Situs Media Informasi Kantor Imam Ali Khamenei

Pemimpin Revolusi Islam dalam Pertemuan dengan Ribuan Perempuan dan Pemudi:

Hak Perempuan dan Laki-laki Sama dalam Keluarga

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam pagi ini (Selasa, 17/12) dalam pertemuan dengan ribuan perempuan dan gadi menyebut Sayyidah Fatimah Zahra as sebagai salah satu keajaiban penciptaan. Ia menekankan prinsip-prinsip penting dalam Piagam Islam tentang perempuan, dengan menyatakan bahwa dalam Islam, perempuan dan laki-laki saling melengkapi. Dalam usaha mencapai kehidupan yang baik (hayat thayyibah), kemampuan intelektual dan spiritual di bidang ilmiah, budaya, seni, pengaruh sosial-politik, aktivitas ekonomi, serta isu-isu internasional, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

Ayatullah Khamenei juga mengacu pada kelanjutan kejahatan rezim Zionis dan Amerika di kawasan, serta dukungan dari beberapa pihak terhadap mereka, mengatakan, “Rezim Zionis, dengan ilusi bahwa mereka dapat mengepung dan memberantas kekuatan Hizbullah melalui Suriah, justru akan menjadi pihak yang terhapus.”

Di awal pidatonya, Imam Ali Khamenei mengucapkan selamat atas hari kelahiran Sayyidah Fatimah Zahra sa dan menyebut pertemuan dengan perempuan dan gadis sebagai pertemuan yang sangat baik dan penuh semangat. Ia juga merujuk pada beberapa poin yang disampaikan oleh tujuh perempuan dalam pertemuan tersebut, termasuk "perlindungan keluarga di ruang digital," "peningkatan populasi," "isu perempuan di bidang seni," dan "kemudahan dalam urusan pernikahan." Pemimpin Revolusi Islam Iran meminta pejabat kantor kepemimpinan dan lembaga terkait untuk menindaklanjuti poin-poin penting yang disampaikan oleh para perempuan dalam pertemuan tersebut secara serius.

Pemimpin Revolusi, dengan mengacu pada beberapa dimensi keberadaan Sayyidah Fatimah Zahra as sebagai fenomena luar biasa dalam penciptaan, mengatakan, “Seorang perempuan muda yang secara spiritual dan dalam identitas malakuti dan jabaruti mencapai derajat sedemikian rupa sehingga, menurut riwayat dari Sunni dan Syiah, kemarahannya adalah kemarahan Allah, dan keridhaannya adalah keridhaan Allah, adalah sesuatu yang sangat agung dan luar biasa.”

Ayatullah Khamenei menyebutkan beberapa karakteristik unik Sayyidah Fatimah as, seperti "menghibur Nabi dalam kesulitan," "mendampingi Amirul Mukminin dalam jihad," "memukau para malaikat dalam ibadah," "menyampaikan khutbah yang fasih, bersemangat, dan menggetarkan," serta "mendidik Imam Hasan, Imam Husain as, dan Sayyidah Zainab as." Ia menambahkan bahwa Sayyidah Fatimah adalah teladan terbaik, terindah, dan paling fasih bagi perempuan Muslim dalam masa kecil, masa muda, pernikahan, dan gaya hidupnya.

Imam Ali Khamenei juga mengacu pada berbagai pandangan tentang isu perempuan di dunia. Beliau mengatakan, “Para kapitalis dan politisi yang tunduk pada mereka, dengan menguasai media yang berpengaruh di dunia, dengan ketidakjujuran dan kebohongan, serta dalam kedok teori filosofis dan humanis, menyembunyikan motif kriminal dan merusak mereka untuk campur tangan dan mengarahkan urusan masyarakat global perempuan demi meraih keuntungan yang tidak sah.”

Ia menyebut ketidakjujuran dan kemunafikan sebagai metode yang selalu digunakan oleh kaum kolonialis dan kapitalis Barat, serta menyebut upaya menarik perempuan ke pabrik-pabrik untuk memenuhi kebutuhan industri akan pekerja dengan upah rendah, di bawah kedok kebebasan dan kemandirian perempuan, sebagai contoh dari kemunafikan tersebut.

Ayatullah Khamenei menjelaskan bahwa tujuan tersembunyi di balik slogan kebebasan budak di Amerika sekitar dua abad lalu adalah memindahkan para budak dari ladang-ladang di Selatan ke pabrik-pabrik di Utara negara itu. Ia menambahkan, “Hari ini pun, di balik slogan-slogan feminisme, kebebasan, dan hak-hak perempuan, terdapat tujuan-tujuan yang tidak manusiawi dan politis, sebagian di antaranya sudah jelas, sementara sebagian lainnya baru akan terungkap di masa depan.”

Imam Khamenei menekankan pentingnya menjelaskan Piagam Islam tentang perempuan untuk meningkatkan pemahaman umum tentang logika Islam dalam isu ini. Beliau mengatakan, “Kita harus menanamkan logika ini di masyarakat dan bertindak berdasarkan itu. Meski setelah revolusi, sudah banyak upaya yang dilakukan di bidang ini.”

Pemimpin Revolusi menyebut konsep pasangan (zawjiyah) sebagai prinsip pertama yang penting dalam Piagam Islam tentang perempuan, dengan menambahkan, “Berdasarkan berbagai ayat Alquran, perempuan dan laki-laki berasal dari jenis yang sama, berpasangan, dan saling melengkapi.”

Ia menegaskan bahwa pasangan dan saling melengkapi antara perempuan dan laki-laki memerlukan pembentukan unit ketiga yang disebut keluarga. “Oleh karena itu, pembentukan keluarga adalah tradisi Ilahi dalam penciptaan. Beruntungnya, dalam budaya Iran, kecintaan pada keluarga juga menjadi salah satu tanda kekuatan dan kedalaman budaya bangsa.”

Ayatullah Khamenei menyebut prinsip lain dari Piagam Islam tentang perempuan sebagai “tidak adanya perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam perjalanan spiritual, peningkatan kemanusiaan, dan pencapaian kehidupan yang baik (hayat thayyibah).” Ia mengatakan, “Dalam pandangan Islam, meskipun terdapat perbedaan fisik, perempuan dan laki-laki memiliki kemampuan, kreativitas, dan bakat tak terbatas yang memungkinkan perempuan, seperti halnya laki-laki, berperan—dan dalam beberapa kasus wajib—di berbagai bidang ilmiah, politik, sosial, ekonomi, internasional, budaya, dan seni.”

Ia menegaskan bahwa perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga menurut pandangan Islam tidak menunjukkan keunggulan satu pihak atas yang lain. “Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam keluarga. Namun, secara emosional, Islam menganggap perempuan sebagai bunga yang keharuman dan kesegarannya harus dijaga dalam keluarga.”

Topik lain yang ditekankan dalam pandangan Islam adalah “batasan dalam interaksi dan hubungan antara perempuan dan laki-laki.” Beliau mengatakan, “Islam menekankan hijab, kesucian, dan pandangan. Namun, perilaku permisif yang ada saat ini di Barat juga relatif baru. Deskripsi perempuan Eropa dalam karya sastra dua atau tiga abad lalu menunjukkan bahwa di Barat juga terdapat banyak pertimbangan terkait perempuan.”

Ia menyebut “nilai spiritual dari peran keibuan dan kebanggaan atas itu” sebagai pilar lain dalam pandangan Islam tentang perempuan. Ia menambahkan, “Hari ini, di bawah bayang-bayang kebijakan para kapitalis, kolonialis, dan musuh masyarakat independen, khususnya masyarakat kita, ada upaya untuk memberikan gambaran buruk tentang keibuan. Padahal, menjadi ibu dan membesarkan seorang manusia adalah kehormatan yang sangat berharga. Karena itu, dalam Islam, terdapat banyak anjuran untuk mencintai, melayani, dan menghormati ibu, termasuk ungkapan bahwa surga berada di bawah kaki para ibu.”

Setelah menjelaskan beberapa prinsip penting Piagam Islam tentang perempuan, Ayatullah Khamenei menyebut pertumbuhan luar biasa perempuan beriman, berpengetahuan, dan aktif di berbagai bidang setelah Revolusi Islam sebagai hasil dari pandangan luhur ini. Ia mengatakan, “Peran perempuan dalam masa perjuangan dan kemenangan revolusi sangat menentukan. Ketika beberapa orang menentang kehadiran perempuan dalam demonstrasi, Imam Besar dengan tegas menolak pandangan tersebut.”

Ia menambahkan, “Kehadiran perempuan di arena sosial membuat suami dan anak-anak mereka juga ikut serta. Dengan demikian, dalam arti tertentu, perempuanlah yang memenangkan revolusi.”

Pemimpin Revolusi menyebutkan partisipasi aktif perempuan dalam bidang politik dan internasional, serta peran mereka dalam peristiwa seperti Perang Pertahanan Suci, pembelaan terhadap tempat suci, dan arena politik, sebagai contoh cemerlang lain dari aktivitas perempuan setelah kemenangan Revolusi. Ia mengatakan, “Perempuan Iran telah berhasil menjaga identitas, budaya, dan tradisi historis serta asli negara ini dengan ketenangan, rasa malu (haya), dan kesucian (iffah) mereka. Hingga saat ini, mereka tidak terpengaruh oleh dampak negatif yang melanda banyak negara Barat, dan insya Allah mereka akan terus melangkah maju dengan cara yang sama.”

Ayatullah Khamenei juga menyoroti kecemerlangan perempuan dalam kegiatan ilmiah dan penelitian di universitas dan hauzah ilmiah (seminari). Ia menyatakan, “Hari ini, jumlah perempuan yang mencapai derajat mujtahidah tidak sedikit. Bahkan, kami percaya bahwa dalam banyak masalah perempuan, yaitu laki-laki tidak memiliki pemahaman yang cukup baik, para perempuan harus mengikuti fatwa mujtahidah perempuan.”

Ia menyebutkan bahwa pertumbuhan perempuan sebagai ilmuwan, dosen universitas, penulis, penyair, dan seniman yang tetap menjaga keimanan mereka tidak dapat dibandingkan dengan periode sebelum Revolusi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa musuh tidak tinggal diam dan terus merancang strategi baru. “Mereka cepat menyadari bahwa mengalahkan dan menundukkan Revolusi dengan cara-cara keras seperti perang, pemboman, isu etnis, dan kelompok perusuh tidak mungkin. Oleh karena itu, mereka beralih ke cara-cara lunak seperti propaganda, godaan, dan slogan-slogan yang tidak jujur.”

Ayatullah Khamenei menyebut klaim membela perempuan dengan memicu kerusuhan di sebuah negara sebagai salah satu contoh slogan palsu para musuh. Ia menambahkan, “Para gadis, perempuan, dosen, mahasiswa, dan seluruh masyarakat perempuan harus merasa bertanggung jawab untuk menghadapi godaan, metode licik, dan perang lunak musuh yang bertujuan menyimpangkan nilai-nilai dalam isu perempuan.”

Di bagian akhir pidatonya, Pemimpin Revolusi menyinggung isu-isu regional. Ia mengatakan, “Dengan apa yang terjadi di Suriah, kejahatan rezim Zionis dan Amerika, serta bantuan pihak lain kepada mereka, musuh mengira bahwa perlawanan telah berakhir. Namun, mereka sangat keliru.”

Imam Ali Khamenei menegaskan bahwa “semangat Sayyid Hassan Nasrallah dan Yahya Sinwar tetap hidup.” Ia menambahkan, “Meskipun tubuh mereka telah tiada, kesyahidan mereka tidak menghapuskan keberadaan mereka. Jiwa dan pemikiran mereka tetap ada, dan jalan mereka akan terus berlanjut.”

Ayatullah Khamenei juga menyoroti keteguhan Gaza dalam menghadapi serangan harian Zionis dan keberlanjutan perlawanan Lebanon. Ia mengatakan, “Rezim Zionis berilusi bahwa melalui Suriah mereka sedang mempersiapkan diri untuk mengepung dan menghancurkan Hizbullah Lebanon. Namun, yang akan dihancurkan adalah Israel itu sendiri.”

Pemimpin Revolusi menegaskan dukungan Iran terhadap para pejuang Palestina dan mujahidin Hizbullah, serta kelanjutan segala bentuk bantuan yang memungkinkan kepada mereka. Ia mengungkapkan harapan bahwa para mujahidin akan menyaksikan hari di mana musuh jahat diinjak-injak di bawah kaki mereka.

Sebelum pidato Pemimpin Revolusi, enam aktivis di bidang perempuan dan kepemudiaan menyampaikan pandangan mereka tentang berbagai isu, termasuk “teladan perempuan Muslim revolusioner,” “ruang digital, perempuan, keluarga, dan anak-anak,” “penyelesaian masalah populasi melalui penguatan institusi keluarga,” “pemberdayaan perempuan seniman dan penguatan karya seni tentang perempuan,” “fasilitasi pernikahan dan peran perantara,” serta “revisi kurikulum pendidikan untuk siswa perempuan dengan tujuan memperkuat identitas budaya.”

Selain itu, Ibu Aida Sorour, ibu dari dua syuhada Lebanon, juga berbicara dalam pertemuan ini mewakili perempuan dalam poros perlawanan, menyampaikan pandangannya tentang kelanjutan dan kemenangan perlawanan.[AM]

700 /