Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei hari Rabu, 1 Mei 2013 dalam pertemuan dengan sejumlah penyair dan pelantun puisi pujian untuk Ahlul Bait (as) menyampaikan ucapan selamat atas peringatan hari lahir putri kesayangan Rasulullah SAW dan penghulu wanita sejagat, Fathimah Zahra (as) dan hari lahir Imam Khomeini (ra). Beliau menyebut pelantunan syair sebagai sarana seni untuk menambah makrifat, menebar optimisme dan menggugah perasaan di hati masyarakat. Seraya mengkritik persepsi Barat tentang perempuan, beliau mengatakan, "Pandangan Islam dan al-Qur'an terkait hak-hak individu dan sosial laki-laki dan perempuan adalah pandangan yang paling logis, paling kuat dan paling praktis."
Dalam pertemuan yang diadakan untuk memperingati kelahiran Sayyidah Fatimah Zahra (as) dan Imam Khomeini itu, Ayatollah al-Udzma Khamenei menyinggung bakat besar dan kalbu penuh gelora cinta di tengah para pembaca puisi -yang muda ataupun yang senior- untuk menyebarkan kecintaan kepada Ahlul Bait di tengah masyarakat.
"Tugas para pelantun syair pujian untuk Ahlul Bait (as) adalah membangkitkan emosi cinta lalu menggiringnya ke arah logika dan pemikiran. Dan, sepanjang sejarah, menempatkan emosi seiring dengan akal dan pemikiran selalu menjadi modal yang berharga untuk menjaga spiritualitas, agama dan akhlak," ungkap beliau.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menekankan, "Memilih puisi, nada dan metode penyampaian yang dilakukan oleh pelantun syair harus ditujukan untuk meningkatkan makrifat serta memperdalam hidayah dan wawasan masyarakat terkait masalah agama dan kehidupan."
Mengenai pengaruh besar metode penyampaian puisi dalam mentrasfer pengetahuan agama kepada audien, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Kesempatan ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Jangan sampai memilih puisi yang tak bermakna atau mengandung hal-hal yang lemah dan salah atau menyampaikannya dengan cara yang tidak benar atau keluar dari batasan-batasan agama, karena hal itu hanya akan menghilangkan kesempatan."
Menghilangkan kesempatan diantaranya karena menutup mata dari kebutuhan utama masyarakat dan perkembangan terkini dalam berpuisi atau melantunkannya. "Dulu, di masa Perang Pertahanan Suci, para penyair dan pelantun puisi mencermati kondisi negara saat itu dengan jeli untuk kemudian mendukung dengan baik kemunculan epik dan jihad yang penuh semangat ini. Mereka berhasil menciptakan karya-karya agung dan mendalam yang jarang ditemukan padanannya."
Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebutkan poin berikutnya yaitu adanya upaya dari sejumlah pihak untuk menggunakan bakat pemberian Ilahi dalam bentuk kemampuan bersyair untuk mengadu domba dan memancing sentimen madzhab.
Seraya menyinggung perkembangan luas sarana komunikasi dan penyalahgunanannya untuk menyebarkan konflik bermotif madzhab, Ayatollah al-Udzma Khamenei menegaskan, "Saat ini aksi tebar perselisihan dan provokasi sentimen madzhab masuk dalam kelompok tindakan yang tidak benar dan tidak sejalan dengan kemaslahatan. Dulu di masa hidup para Imam Ma'sum (as) mereka juga mencegah terjadinya tindakan-tindakan seperti ini."
Beliau mengangkat isu konflik internal di dalam negeri seraya menyebutnya sebagai hal yang menghilangkan kesempatan. "Tahun ini dinamakan dengan nama ‘Tahun Epik Politik dan Epik Ekonomi'. Epik dituntun oleh akal dan didukung oleh keimanan, dan ini harus memancar dari dalam hati, bukan satu agenda perintah dan instruksi," kata beliau.
Rahbar menjelaskan bahwa untuk menciptakan epik diperlukan adanya atmosfir harapan, baik sangka, dan optimisme akan masa depan yang bakal terjadi pada negeri ini. Beliau menambahkan, "Epik tak akan tercipta dengan menebar keraguan di benak masyarakat, menyuntikkan pesimisme dan keputusasaan di hati, serta ajakan untuk mengucilkan diri, bermalas-malasan dan menganggur."
Ayatollah al-Udzma Khamenei menegaskan, "Gerakan kontinyu dan bernafaskan jihad yang dibutuhkan oleh semua negara dan semua peradaban untuk meraih kemajuan harus berjalan melalui jalur keceriaan, kerinduan dan harapan. Dalam kaitan ini, para penyair dan pelantun puisi memainkan peran yang menonjol untuk meningkatkan pengetahuan serta menyebarkan benih-benih hikmah, optimisme dan keyakinan yang kuat."
Lebih lanjut, Rahbar menekankan bahwa masyarakat dan audien selalu mengawasi perilaku para corong media agama seiring dengan perhatian mereka terhadap kandungan puisi dan cara penyampaiannya. Beliau menambahkan, "Semakin tinggi ketaqwaan, akhlak, kesusilaan, keberagamaan, serta kebersihan hati dan lisan para penyampai lisan agama, maka semakin besar pula pengaruh yang disampaikannya dan hati akan semakin tercerahi oleh makrifat dan pengetahuan."
Poin kedua yang disinggung oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam dalam pertemuan ini adalah keharusan untuk menghormati kedudukan kaum perempuan. Beliau mengkritik kebijakan Barat dalam masalah perempuan seraya mengungkapkan, "Tindakan yang dilakukan peradaban materialis Barat dalam masalah perempuan adalah dosa besar yang tak terampuni. Dampaknya sama sekali tak akan bisa diperbaiki."
Ayatollah al-Udzma Khamenei menyatakan bahwa sikap peradaban Barat yang memandang perempuan sebagai sarana pemuas nafsu kaum laki-laki dan cenderung melecehkan kehormatan kaum wanita, justeru mereka sebut sebagai kebebasan sementara yang menentangnya disamakan dengan pemasungan kebebasan.
Akibat dari pandangan seperti ini, kata beliau, adalah kehancuran institusi keluarga. Ketika di suatu masyarakat pondasi keluarga sudah sedemikian goyah, maka masyarakat itu akan didera banyak masalah. "Dengan menjalankan aturan seksual yang menjijikkan itu, mau tak mau, Barat pasti akan gulung tikar dan hancur," tegas beliau.
Ditambahkannya bahwa sirnanya peradaban terjadi secara bertahap sama seperti kelahirannya, dan inilah yang sedang terjadi pada peradaban Barat.
Rahbar lebih lanjut menjelaskan pandangan al-Qur'an dan perhatian besar Islam dalam masalah kedudukan perempuan. Belau menyebut perspektif ini sebagai pandangan yang paling logis, paling kuat dan paling praktis. "Di sisi Allah Swt antara laki-laki dan perempuan tak ada perbedaan sama sekali dalam seluruh tahap kedudukan spiritual dan hak-hak sosial maupun individu. Tapi tentunya, antara dua jenis manusia ini ada perbedaan secara alamiah," tandas beliau.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebutkan beberapa kriteria dan kelebihan yang hanya dimiliki kaum perempuan seperti kemampuan mengatur rumah tangga, melahirkan anak, kepedulian untuk menjaga lingkungan keluarga, dan keharmonisan rumah tangga serta pendidikan anak. Beliau menambahkan, "Mengatur rumah tangga dan melahirkan anak adalah perjuangan besar dan keahlian kaum perempuan yang tak bisa dipisahkan dari kesabaran, emosi dan perasaan. Jika hal ini mendapat perhatian yang semestinya, maka dijamin masyarakat terkait akan mencapai kemajuan."
Di akhir pidatonya, Ayatollah al-Udzma Khamenei mengingatkan keharusan untuk menghormati dan memuliakan perempuan, seraya mengatakan, "Perempuan harus diperlakukan dengan hormat dan kasih sayang yang dibarengi dengan kearifan dan kesusilaan."
Di awal pertemuan sejumlah pelantun puisi pujian untuk Ahlul Bait (as) membacakan bait-bait puisi tentang keagungan putri Nabi Muhammad SAW, Fathimah Az-Zahra (as).