Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei Sabtu (16/2) pagi dalam pertemuan yang penuh khidmad dengan ribuan warga Tabriz menjelaskan sepak terjang para petinggi Amerika Serikat (AS) yang tidak rasional khususnya yang berkaitan dengan tawaran perundingan, sementara di lain pihak rakyat Iran dan pemerintahan Islam selalu bersikap logis. Pada kesempatan itu, selain mengapresiasi partisipasi besar rakyat Iran dalam pawai peringatan kemenangan revolusi Islam ke-34, 22 Bahman (10 Februari) yang lalu, beliau juga menyampaikan pembicaraan penting terkait kericuhan yang belum lama ini terjadi di parlemen Majles Shura Islam.
Dalam pertemuan yang digelar untuk memperingati kebangkitan warga Tabriz 29 Bahman tahun 1356 HS (18 Februari 1978) itu Pemimpin Besar Revolusi Islam mengenang para syuhada yang gugur dalam peristiwa itu seraya menyebut agama dan iman, sebagai tolok ukur dan panduan gerakan bangsa Iran. "Contoh nyata dari manifestasi hakikat ini adalah perjuangan rakyat [provinsi] Azerbaijan selama 150 tahun yang selalu didasari oleh keimanan," kata beliau.
Menurut beliau, faktor utama yang membuat bangsa Iran tahan menghadapi bermacam tekanan dari adidaya dunia termasuk beragam sanksi adalah keimanan kepada agama. Beliau menambahkan, "Sejak beberapa bulan lalu mereka menerapkan embargo yang mereka sebut ‘melumpuhkan'. Bahkan beberapa hari lalu, menjelang peringatan ulang tahun kemenangan revolusi, mereka menjatuhkan sanksi-sanksi tambahan dengan maksud melemahkan tekad dan resistensi rakyat Iran. Tapi rakyat Iran justeru memberikan jawaban yang telak lewat pawai 22 Bahman yang berlangsung lebih meriah dibanding tahun-tahun sebelumnya."
Pawai 22 Bahman, menurut Rahbar, ibarat longsoran salju yang besar yang menimpa dan jatuh tepat di atas kepala musuh-musuh bangsa Iran. Seraya menyampaikan penghargaan kepada rakyat Iran atas partisipasi luas mereka dalam pawai kemenangan revolusi Islam, beliau menyatakan bahwa mengulang seratus kali ucapan terima kasih ini bukan hal yang berlebihan, sebab semangat dan kearifan bangsa Iran memang sangat layak untuk dihargai.
Ayatollah al-Udzma Khamenei mengenai kondisi saat ini menegaskan, "Menghadapi keimanan, tekad yang kuat, kearifan, keberanian dan ketabahan bangsa Iran, musuh dipaksa untuk bersikap pasif. Akibatnya, mereka melakukan tindakan-tindakan yang tidak rasional."
Beliau lebih lanjut menjelaskan tindakan dan pernyataan para petinggi AS yang tidak rasional, kontradiktif dan mengandung unsur arogansi. "Para petinggi AS berharap semua orang akan tunduk dan menuruti kata-kata mereka yang tidak rasional dan arogan, dan memang banyak yang tunduk dan menyerah. Tapi bangsa Iran dan pemerintahan Republik Islam tak akan pernah bisa ditundukkan, sebab bangsa ini punya logika, kemampuan dan kekuatan," tegas beliau.
Dalam penjelasannya, Pemimpin Besar Revolusi Islam membawakan sejumlah contoh dari perilaku dan tindakan para petinggi AS yang tidak rasional. Beliau mengatakan, "Mereka mengaku komitmen dengan hak asasi manusia dan mengibarkan panji HAM di seluruh dunia. Tapi secara prakteknya, justeru merekalah yang paling banyak melakukan pelanggaran HAM dan dengan memicu tragedi seperti Guantanamo dan Abu Ghraib serta pembantaian rakyat Afghanistan dan Pakistan, mereka melakukan penistaan terbesar terhadap HAM."
Contoh lain dari tindakan irasional para pejabat tinggi AS dan kontradiksi antara kata-kata dan perbuatan mereka adalah klaim mereka tentang keberadaan senjata pemusnah massal di Irak yang menjadi pemicu serangan ke negara itu, 11 tahun yang lalu. Tapi di kemudian hari terbukti bahwa klaim itu tidak berdasar sama sekali. Di saat yang sama, AS tetap mendukung dan melindungi Rezim Zionis Israel yang secara terbuka mengakui memiliki persenjataan nuklir yang mengancam keamanan kawasan.
Berikutnya adalah klaim AS soal penegakan demokrasi di dunia. Rahbar menandaskan, "Dari satu sisi, para petinggi AS mengaku menegakkan demokrasi, tapi di sisi lain, mereka selalu menentang dan melawan Iran yang menegakkan sistem demokrasi paling transparan di kawasan."
Beliau juga mempersoalkan sikap AS yang dengan tanpa malu sedikitpun justeru mendukung rezim-rezim yang memerintah di negara-negara yang sama sekali tidak mengenal demokrasi dengan rakyatnya yang tak pernah mengenal kotak suara dan pemilihan umum.
Contoh selanjutnya dari kontradiksi antara kata-kata dan tindakan para petinggi AS adalah klaim mereka tentang kesiapan berunding dengan Iran untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di antara kedua negara. Ayatollah al-Udzma Khamenei mengungkapkan, "Klaim ini disampaikan di saat orang-orang AS masih melontarkan tuduhan yang tidak benar terhadap Republik Islam, dan untuk itu, Iran terus ditekan dan dijatuhi sanksi."
Menyinggung pernyataan Presiden AS beberapa hari lalu yang mengaku berusaha mencegah Iran membuat senjata nuklir, beliau menegaskan, "Jika Iran berniat membuat senjata nuklir, AS tak akan pernah bisa mencegahnya."
Beliau menambahkan, "Republik Islam Iran tak pernah berniat membuat senjata nuklir, dan keputusan ini diambil bukan untuk memuaskan hati AS, tapi karena dilandasi masalah keyakinan bahwa senjata nuklir adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain menekankan untuk tidak membuat senjata nuklir, Republik Islam juga mendesak supaya senjata nuklir dilenyapkan dari dunia."
Ayatollah al-Udzma Khamenei menjelaskan bahwa masalah sebenarnya bukan terletak pada soal senjata nuklir, tapi karena AS berupaya keras mencegah Iran melakukan apa yang menjadi haknya, termasuk hak pengayaan uranium dan pemanfaatan energi nuklir untuk kepentingan damai. "Yang pasti, mereka tak akan pernah berhasil, dan bangsa ini akan melanjutkan pekerjaannya yang didasari oleh hak yang sudah terjelaskan," tandas beliau.
Kerja keras AS untuk menistakan hak-hak bangsa Iran, kata Rahbar, adalah contoh nyata dari tindakan mereka yang tidak rasional. Karena itu, logika tak pernah bisa digunakan dalam berbicara dengan pihak yang tidak menggunakan nalar dan hanya mengandalkan kekuatan.
Mengenai tawaran berunding yang disampaikan para petinggi AS lewat corong-corong propaganda dan media massa yang umumnya dikuasai Zionis dan AS, beliau menyebutnya sebagai tindakan menipu opini umum. "Media massa dunia tidak menyampaikan kata-kata kita, kecuali sepotong-sepotong atau bahkan terbalik. Karena itu, apa yang kami sampaikan ini ditujukan kepada rakyat Iran sendiri," ungkap beliau.
Lebih lanjut Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan lima hal penting terkait perundingan dengan AS; irasional dan kontradiksi pernyataan dan tindakan para petinggi AS - perundingan dimaksudkan oleh AS untuk memaksa bangsa Iran tunduk - makna hakiki perundingan di mata kaum arogan - omong kosong AS soal pencabutan embargo jika Iran bersedia berunding - sikap logis Republik Islam Iran menghadapi tawaran AS.
Ayatollah al-Udzma Khamenei menyebut propaganda sebagai tujuan utama di balik tawaran AS untuk berunding dengan Iran guna mengesankan Iran tunduk kepada kemauan AS. Beliau menandaskan, "AS ingin mengesankan kepada bangsa-bangsa Muslim yang lain bahwa Republik Islam Iran yang selama ini resisten pada akhirnya bersedia berunding dan berdamai dengan AS. Dengan cara ini AS berharap bisa memaksa bangsa-bangsa lain tunduk mengikuti kemauannya."
Beliau menambahkan, "Sejak lama kubu arogansi ingin menciptakan pesimisme di tengah bangsa-bangsa Muslim dengan menarik Iran ke meja perundingan. Dan sekarang program yang sama dikemas dalam bingkai ‘perundingan untuk masalah-masalah yang tidak substansial'. Akan tetapi Republik Islam Iran bisa membaca maksud itu dan mengambil sikap yang semestinya."
Mengenai makna yang sebenarnya dari perundingan di mata AS dan Barat, Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan bahwa di mata mereka perundingan adalah menerima semua yang mereka diktekan di meja perundingan. Beliau mengungkapkan, "Dengan pandangan yang tidak rasional ini, lewat corong propagandanya, mereka berbicara soal perundingan langsung dengan Iran untuk memaksa Iran melepas program energi nuklir dan pengayaan uranium. Jika jujur, mestinya mereka mengatakan bahwa perundingan ini ditujukan untuk mendengarkan argumentasi Iran sehingga permasalahan yang ada dibahas secara fair."
"Dengan persepsi para petinggi AS seperti ini yang mengharapkan Iran tunduk pada kemauan mereka, jika pemerintah Iran bersedia berunding, apa faedah yang didapat dari perundingan ini dan apakah perundingan ini bisa membuahkan hasil?," kata beliau.
Rahbar mengingatkan kembali perundingan 15 tahun yang lalu saat AS menyebutnya sebagai hal yang lazim, mendesak dan urgen. Namun setiap kali kalah dalam berargumentasi, AS secara sepihak meninggalkan meja perundingan, lalu dengan mesin propagandanya, Washington mengesankan bahwa pihak Iranlah yang menghentikan perundingan.
Selanjutnya beliau mengajukan pertanyaan, "Apakah dengan adanya pengalaman-pengalaman seperti ini kita masih harus mencoba menanggapi ketidaklogisan sikap AS dengan berunding?"
Tentang janji AS untuk mencabut embargo jika Iran bersedia duduk di meja perundingan, Ayatollah al-Udzma Khamenei menyebutnya sebagai omong kosong, seraya mengatakan, "Mereka beranggapan bahwa rakyat Iran sudah tak tahan menghadapi berbagai macam embargo ini sehingga menyambut gembira tawaran berunding dengan AS dan menekan para pejabat negara."
Beliau menambahkan, "Janji ini tak lebih dari kata-kata tipuan sekaligus membuktikan bahwa mereka tidak menghendaki perundingan yang sebenarnya dan adil. Yang mereka maukan adalah rakyat Iran menyerah. Padahal jika mau menyerah, bangsa ini tak akan pernah melakukan revolusi."
Masih mengenai embargo, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengingatkan kembali pengakuan para petinggi AS yang menyebut embargo sebagai alat untuk melumpuhkan bangsa Iran dan memisahkan mereka dari pemerintahan Islam. Artinya, selama bangsa ini masih loyal kepada revolusi dan gigih memperjuangkan hak-haknya, maka embargo akan selalu ada.
Beliau menyatakan bahwa bangsa Iran menginginkan kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan. Tapi menolak untuk memperolehnya dengan kehinaan. Tujuan itu harus dicapai dengan mengandalkan kearifan, tekad dan keberanian serta dengan mengerahkan tenaga-tenaga dalam negeri, khususnya kaum muda yang potensial di negeri ini.
Seraya mengakui bahwa embargo telah menyulitkan rakyat, Rahbar menegaskan, "Menghadapi embargo hanya ada dua jalan yang bisa dipilih; menyerah dan tunduk kepada kemauan kubu arogansi dunia seperti yang dilakukan oleh bangsa-bangsa yang lemah atau mengaktifasi potensi dan tenaga dalam negeri untuk melewati kesulitan ini dengan kepala tegak seperti yang dilakukan bangsa Iran yang pemberani. Rakyat Iran memilih jalan kedua dan dengan izin Allah, embargo ini akan menjadi jalan ke arah kemajuan."
Menyinggung partisipasi luas rakyat Iran dalam pawai peringatan kemenangan revolusi Islam 22 Bahman, Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa partisipasi luas ini jangan diartikan bahwa rakyat tak punya keluhan akan tingginya harga barang-barang kebutuhan. Kondisi ini sangat menyulitkan terutama bagi masyarakat lapisan bawah. Tapi yang jelas, tak ada jurang pemisah antara rakyat dan pemerintahan Islam. Rakyat tetap yakin bahwa pemerintahan Islam dan agama Islamlah yang bisa mengatasi kesulitan yang ada.
Dalam menyimpulkan pembahasan tentang perundingan dengan AS, beliau mengatakan, "Berbeda dengan para petinggi AS, pemerintahan Islam dan bangsa Iran punya sikap dan pandangan yang logis, dan akan bersikap yang semestinya ketika menyaksikan kata-kata dan perilaku yang logis dari lawannya."
Lebih lanjut Ayatollah al-Udzma Khamenei menyebutkan beberapa hal yang bisa menjadi pertanda akan itikad baik para petinggi AS diantaranya; menghindari sikap-sikap arogan dan jahat, menghormati hak-hak bangsa Iran, tidak intervensi dalam urusan internal Iran seperti yang dilakukan tahun 2009 ketika AS mendukung gerakan pengacau dan fitnah pasca pemilu dan pada akhirnya dukungan itu terbongkar, dan menghindari sikap yang menyulut pertikaian di kawasan.
"Jika dalam kata-kata dan tindakan, para petinggi AS membuktikan tidak lagi bersikap irasional, saat itulah mereka aka melihat bahwa Republik Islam dan bangsa Iran adalah pihak yang menghendaki kebaikan, suka bekerjasama dan bersikap logis," kata beliau.
Di bagian lain pembicaraannya, Rahbar menyinggung kericuhan yang terjadi di parlemen hari Ahad dua pekan lalu. Beliau menyatakan bahwa kejadian ini melukai hati rakyat dan kalangan elit bangsa ini.
"Dari dua sisi saya sangat terpukul atas terjadinya peristiwa yang buruk dan tidak layak itu. Pertama karena kasus itu sendiri dan kedua karena saya merasakan kesedihan rakyat atas kejadian ini," ungkap beliau.
Pemimpin Besar Revolusi Islam menegaskan bahwa tuduhan yang dilontarkan salah satu pimpinan lembaga tinggi negara terhadap pimpinan dua lembaga tinggi lainnya tanpa didasari bukti yang kuat dan tanpa melalui proses persidangan adalah tindakan yang buruk, keliru, tidak layak, berlawanan dengan syariat, bertentangan dengan undang-undang dan tidak etis.
"Untuk saat ini saya hanya menasehati bahwa perbuatan ini tidak layak untuk pemerintahan Republik Islam," tegas beliau.
Ayatollah al-Udzma Khamenei juga menyebut interpelasi terhadap salah seorang menteri oleh parlemen sebagai tindakan yang keliru. Sebab, interpelasi mestinya dilakukan jika ada manfaatnya. Sementara usia kabinet hanya tinggal beberapa bulan, apalagi alasan yang digunakan untuk melakukan interpelasi adalah tuduhan yang tidak ada hubungannya dengan menteri terkait.
Mengenai apa yang dilakukan Ketua Parlemen, beliau mengatakan, "Pembelaan ketua parlemen juga berlebihan dan itu sebenarnya tidak perlu dilakukan."
Lebih lanjut beliau mengingatkan, "Ketika ada musuh yang sama dan tipu daya berdatangan dari segala arah, adakah yang bisa dilakukan selain meningkatkan tali persaudaraan dan resistensi di hadapan musuh?"
Seraya menyatakan bahwa pemimpin revolusi akan selalu mendukung para pejabat negara, beliau menambahkan, "Saya akan tetap membantu. Tapi perlakuan-perlakuan seperti ini jelas bertentangan dengan sumpah jabatan."
Ayatollah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Taqwa! Taqwa! Taqwa! Kami berharap para pejabat negara bisa bersabar, tidak membiarkan hawa nafsu masuk ke tengah medan, dan jangan pernah putus memikirkan masalah negara. Fokuskan seluruh potensi dan tenaga untuk menyelesaikan permasalahan rakyat. Ketika gangguan dari musuh semakin meningkat, tingkatkan pula persahabatan."
Di awal pertemuan, Ayatollah Mojtahed Shabestari, wakil Wali Faqih di provinsi Azerbaijan Timur dan Imam Jum'at Tabriz dalam kata sambutannya ikut mengenang para syuhada peristiwa kebangkitan 29 Bahman 1356 HS di Tabriz.
Seraya menyinggung partisipasi luas rakyat Iran dalam pawai peringatan kemenangan revolusi Islam 22 Bahman, Shabestari mengatakan, "Pesan yang diusung rakyat Iran dalam pawai 22 Bahman adalah menjaga persatuan dan solidaritas di tengah masyarakat, kepedulian akan prinsip etika di panggung politik dan kerja keras para pejabat negara untuk menyelesaikan berbagai kesulitan yang ada."