang bergerak dengan tiupan angin. Angin membantunya untuk bergerak di atas permukaan air, dan airpun membantu gerakannya.
Sunnah penciptaan akan membantu siapa saja yang melangkah di jalan ini. Namun syaratnya adalah bahwa kalian harus bergerak. Sunnatullah, -jika syaratnya terpenuhi- akan terlibat dan membantu. Hukum alam yang digariskan Allah akan membantunya. Jika tidak demikian, siapa yang menyangka bahwa di titik paling rawan peristiwa di dunia ini -Timur Tengah- sebuah rezim yang sangat bergantung pada kaum adidaya dan arogan dunia -yakni rezim Shah Pahlevi- dapat ditumbangkan. Dan di negeri itu panji Islam dikibarkan dengan kebesaran. Padahal selama berpuluh tahun rezim Pahlevi telah menebar budaya dan pemikiran Barat serta amoralitas di tengah masyarakat, dan mengotori pikiran para cendekiawan dan pemikir dengan ajaran Barat. Mendadak masyarakat negeri itu menjadi masyarakat Islam yang menyeru kepada Islam. Siapa yang menyangka akan terjadi seperti ini? Tapi kenyataannya terjadi. Artinya, jika sebuah kelompok atau sebuah bangsa bergerak di jalan ini, maka sunnatullah yang menjadi ketentuan Allah di alam ini akan membantu dan menolong mereka.
Masalahnya
bukan terletak pada soal Iran semata. Hari ini dunia Islam telah
menemukan kesadarannya dan telah mengerti. Dulu memang ada anggapan
bahwa jika adi kuasa dan kekuatan besar dunia -di satu pihak ada
Amerika dan di pihak lain Uni Soviet- menginginkan sesuatu maka apa
yang mereka maukan pasti akan terjadi. Para pemimpin dan politikus yang
lain tak punya pilihan kecuali mengiyakan dan menuruti. Tapi anggapan
itu sudah tidak ada lagi di tengah bangsa-bangsa dunia. Sekarang para
politikus dan elit politik justeru meyakini prinsip resistensi.
Saya
katakan kepada bangsa Iran, kepada mereka yang mengikuti bi'tsah
kenabian Muhammad SAW bahwa jalan satu-satunya adalah resistensi.
Pemerintahan Republik Islam yang dibangun mengikuti petunjuk Imam
Khomeini (ra) telah memilih jalan ini, jalan resistensi. Kita telah
meraih banyak keuntungan dari resistensi dan keteguhan ini; kita tidak
rugi karenanya. Seluruh media kaum arogan bahu membahu untuk menekan
bangsa Iran, pemerintah Iran dan negara Republik Islam Iran dengan
berbagai cara dan tipu daya agar melepas dukungan dan pembelaannya
kepada bangsa Palestina, namun bangsa Iran tetap pada pendiriannya, dan
tidak akan pernah tunduk pada kemauan mereka. Kita akan selalu membela
rakyat Palestina.
Bangsa Palestina adalah pihak yang benar. Kebenaran ada pada mereka. Mereka tertindas dan dizalimi. Cela besar atas mereka yang mengaku pembela hak asasi manusia tapi menutup mata dari kezaliman besar yang menimpa bangsa ini. Cela besar atas mereka yang meski menutup mata dari kejahatan itu, namun tanpa malu terus mengaku diri sebagai pembela hak asasi manusia. Saya heran, di belahan dunia mana ada orang obyektif yang bisa bersabar menyaksikan kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang Palestina -yang, anggap saja mereka adalah kelompok minoritas di negeri yang asing dan kelompok imigran di sana, bukan sebuah bangsa yang memiliki negeri lantas ditindas dan dizalimi sedemikian dahsyat di negeri mereka sendiri-? Bagaimana rumah-rumah mereka dihancurkan, anak-anak muda mereka dibantai, dan orang-orang dewasa mereka dipenjara. Selamanya mereka diancam. Rumah-rumah mereka dibombardir. Pintu rezeki dan usaha mereka ditutup. Kehidupan mereka diblokade. Kebun-kebun dan ladang pertanian mereka dirusak. Dan seluruh kehidupan mereka dikacaukan. Lalu dalam keadaan seperti ini, Tuan Bush tanpa rasa malu berdiri berpidato dan mengatakan, kami konsekwen dengan janji kebebasan. Inikah yang ia sebut kebebasan? Sungguh tercela kalian! Inikah yang kalian sebut dengan pembelaan kepada kebebasan?
Sebuah bangsa sedemikian ditindas dan diintimidasi, itupun terjadi di rumah dan di negeri mereka sendiri, lalu di saat yang sama para adi kuasa dunia justeru membela dan membantu pihak penindas, agresor, pembunuh dan teroris yang melakukan kejahatan terhadap bangsa itu. Para adi kuasa menututp mata dari segala kejahatan yang terjadi atas bangsa itu, dan tanpa malu atau sungkan mereka mengaku sebagai pembela kebebasan.
Bangsa Iran adalah bangsa yang sadar. Bangsa Iran mengerti betul apa yang terjadi. Perangai kaum arogan adalah, jika kalian mundur selangkah mereka akan maju selangkah. Jangan ada yang berkhayal bahwa dalam menghadapi kaum arogan jika kita melunak atau mundur dari prinsip, sikap dan garis kita yang benar, mereka akan merasa segan terhadap kita atau akan bersikap bijak dan mengatakan, ‘Baiklah karena mereka telah melunak dan mundur, kita pun akan melunak'. Tidak, itu tidak akan terjadi pada mereka.
Selangkah saja kalian mundur ke belakang, mereka akan maju selangkah ke depan. Satu barak kalian kosongkan, mereka akan memasuki barak itu. Umat Islam harus memandang masalah ini dengan pandangan yang demikian. Para politikus dunia Islam harus memandang transformasi di sekitar mereka dengan perspektif seperti ini. Bangsa Iran resisten, dan menyuarakan kebenaran yang diyakininya. Kita telah menyampaikan seruan tauhid dan persatuan [yang kita yakini]. Kami katakan bahwa kami hanya ingin menjadi hamba Allah bukan hamba Amerika, bukan pula hamba kekuatan adidaya dan arogan dunia; bukan hamba Fir'aun-Fir'aun zaman ini; bukan hamba Abu Lahab dan Abu Jahal zaman ini. [Tahukah kalian] siapa Abu Jahal zaman ini? Abu Jahal [yang sebenarnya] memang sudah mati dan pergi. Tapi di zaman ini juga ada Abu Jahal.
Dunia kita saat ini juga memiliki Abu Jahal, ada juga Abu Lahab. Ada orang-orang yang kerjanya menyulut api [fitnah]. Mereka adalah orang-orang bodoh yang tak berakal. Orang-orang seperti itu ada di dunia saat ini. Coba kalian temukan sendiri Abu Jahal zaman ini. Abu Jahal hari ini adalah mereka yang membuat bom atom lalu mengancam seluruh dunia, namun di saat yang sama tanpa alasan logis mereka mempersoalkan tekad sebuah bangsa yang ingin mengembangkan teknologi energi nuklir, dengan mengatakan, "Mengapa kalian menginginkan energi nuklir. Memang kami akui bahwa kalian mengembangkannya untuk memproduksi listrik dan untuk kepentingan damai. Tapi karena teknologi ini membuat kalian kuat maka kami tidak mengizinkan kalian mengembangkannya." Inilah yang mereka katakan. Menghadapi arogansi seperti ini, menghadapi orang-orang dungu seperti ini yang tidak paham logika dan bahasa nalar [apa yang harus kita lakukan?]. Mereka tak ubahnya bagai para begundal yang tak berakal yang hanya memandang otot-otot lengannya dan mengukur kekuatannya. Lalu berteriak-teriak menebar ancaman. Dalam menghadapi mereka, mundur satu langkah saja berarti kalian kalah. Rakyat Iran sudah berpengalaman dalam masalah ini. Kira-kira tiga puluh tahun lamanya kita berhadapan dengan masalah seperti ini, tapi kita tetap maju melangkah dan terus melangkah.
Bangsa Iran saat ini tidak bisa dibandingkan dengan bangsa Iran dua puluh tahun yang lalu dari sisi penguasaan sains, teknologi, pengalaman, beragam keahlian, pembangunan di segala bidang meliputi pembangunan nasional, sosial, ekonomi dan kenegaraan, juga pengaruh dan kekuatannya di kawasan. Iran saat ini tidak bisa dibandingkan dengan Iran dua puluh atau dua puluh lima tahun yang lalu. Semua itu terjadi berkat resistensi. Inilah pelajaran yang didapat dari bi'tsah atau kebangkitan Nabi. Masalah ini harus difahami dan disadari oleh kita semua. Kita harus mengenal sejarah Nabi. Kita harus tahu bahwa jika dulu bi'tsah berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW, kini bi'tsah berhubungan dengan umat Islam.
Hari ini, umat Islam harus merasakan bi'tsah, bahwa mereka dibangkitkan. Umat Islam harus sadar dan dengan pemahaman penuh melangkah dan bergerak. Tingkatkan ilmu dan kemampuan. Pererat persatuan dan solidaritas di antara bangsa-bangsa Muslim sedunia. Persatuan di antara sesama Muslim adalah masalah yang sangat penting.
Semoga Allah SWT memberikan barakah kenabian ini kepada bangsa Iran, dan umat Islam dari hari ke hari semakin terhormat. Semoga hati Imam Wali Asr Al-Mahdi (arwahuna fidahu) gembira akan kita, dan semoga ruh suci para syuhada dan Imam kita yang mulia bangga menyaksikan kita.
Wassalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakutuhu