Pemimpin Revolusi Islam, sore ini (Sabut, 8/3) dalam pertemuan dengan para pimpinan tiga kekuasaan (Presiden, Ketua DPR dan Ketua MA) serta sejumlah besar pejabat dan aparat di berbagai tingkatan pemerintahan, menyampaikan nasihat Ramadhan tentang bahaya melupakan diri sendiri, baik secara individu maupun sosial, serta dampak buruknya. Ia menekankan pentingnya memperbaiki kondisi ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Selain menjelaskan potensi dan solusi yang tidak berkaitan dengan sanksi, Imam Ali Khamenei mengatakan bahwa seluruh pejabat dan lembaga pemerintahan harus menempatkan dalam agenda mereka hal-hal berikut, konsolidasi dan kerja sama antar-lembaga, reformasi sistem mata uang, menjaga nilai mata uang nasional, dukungan menyeluruh terhadap produksi dan investasi, kecepatan dalam pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan, menghindari ketidaktegasan dan membiarkan pekerjaan terbengkalai,memerangi penyelundupan secara serius.
Di awal pertemuan ini, Ayatullah Khamenei mengingat kehadiran mendiang Presiden Raisi dalam pertemuan serupa tahun lalu dan mengatakan, "Ia kini telah menerima pahala atas jerih payah dan pelayanannya, serta berada dalam rahmat dan kasih sayang Ilahi. Semua pejabat, jika melihat jabatan mereka sebagai kesempatan sementara untuk melayani, juga akan mendapatkan rahmat Ilahi yang sama."
Pemimpin Revolusi berterima kasih atas pidato Presiden yang bermanfaat dan bermakna, serta mengapresiasi motivasi dan rasa tanggung jawabnya yang tinggi. Ia menambahkan bahwa penekanan Presiden Masoud Pezesykian pada iman kepada Allah dan keyakinan bahwa pekerjaan besar dapat diselesaikan, adalah hal yang sangat penting. Ia berharap bahwa dalam waktu yang tidak lama, Presiden akan memberi kabar gembira kepada rakyat tentang proyek-proyek besar yang berhasil dilaksanakan dan akan membawa kebahagiaan bagi bangsa.
Ayatullah Khamenei menyebut bulan suci Ramadhan sebagai bulan peringatan (dzikir) dan Alquran sebagai kitab pengingat. Ia mengatakan bahwa dzikir adalah lawan dari kelalaian dan lupa, dan di antara bentuk kelalaian, melupakan Tuhan serta melupakan diri sendiri adalah yang paling merugikan dan tak dapat diperbaiki.
Imam Ali Khamenei mengutip ayat-ayat Alquran tentang akibat dari melupakan Tuhan dan menjelaskan bahwa jika seseorang melupakan Allah, maka Allah pun akan melupakannya, yakni mengeluarkannya dari lingkaran rahmat dan petunjuk-Nya, membiarkannya dalam keterpurukan dan tanpa perhatian.
Pemimpin Revolusi menekankan bahwa melupakan diri sendiri, baik dalam dimensi individu maupun sosial, sangat merugikan. Dalam dimensi individu, melupakan tujuan penciptaan manusia—yakni mencapai posisi sebagai khalifah Allah di bumi—dan mengabaikan kematian serta persiapan menuju kehidupan akhirat, adalah bentuk kelalaian yang bisa dihindari dengan dzikir, doa, ketakwaan, dan ibadah.
Imam Ali Khamenei menegaskan bahwa menyadari diri sendiri dan mengingat tanggung jawab di hadapan Tuhan akan mencegah seseorang dari memberikan alasan-alasan yang tidak dapat diterima di hadapan-Nya. "Di hadapan Tuhan yang Maha Besar, tidak ada tempat untuk berdalih. Jika seseorang tidak memiliki jawaban yang benar atas perilaku dan perkataannya, ia akan terjerumus dalam kehinaan," ujarnya.
Ayatullah Khamenei mengatakan bahwa para pejabat akan menghadapi pertanggungjawaban yang lebih berat dibandingkan rakyat biasa di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, mereka harus sangat berhati-hati dalam ucapan, tindakan, dan kinerja mereka, serta lebih banyak berdoa, bertawasul, dan merendahkan diri di hadapan Allah.
Dalam menjelaskan dimensi sosial dari melupakan diri sendiri, beliau merujuk pada ayat yang menggetarkan dari Surah al-Taubah. Ia mengatakan bahwa jika dalam sistem Republik Islam, para pejabat bertindak seperti para penguasa zalim di masa lalu, maka mereka telah melakukan kejahatan besar yang akan membawa kerugian besar.
Pemimpin Revolusi menegaskan, "Dengan rahmat Allah, hingga saat ini kita belum sampai pada kondisi tersebut. Namun, kita harus selalu takut dan waspada agar tidak jatuh dalam kelalaian sosial yang membuat kita melupakan identitas kita, filosofi Revolusi, serta struktur sistem pemerintahan. Kita tidak boleh bertindak seperti para penguasa zalim dalam kebijakan domestik maupun luar negeri, dalam mengelola urusan negara, serta dalam bergantung kepada kekuatan asing."
Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa struktur dasar sistem pemerintahan Islam didasarkan pada prinsip dan cita-cita Alquran serta standar dan tujuan dari kitab dan sunnah. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa Republik Islam tidak dapat mengikuti peradaban Barat. Namun, jika ada keunggulan di mana pun, termasuk di Barat, maka dapat dimanfaatkan, tetapi tidak boleh bergantung pada prinsip-prinsip dan standar Barat, karena bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Ayatullah Khamenei menyebutkan bahwa peradaban Barat telah terbukti cacat akibat kolonialisme, perampasan sumber daya bangsa-bangsa, pembantaian massal, klaim palsu tentang hak asasi manusia dan hak perempuan, serta standar ganda dalam berbagai isu. Ia menekankan bahwa kebebasan informasi di Barat hanyalah sebuah kebohongan. Sebagai contoh, di platform digital yang dikuasai Barat, tidak diizinkan menyebut nama Jenderal Qasim Sulaimani, Sayid Hasan Nasrallah, Syahid Haniyah, dan beberapa tokoh lainnya, serta tidak diperbolehkan mengkritik kejahatan rezim Zionis di Palestina dan Lebanon.
Ia juga mengingatkan tentang kebohongan media Barat mengenai situasi di Iran dan bertanya, "Di mana dalam media-media ini dibahas kemajuan sains, perkumpulan rakyat yang besar, dan keberhasilan bangsa serta sistem Islam? Justru kelemahan-kelemahan yang ada dibesar-besarkan hingga sepuluh kali lipat."
Merujuk pada pernyataan beberapa sosiolog Barat, Ayatullah Khamenei mengatakan bahwa peradaban Barat semakin hari semakin menuju kejatuhan, dan karena itu, Iran tidak boleh mengikuti jejak mereka.
Imam Ali Khamenei menegaskan bahwa meskipun ada propaganda negatif dari musuh-musuh Iran, kebesaran dan kemuliaan bangsa Iran adalah sebuah kenyataan. "Jika para pejabat sistem pemerintahan tetap menjaga identitas dan struktur sistem ini, berjalan di jalur yang benar, serta melaksanakan program-program yang telah dijelaskan oleh Presiden, maka Iran akan menjadi negara yang lebih kuat dan dihormati. Kita bahkan bisa menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain dan bahkan bagi beberapa pemimpin negara," ujar beliau.
Dalam bagian lain dari pidatonya yang membahas masalah domestik, Ayatullah Khamenei menyoroti tantangan ekonomi yang telah dihadapi sejak awal dekade 90-an (kalender Iran). Ia menegaskan bahwa sebagian besar ancaman musuh, termasuk ancaman di bidang keamanan dan intelijen, bertujuan untuk mempengaruhi kesejahteraan rakyat. "Tujuan mereka adalah agar Republik Islam tidak mampu mengelola kehidupan rakyatnya. Oleh karena itu, isu kesejahteraan adalah hal yang sangat penting dan harus ditangani dengan serius," katanya.
Imam Ali Khamenei mengakui bahwa sanksi memiliki peran dalam menciptakan tantangan ekonomi, namun ia juga menambahkan, "Sanksi memang menjadi salah satu faktor penyebab masalah, tetapi bukan satu-satunya. Beberapa tantangan yang ada tidak ada hubungannya dengan sanksi."
Dalam menjelaskan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi masalah ekonomi, Ayatullah Khamenei menekankan pentingnya solidaritas internal dalam lembaga-lembaga pemerintahan, baik di dalam eksekutif maupun dalam kerja sama antara tiga cabang pemerintahan. "Kunci utama keberhasilan dalam menangani berbagai urusan adalah adanya kesatuan dan harmoni. Saat ini, alhamdulillah, kita memiliki tingkat kohesi yang baik di tingkat tertinggi pemerintahan, dan ini harus diperluas ke tingkat yang lebih bawah," jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kecepatan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan mengkritik lambatnya proses dari perencanaan hingga implementasi dan pencapaian hasil. "Keterlambatan ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya tindak lanjut yang tepat. Itulah sebabnya saya selalu menekankan kepada para presiden dan pejabat untuk selalu melakukan pengawasan, tindak lanjut, dan tidak membiarkan pekerjaan terbengkalai di berbagai tahapannya," tegasnya.
Pemimpin Revolusi memperingatkan bahwa ada sebagian pejabat yang menganggap "tidak mengambil keputusan adalah pilihan yang paling aman." Menurutnya, pola pikir semacam ini sangat berbahaya. "Jika seorang pejabat tidak berani mengambil keputusan karena takut dikritik atau diperiksa, maka itu adalah sebuah kesalahan dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Sebab, Allah tidak hanya menghakimi atas perbuatan yang dilakukan, tetapi juga atas perbuatan yang ditinggalkan," pungkasnya.
Ayatullah Khamenei menekankan bahwa salah satu faktor penting dalam menyelesaikan masalah ekonomi adalah pemahaman para pejabat terhadap potensi besar yang dimiliki negara. Ia menambahkan, "Sering kali dikatakan bahwa negara ini memiliki kapasitas dan potensi yang melimpah, tetapi kedalaman dari pernyataan ini jarang diperhatikan secara serius."
Ia menyebut bahwa para pemuda dengan kreativitas dan inovasi luar biasa mereka di berbagai bidang ekonomi, sains, dan penelitian, serta kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, merupakan salah satu aset terbesar negara. Selain itu, sumber daya alam seperti minyak dan mineral yang termasuk salah satu yang terkaya di dunia, juga menjadi potensi besar yang masih banyak belum dieksplorasi dan dimanfaatkan.
Pemimpin Revolusi juga menyoroti masalah "penyelundupan dua arah" sebagai salah satu faktor yang merugikan perekonomian. Ia menegaskan bahwa lambannya pengambilan keputusan dan pelaksanaan dalam menangani penyelundupan, serta kurangnya pemanfaatan kapasitas yang ada, tidak ada hubungannya dengan sanksi.
Prioritas lain dalam bidang ekonomi yang beliau tekankan adalah "reformasi sistem mata uang negara" dengan fokus pada penguatan nilai mata uang nasional. Menurutnya, menjaga stabilitas nilai mata uang adalah sebuah kewajiban yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung pada kesejahteraan masyarakat, meningkatkan daya beli, serta memperkuat martabat dan kredibilitas negara. Dalam hal ini, ia menekankan pentingnya pengembalian devisa dari hasil ekspor.
Ayatullah Khamenei juga mengapresiasi inisiatif yang dicanangkan oleh Syahid Raisi untuk mewajibkan perusahaan-perusahaan besar milik negara yang memiliki pendapatan devisa agar terlibat dalam proyek-proyek besar, seperti pembangunan infrastruktur air, kilang minyak, dan pembangkit listrik di berbagai wilayah negara. Namun, ia menyoroti bahwa laporan yang diberikan kepada Syahid Raisi terkait implementasi program ini tidak sesuai dengan kenyataan. Ia menekankan bahwa tidak dapat diterima jika pendapatan devisa perusahaan-perusahaan negara tidak dikelola oleh pemerintah dan Bank Sentral, serta meminta solusi yang tepat untuk mengatasi hal ini.
Selain itu, ia menekankan bahwa produksi dalam negeri harus menjadi prioritas utama ekonomi negara. Untuk mencapai hal ini, diperlukan dukungan hukum, penyediaan sumber daya produksi, penghapusan hambatan birokrasi yang tidak perlu, serta peningkatan teknologi produksi. Beliau juga menekankan bahwa masyarakat, terutama lembaga-lembaga pemerintah, harus berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan produk lokal dan tidak mengimpor barang yang sudah tersedia di dalam negeri.
Ayatullah Khamenei juga menyoroti pentingnya investasi sebagai faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi. Ia mengatakan bahwa salah satu tujuan utama sanksi adalah untuk mencegah investasi asing masuk ke negara ini, namun tetap ada cara untuk mengatasinya. Selain itu, ia menekankan bahwa faktor terpenting dalam meningkatkan investasi domestik adalah mempermudah proses investasi, sehingga para investor merasa bahwa berinvestasi di negara ini menguntungkan dan menguntungkan mereka secara ekonomi.
Dalam bagian akhir pidatonya, Ayatullah Khamenei mengapresiasi aktivitas Kementerian Luar Negeri dan menekankan pentingnya memperluas hubungan dengan negara-negara tetangga serta negara lainnya. Ia menyatakan bahwa beberapa pemerintah dan tokoh asing yang arogan terus-menerus mendesak untuk bernegosiasi, namun tujuan mereka bukanlah menyelesaikan masalah, melainkan untuk mendiktekan kepentingan mereka sendiri. Jika negosiasi menghasilkan keputusan yang mereka inginkan, maka mereka akan puas. Namun, jika tidak sesuai dengan keinginan mereka, mereka akan menciptakan kehebohan dan menuduh pihak lain menolak negosiasi.
Pemimpin Revolusi menegaskan bahwa isu utama bagi mereka bukanlah masalah nuklir semata, melainkan mereka ingin menggunakan negosiasi sebagai sarana untuk mengajukan tuntutan-tuntutan baru. Mereka ingin membatasi kemampuan pertahanan negara, membatasi hubungan dengan negara-negara tertentu, serta membatasi jangkauan rudal Iran. Ia menegaskan bahwa tuntutan-tuntutan semacam ini tidak akan pernah diterima oleh Iran.
Imam Ali Khamenei juga menekankan bahwa tujuan pihak lain dalam terus menekan agar dilakukan negosiasi adalah untuk mempengaruhi opini publik dan menciptakan keraguan di masyarakat. Mereka ingin menciptakan kesan bahwa Iran menolak negosiasi meskipun pihak lain sudah menunjukkan niat baik. Padahal, menurutnya, tujuan mereka bukanlah untuk bernegosiasi secara adil, melainkan untuk mendikte dan memaksakan kehendak mereka.
Ayatullah Khamenei juga menanggapi pernyataan tiga negara Eropa yang menuduh Iran tidak memenuhi komitmennya dalam perjanjian nuklir (JCPOA). Ia menegaskan bahwa seharusnya pertanyaan yang diajukan kepada mereka adalah, "Apakah kalian telah memenuhi komitmen kalian dalam perjanjian ini?" Sejak hari pertama, negara-negara Eropa tidak pernah benar-benar memenuhi komitmen mereka. Bahkan setelah Amerika Serikat keluar dari perjanjian ini, meskipun mereka berjanji untuk mengimbanginya, mereka justru melanggar janji tersebut dua kali.
Ayatullah Khamenei menilai bahwa tindakan negara-negara Eropa yang melanggar janji mereka tetapi tetap menuduh Iran sebagai pihak yang melanggar, adalah bentuk ketidakjujuran dan arogansi mereka yang luar biasa. Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah Iran saat itu telah bersabar selama satu tahun setelah Amerika keluar dari perjanjian ini, hingga akhirnya parlemen Iran mengambil langkah tegas dengan mengesahkan undang-undang yang membatasi komitmen Iran dalam JCPOA. Ia menegaskan bahwa dalam menghadapi tekanan dan arogansi pihak lain, tidak ada pilihan selain melawan dengan tegas.
Pada awal pertemuan ini, Presiden Republik Islam Iran menjelaskan langkah-langkah terbaru pemerintah dalam membangun persatuan nasional dan mencapai visi pembangunan sistem pemerintahan. Beliau menyampaikan bahwa pemerintah sedang menjalankan lima program utama ekonomi, yaitu: "pertumbuhan produksi", "pengendalian inflasi", "peningkatan kesejahteraan masyarakat", "mengatasi ketidakseimbangan ekonomi", dan "pelaksanaan proyek-proyek strategis dan nasional".
Presiden Masoud Pezesykian juga menyinggung pemadaman listrik dan gas di beberapa wilayah negara yang dilakukan sebagai upaya untuk mencegah krisis yang lebih besar. Beliau berharap bahwa dengan perencanaan yang telah dibuat, masalah ketidakseimbangan energi di negara ini akan teratasi pada tahun mendatang.
Ia juga menyoroti pentingnya memanfaatkan potensi negara-negara tetangga serta peran warga Iran di luar negeri. Menurutnya, pemerintah ke-14 mendukung penuh investor domestik dan asing, serta telah merancang beberapa proyek investasi besar di dalam negeri.
Presiden Pezesykian menegaskan bahwa prinsip "kehormatan, kebijaksanaan, dan kemaslahatan" harus menjadi dasar kebijakan luar negeri Iran. Ia menekankan bahwa persatuan nasional adalah faktor utama dalam menangkal segala ancaman musuh, serta menegaskan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat mengalahkan suatu bangsa yang bertawakal kepada Tuhan dan bersatu di bawah kepemimpinan pemimpinnya.
Di awal pidatonya, Presiden juga menyoroti pentingnya bulan suci Ramadhan sebagai momentum untuk menegakkan keadilan, menjauhi diskriminasi, menegakkan kejujuran, membantu masyarakat yang membutuhkan, mendamaikan perselisihan, serta memberantas kezaliman dan korupsi. Beliau menekankan bahwa ajaran agama bukan sekadar untuk dibaca, tetapi harus diamalkan, dan hal ini hanya dapat terwujud melalui persatuan, toleransi, serta kerja sama antara rakyat dan pemerintah.[AM]