Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei Ahad (3/11) pagi dalam pertemuan dengan ribuan mahasiswa dan pelajar menjelaskan akar permusuhan arogansi dunia terhadap bangsa Iran dan menyatakan dukungannya yang penuh kepada para pejabat negara yang saat ini bertugas melakukan perundingan. Dalam pertemuan yang diselenggarakan menyambut Hari Nasional Anti Arogansi (13 Aban/ 4 November) beliau menegaskan, "Sepak terjang Amerika Serikat (AS) selama ini menunjukkan bahwa isu nuklir hanya alasan yang digunakan untuk melanjutkan permusuhan dengan Iran."
Mengingatkan akan tiga peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Iran pada tanggal 13 Aban, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan, "Pada tanggal ini di tahun 1343 (1964), Imam Khomeini (ra) diasingkan ke luar negeri karena pidatonya yang menentang undang-undang kapitulasi yang memberikan kekebalan hukum bagi agen-agen dan tentara AS di Iran. Tahun 1357 (1978) para pelajar Iran menjadi korban pembantaian sadis yang dilakukan tentara rezim diktator Pahlevi yang didukung AS. Pada tahun 1358 (1979), dalam sebuah tindakan balasan yang penuh keberanian, para mahasiswa menduduki Kedutaan Besar AS. Ketiga peristiwa ini berhubungan dengan pemerintah AS, dan karena itulah, hari ini diberi nama Hari Nasional Anti Arogansi."
Beliau menandaskan, "Tahun 1979 dengan menduduki Kedutaan Besar AS, para mahasiswa kita membuktikan kepada dunia akan hakikat dan identitas sebenarnya dari Kedutaan Besar ini. Hari itu mereka menyebut Kedutaan Besar AS dengan nama ‘sarang spionase', dan hari ini, setelah lebih dari 30 tahun berlalu, orang-orang di negara-negara Eropa baru menyebut Kedutaan Besar AS sebagai sarang spionase. Ini menunjukkan bahwa mahasiswa kita tiga puluh tahun lebih maju dari sejarah dunia."
Lebih lanjut Ayatollah al-Udzma Khamenei menjelaskan makna arogansi atau istikbar seraya mengatakan, "Istikbar adalah sebutan untuk orang atau pemerintahan yang merasa berhak mencampuri urusan bangsa lain dan memaksakan kehendak atasnya tanpa merasa harus bertanggung jawab. Lawan dari istikbar adalah bangsa atau orang-orang yang pantang tunduk kepada arogansi, intervensi dan pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh kekuatan arogansi. Bangsa Iran termasuk di antara bangsa-bangsa seperti ini."
Menyebut AS sebagai negara arogan yang berasa berhak mencampuri urusan bangsa-bangsa lain, beliau menambahkan, "Dengan revolusinya, bangsa Iran praktis bangkit melawan arogansi dan hegemoni AS. Setelah kemenangan revolusi Islam bangsa Iran mencabut akar-akar hegemoni kubu arogansi di negara ini, dan berbeda dengan sejumlah negara lain, bangsa Iran tidak membiarkan pekerjaan ini tak terselesaikan dengan sempurna."
Seraya mengingatkan bahwa mengikuti kemauan kubu arogansi sama sekali tidak menguntungkan negara dan bangsa manapun, Rahbar menegaskan, "Sepak terjang AS yang arogan bukan hanya melahirkan ketidakpercayaan dan kebencian, pengalaman yang ada bahkan membuktikan bahwa bangsa dan pemerintahan manapun yang percaya kepada AS akan dirugikan, walaupun mereka bersahabat dengan AS."
Terkait hal ini beliau membawakan beberapa contoh diantaranya kebijakan Dr Mosaddeq yang kepercayaannya kepada AS dibalas dengan kudeta atas pemerintahannya pada peristiwa kudeta 28 Mordad yang terkenal itu. Demikian juga pengkhianatan pemerintah AS terhadap Syah Mohammad Reza Pahlevi ketika raja terguling itu melarikan diri dari Iran. "Hari ini, di mata bangsa-bangsa dunia kekuatan yang paling dibenci adalah AS," kata beliau.
Menurut Rahbar, jika sekarang dilakukan jajak pendapat yang adil dan jujur di dunia maka tak ada negara yang dibenci oleh opini umum dunia lebih dari AS.
Dalam menyimpulkan apa yang sudah disampaikan, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengungkapkan bahwa masalah perlawanan terhadap istikbar dan Hari Nasional Anti Arogansi adalah masalah yang mendasar dan dilandasi oleh analisa yang benar. Untuk itu beliau mengimbau para pemuda agar menganalisa masalah perlawanan terhadap arogansi dengan benar.
"Para pemuda di zaman awal revolusi tidak memerlukan analisa terkait isu melawan AS, sebab mereka menyaksikan sendiri kezaliman AS dan dukungan AS kepada rezim Thaghut yang despotik dan yang tak mengenal perikemanusiaan. Sementara, pemuda zaman ini memerlukan analisa yang benar terkait pertanyaan, mengapa bangsa Iran menentang arogansi dan sepak terjang AS dan apa penyebab kebencian bangsa Iran terhadap AS?", imbuh beliau.
Lebih lanjut, Ayatollah al-Udzma Khamenei menjelaskan beberapa masalah yang berhubungan dengan AS saat ini. Seraya menyatakan dukungannya kepada para pejabat negara dan tim perunding dalam perundingan dengan kelompok negara 5+1, beliau mengatakan, "Mereka adalah putra-putra revolusi dan delegasi Republik Islam yang sedang menjalankan tugas yang berat. Tak ada yang boleh melemahkan mereka dan menghina dengan menuduh mereka mudah ditundukkan untuk berkhianat."
Seraya menyatakan bahwa pertemuan dengan enam negara termasuk AS itu hanya untuk merundingkan masalah nuklir, beliau menegaskan, "Dengan izin Allah, perundingan ini tak akan merugikan kita. Perundingan ini bahkan memberi kita pengalaman yang lebih besar seperti pengalaman kita ketika menghentikan sementara program pengayaan uranium tahun 1382-1383 HS (2003-2004) yang semakin meningkatkan kemampuan rakyat Iran dalam berpikir dan menganalisa."
Lebih lanjut beliau menjelaskan, "Sekitar satu dekade yang lalu, kita terkesan melunak dan bersikap mundur dengan menerima penangguhan program nuklir yang sebenarnya memang dipaksakan atas kita. Tapi dua tahun setelah penangguhan dan penghentian banyak pekerjaan, kita semua menyadari bahwa dengan bersikap seperti itupun kita sama sekali tidak bisa mengharapkan kerjasama dari pihak Barat."
Rahbar menambahkan, "Jika itu tidak kita lakukan, mungkin ada yang mempersoalkan dan mengklaim bahwa kesulitan kita akan teratasi dan masalah nuklir akan selesai bila kita mau sekali saja melunak dan mundur dari sikap kita. Tapi dengan menangguhkan program nuklir untuk sementara waktu, semua menyadari bahwa lawan-lawan kita punya tujuan lain. Karena itu kita memutuskan untuk kembali menggarap pekerjaan dan program kemajuan kita."
Menyebut perbedaan kondisi nuklir Iran sepuluh tahun yang lalu dengan kondisi sekarang sebagai sejauh perbedaan langit dan bumi, beliau menyatakan dukungan kepada para pejabat negara dan tim perunding seraya menandaskan, "Saya tidak optimis dengan hasil perundingan saat ini. Sebab, tak ada jaminan bahwa hasilnya akan memuaskan rakyat. Meski demikian, kami meyakini tak ada masalah untuk menganggapnya sebagai pengalaman dengan syarat rakyat harus tanggap dan menyadari apa yang sedang terjadi."
Pemimpin Besar Revolusi Islam mengkritik keras pernyataan sebagian kalangan yang menjadi corong propaganda asing baik mereka yang dibayar maupun yang tertipu karena kepolosan mereka. Beliau mengatakan, "Sebagian orang menjadi corong media asing dan berusaha menyesatkan opini umum dengan mengesankan bahwa semua kesulitan ekonomi dan non-ekonomi yang ada akan terselesaikan jika kita bersedia menyerah kepada Barat dalam masalah nuklir."
Untuk membuktikan ketidakbenaran klaim itu, Ayatollah al-Udzma Khamenei menyebutkan berbagai konspirasi AS untuk memukul Iran ketika belum ada isu nuklir, seraya mengimbau semua orang terutama para pemuda, mahasiswa dan pelajar untuk merenungkan dengan baik masalah ini.
Beliau mempertanyakan, "Apakah di awal revolusi Islam ada isu nuklir ketika AS menjatuhkan berbagai macam sanksi terhadap Iran? Ketika menembak jatuh pesawat terbang komersial Iran yang menewaskan 290 penumpang dan awaknya, apakah isu nuklir yang mereka jadikan sebagai alasannya? Ketika melakukan kudeta di pangkalan militer Syahid Noujeh, apakah ada isu nuklir? Apakah ketika AS memberikan bantuan persenjataan dan dukungan politik kepada kelompok-kelompok kontra revolusi setelah kemenangan revolusi Islam, ada isu nuklir?"
Seraya menegaskan bahwa jawaban dari semua pertanyaan itu adalah ‘tidak', beliau menyimpulkan bahwa isu nuklir tak lebih dari sekedar alasan yang dibuat-buat. Jika, misalnya, isu ini terselesaikan dengan sikap lunak Iran, AS akan mengangkat puluhan isu lainnya untuk melanjutkan permusuhan terhadap bangsa Iran seperti kemajuan teknologi peluru kendali atau kebijakan Republik Islam Iran yang anti Rezim Zionis Israel dan membela pejuangan moqawamah.
Rahbar menjelaskan bahwa akar permusuhan AS dengan Iran adalah sikap AS yang menentang eksistensi Republik Islam dan menolak pengaruh, kredebilitas dan wibawa pemerintahan Iran yang dipilih oleh rakyat. Tak heran jika belum lama ini sejumlah pemikir AS menyatakan bahwa bagi AS, Iran adalah negara yang berbahaya baik negara ini memiliki nuklir atau tidak, karena negara ini punya wibawa dan pengaruh yang mereka sebut hegemoni di kawasan.
Kepada para pejabat negara, beliau berpesan supaya memanfaatkan potensi dan kapasitas sumber daya manusia, alam dan geografi Iran untuk menyelesaikan semua kesulitan yang dihadapi. Namun demikian, ini tidak menafikan gerakan diplomasi.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menegaskan bahwa dalam konfrontasi dengan musuh-musuhnya, sejak awal revolusi bangsa Iran tak pernah kalah dan akan pernah kalah. Sebagai buktinya, pada dekade pertama awal revolusi ketika banyak fasilitas materi seperti uang, senjata, pengalaman, koordinasi dan pasukan militer yang mumpuni, musuh Timur dan Barat tidak mampu menundukkan bangsa Iran walaupun telah mengerahkan segenap kemampuannya lewat tangan rezim Baath Irak. Sementara, saat ini, kondisi bangsa Iran dan lawan-lawannya sudah jauh berbeda. Sekarang Iran sudah meraih banyak kemajuan di berbagai bidang sains, teknologi, persenjataan dan wibawa internasional ditambah dengan keberadaan jutaan tenaga muda yang handal di negara ini. Sedangkan di kubu musuh, AS dan sekutu-sekutunya dilanda berbagai kesulitan politik dan ekonomi serta friksi di antara mereka sendiri.
Ayatollah al-Udzma Khamenei mengingatkan, "Sekali lagi saya ingatkan, jangan pernah tertipu oleh senyum manis dari musuh. Jangan sampai senyuman mereka menyeret kalian ke dalam kesalahan."
Terkait pernyataan seorang politikus AS yang mengusulkan supaya Iran dijatuhi bom nuklir, Rahbar menegaskan, "Jika jujur dengan klaimnya bahwa perundingan ini serius, maka sudah seharusnya pemerintah AS menampar mulut orang yang berbicara seperti itu."
Beliau menambahkan, "Sekarang pemerintah dan kongres AS dikuasai oleh para konglomerat besar dan kartel-kartel Zionis sehingga terpaksa menjaga perasaan rezim Zionis. Berbeda dengan kita yang tidak memiliki keterpaksaan seperti itu. Sejak awal kita tegaskan dan sekarang atau kedepan pun kita tegaskan bahwa kita meyakini rezim Zionis Israel sebagai rezim ilegal dan anak haram."
Di akhir pembicaraannya, seraya menegaskan kembali dukungan kepada para pejabat negara dan mengimbau pejabat dan rakyat untuk selalu tanggap dan cermat dalam bersikap, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Kita semua berharap, dengan inayah dan kemurahan Ilahi, para pemuda akan mengambil alih kendali negara ini dengan penuh semangat untuk membawanya ke puncak kejayaan dengan kreativitas yang mereka miliki."
Mengingatkan akan tiga peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Iran pada tanggal 13 Aban, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan, "Pada tanggal ini di tahun 1343 (1964), Imam Khomeini (ra) diasingkan ke luar negeri karena pidatonya yang menentang undang-undang kapitulasi yang memberikan kekebalan hukum bagi agen-agen dan tentara AS di Iran. Tahun 1357 (1978) para pelajar Iran menjadi korban pembantaian sadis yang dilakukan tentara rezim diktator Pahlevi yang didukung AS. Pada tahun 1358 (1979), dalam sebuah tindakan balasan yang penuh keberanian, para mahasiswa menduduki Kedutaan Besar AS. Ketiga peristiwa ini berhubungan dengan pemerintah AS, dan karena itulah, hari ini diberi nama Hari Nasional Anti Arogansi."
Beliau menandaskan, "Tahun 1979 dengan menduduki Kedutaan Besar AS, para mahasiswa kita membuktikan kepada dunia akan hakikat dan identitas sebenarnya dari Kedutaan Besar ini. Hari itu mereka menyebut Kedutaan Besar AS dengan nama ‘sarang spionase', dan hari ini, setelah lebih dari 30 tahun berlalu, orang-orang di negara-negara Eropa baru menyebut Kedutaan Besar AS sebagai sarang spionase. Ini menunjukkan bahwa mahasiswa kita tiga puluh tahun lebih maju dari sejarah dunia."
Lebih lanjut Ayatollah al-Udzma Khamenei menjelaskan makna arogansi atau istikbar seraya mengatakan, "Istikbar adalah sebutan untuk orang atau pemerintahan yang merasa berhak mencampuri urusan bangsa lain dan memaksakan kehendak atasnya tanpa merasa harus bertanggung jawab. Lawan dari istikbar adalah bangsa atau orang-orang yang pantang tunduk kepada arogansi, intervensi dan pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh kekuatan arogansi. Bangsa Iran termasuk di antara bangsa-bangsa seperti ini."
Menyebut AS sebagai negara arogan yang berasa berhak mencampuri urusan bangsa-bangsa lain, beliau menambahkan, "Dengan revolusinya, bangsa Iran praktis bangkit melawan arogansi dan hegemoni AS. Setelah kemenangan revolusi Islam bangsa Iran mencabut akar-akar hegemoni kubu arogansi di negara ini, dan berbeda dengan sejumlah negara lain, bangsa Iran tidak membiarkan pekerjaan ini tak terselesaikan dengan sempurna."
Seraya mengingatkan bahwa mengikuti kemauan kubu arogansi sama sekali tidak menguntungkan negara dan bangsa manapun, Rahbar menegaskan, "Sepak terjang AS yang arogan bukan hanya melahirkan ketidakpercayaan dan kebencian, pengalaman yang ada bahkan membuktikan bahwa bangsa dan pemerintahan manapun yang percaya kepada AS akan dirugikan, walaupun mereka bersahabat dengan AS."
Terkait hal ini beliau membawakan beberapa contoh diantaranya kebijakan Dr Mosaddeq yang kepercayaannya kepada AS dibalas dengan kudeta atas pemerintahannya pada peristiwa kudeta 28 Mordad yang terkenal itu. Demikian juga pengkhianatan pemerintah AS terhadap Syah Mohammad Reza Pahlevi ketika raja terguling itu melarikan diri dari Iran. "Hari ini, di mata bangsa-bangsa dunia kekuatan yang paling dibenci adalah AS," kata beliau.
Menurut Rahbar, jika sekarang dilakukan jajak pendapat yang adil dan jujur di dunia maka tak ada negara yang dibenci oleh opini umum dunia lebih dari AS.
Dalam menyimpulkan apa yang sudah disampaikan, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengungkapkan bahwa masalah perlawanan terhadap istikbar dan Hari Nasional Anti Arogansi adalah masalah yang mendasar dan dilandasi oleh analisa yang benar. Untuk itu beliau mengimbau para pemuda agar menganalisa masalah perlawanan terhadap arogansi dengan benar.
"Para pemuda di zaman awal revolusi tidak memerlukan analisa terkait isu melawan AS, sebab mereka menyaksikan sendiri kezaliman AS dan dukungan AS kepada rezim Thaghut yang despotik dan yang tak mengenal perikemanusiaan. Sementara, pemuda zaman ini memerlukan analisa yang benar terkait pertanyaan, mengapa bangsa Iran menentang arogansi dan sepak terjang AS dan apa penyebab kebencian bangsa Iran terhadap AS?", imbuh beliau.
Lebih lanjut, Ayatollah al-Udzma Khamenei menjelaskan beberapa masalah yang berhubungan dengan AS saat ini. Seraya menyatakan dukungannya kepada para pejabat negara dan tim perunding dalam perundingan dengan kelompok negara 5+1, beliau mengatakan, "Mereka adalah putra-putra revolusi dan delegasi Republik Islam yang sedang menjalankan tugas yang berat. Tak ada yang boleh melemahkan mereka dan menghina dengan menuduh mereka mudah ditundukkan untuk berkhianat."
Seraya menyatakan bahwa pertemuan dengan enam negara termasuk AS itu hanya untuk merundingkan masalah nuklir, beliau menegaskan, "Dengan izin Allah, perundingan ini tak akan merugikan kita. Perundingan ini bahkan memberi kita pengalaman yang lebih besar seperti pengalaman kita ketika menghentikan sementara program pengayaan uranium tahun 1382-1383 HS (2003-2004) yang semakin meningkatkan kemampuan rakyat Iran dalam berpikir dan menganalisa."
Lebih lanjut beliau menjelaskan, "Sekitar satu dekade yang lalu, kita terkesan melunak dan bersikap mundur dengan menerima penangguhan program nuklir yang sebenarnya memang dipaksakan atas kita. Tapi dua tahun setelah penangguhan dan penghentian banyak pekerjaan, kita semua menyadari bahwa dengan bersikap seperti itupun kita sama sekali tidak bisa mengharapkan kerjasama dari pihak Barat."
Rahbar menambahkan, "Jika itu tidak kita lakukan, mungkin ada yang mempersoalkan dan mengklaim bahwa kesulitan kita akan teratasi dan masalah nuklir akan selesai bila kita mau sekali saja melunak dan mundur dari sikap kita. Tapi dengan menangguhkan program nuklir untuk sementara waktu, semua menyadari bahwa lawan-lawan kita punya tujuan lain. Karena itu kita memutuskan untuk kembali menggarap pekerjaan dan program kemajuan kita."
Menyebut perbedaan kondisi nuklir Iran sepuluh tahun yang lalu dengan kondisi sekarang sebagai sejauh perbedaan langit dan bumi, beliau menyatakan dukungan kepada para pejabat negara dan tim perunding seraya menandaskan, "Saya tidak optimis dengan hasil perundingan saat ini. Sebab, tak ada jaminan bahwa hasilnya akan memuaskan rakyat. Meski demikian, kami meyakini tak ada masalah untuk menganggapnya sebagai pengalaman dengan syarat rakyat harus tanggap dan menyadari apa yang sedang terjadi."
Pemimpin Besar Revolusi Islam mengkritik keras pernyataan sebagian kalangan yang menjadi corong propaganda asing baik mereka yang dibayar maupun yang tertipu karena kepolosan mereka. Beliau mengatakan, "Sebagian orang menjadi corong media asing dan berusaha menyesatkan opini umum dengan mengesankan bahwa semua kesulitan ekonomi dan non-ekonomi yang ada akan terselesaikan jika kita bersedia menyerah kepada Barat dalam masalah nuklir."
Untuk membuktikan ketidakbenaran klaim itu, Ayatollah al-Udzma Khamenei menyebutkan berbagai konspirasi AS untuk memukul Iran ketika belum ada isu nuklir, seraya mengimbau semua orang terutama para pemuda, mahasiswa dan pelajar untuk merenungkan dengan baik masalah ini.
Beliau mempertanyakan, "Apakah di awal revolusi Islam ada isu nuklir ketika AS menjatuhkan berbagai macam sanksi terhadap Iran? Ketika menembak jatuh pesawat terbang komersial Iran yang menewaskan 290 penumpang dan awaknya, apakah isu nuklir yang mereka jadikan sebagai alasannya? Ketika melakukan kudeta di pangkalan militer Syahid Noujeh, apakah ada isu nuklir? Apakah ketika AS memberikan bantuan persenjataan dan dukungan politik kepada kelompok-kelompok kontra revolusi setelah kemenangan revolusi Islam, ada isu nuklir?"
Seraya menegaskan bahwa jawaban dari semua pertanyaan itu adalah ‘tidak', beliau menyimpulkan bahwa isu nuklir tak lebih dari sekedar alasan yang dibuat-buat. Jika, misalnya, isu ini terselesaikan dengan sikap lunak Iran, AS akan mengangkat puluhan isu lainnya untuk melanjutkan permusuhan terhadap bangsa Iran seperti kemajuan teknologi peluru kendali atau kebijakan Republik Islam Iran yang anti Rezim Zionis Israel dan membela pejuangan moqawamah.
Rahbar menjelaskan bahwa akar permusuhan AS dengan Iran adalah sikap AS yang menentang eksistensi Republik Islam dan menolak pengaruh, kredebilitas dan wibawa pemerintahan Iran yang dipilih oleh rakyat. Tak heran jika belum lama ini sejumlah pemikir AS menyatakan bahwa bagi AS, Iran adalah negara yang berbahaya baik negara ini memiliki nuklir atau tidak, karena negara ini punya wibawa dan pengaruh yang mereka sebut hegemoni di kawasan.
Kepada para pejabat negara, beliau berpesan supaya memanfaatkan potensi dan kapasitas sumber daya manusia, alam dan geografi Iran untuk menyelesaikan semua kesulitan yang dihadapi. Namun demikian, ini tidak menafikan gerakan diplomasi.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menegaskan bahwa dalam konfrontasi dengan musuh-musuhnya, sejak awal revolusi bangsa Iran tak pernah kalah dan akan pernah kalah. Sebagai buktinya, pada dekade pertama awal revolusi ketika banyak fasilitas materi seperti uang, senjata, pengalaman, koordinasi dan pasukan militer yang mumpuni, musuh Timur dan Barat tidak mampu menundukkan bangsa Iran walaupun telah mengerahkan segenap kemampuannya lewat tangan rezim Baath Irak. Sementara, saat ini, kondisi bangsa Iran dan lawan-lawannya sudah jauh berbeda. Sekarang Iran sudah meraih banyak kemajuan di berbagai bidang sains, teknologi, persenjataan dan wibawa internasional ditambah dengan keberadaan jutaan tenaga muda yang handal di negara ini. Sedangkan di kubu musuh, AS dan sekutu-sekutunya dilanda berbagai kesulitan politik dan ekonomi serta friksi di antara mereka sendiri.
Ayatollah al-Udzma Khamenei mengingatkan, "Sekali lagi saya ingatkan, jangan pernah tertipu oleh senyum manis dari musuh. Jangan sampai senyuman mereka menyeret kalian ke dalam kesalahan."
Terkait pernyataan seorang politikus AS yang mengusulkan supaya Iran dijatuhi bom nuklir, Rahbar menegaskan, "Jika jujur dengan klaimnya bahwa perundingan ini serius, maka sudah seharusnya pemerintah AS menampar mulut orang yang berbicara seperti itu."
Beliau menambahkan, "Sekarang pemerintah dan kongres AS dikuasai oleh para konglomerat besar dan kartel-kartel Zionis sehingga terpaksa menjaga perasaan rezim Zionis. Berbeda dengan kita yang tidak memiliki keterpaksaan seperti itu. Sejak awal kita tegaskan dan sekarang atau kedepan pun kita tegaskan bahwa kita meyakini rezim Zionis Israel sebagai rezim ilegal dan anak haram."
Di akhir pembicaraannya, seraya menegaskan kembali dukungan kepada para pejabat negara dan mengimbau pejabat dan rakyat untuk selalu tanggap dan cermat dalam bersikap, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Kita semua berharap, dengan inayah dan kemurahan Ilahi, para pemuda akan mengambil alih kendali negara ini dengan penuh semangat untuk membawanya ke puncak kejayaan dengan kreativitas yang mereka miliki."